DAKWAH DAN POLITIK MUHAMMDIYAH
PERIODE KEPEMIMPINAN DIN SYAMSUDDIN
Oleh DR.H.Ridjaluddin.FN.,M.Ag
28-Oktober 2009
A.Sejarah Kelahiran Muhammadiyah
Sebelum kita memasuki permasalahan yang lebih jauh akan dipaparkan terlebih dahulu arti dari Muhammadiyah itu yaitu : Dari segi bahasa atau etimologi: Muhammadiyah berasal dari kata bahasa Arab “Muhammad” yaitu nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Kemudian mendapat “Ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti "Ummat Muhammad" atau "pengikut Muhammad" yaitu semua orang yang beragama Islam dan meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir dangan kata lain siapa saja yang mengaku beragama Islam yang dibawa Nabi Muhammad, sesungguhnya dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dibatasi oleh adanya perbedaan golongan, golongan, bangsa, geografis, etnis dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya orang-orng yang ada di Jami’iyah Nahdlatul Ulama, Persis, PUI,al-Irsyad, al-Khairat, Jamiatul Washliyah dan lain-lainnya secara arti bahasa juga orang-orang Muhammadiyah, karena mereke itu adalah pengikut ajaran Nabi Muhammad SAW.
Dari segi istilah atau terminologis: Muhammadiyah adalah gerakan Islam Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, yang ditujukan kepada perorangan dan masyarakat.Untuk perorangan yang sudah Islam dakwah dan amar makruf nahi munkar itu sebagai pembaharuan dan yang belum Islam bersifat serum dan ajakan untuk beragama Islam. Sedangkan yang ditujukan pada masyarakat bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan. Semu itu ditujukan untuk menggerakkan masyarakat dalam upaya mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya atau dengan rumusan lain disebut masyarakat adil makmur yang mendapat ridho ilahy.
Dari rumusan tersebut maka Muhammadiyah merupakan organisasi keagamaan yang bersifat kemasyarakatan dan bukan organisasi politik. Menurut Drs.H.Sutrisno Muhdam, Muhammadiyah bukn organisasi politik dan tidk bergerak dalam kegiatan politik praktis serta tidak berafiliasi pada salah satu kekuatan sosial politik yang ada. Hal ini menjadikn Muhammadiyah berupaya eksis dan tampaknya telah disepakati serta diyakini, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, sebagai persyarikatan sosial keagamaan dan bukan organisasi politik. Seperti dikatakan Menteri Agama Dr.Tarmizi Taher ketika membuka Sidang Tanwir Muhammadiyah (11-Desember-1993) di Surabaya, bahwa tidak ada orang yang akan bias membantah kenyataan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan sejak awal sejarah, termasuk barisan terdepan dalam usaha dan ikhtiar memajukan bangsa. Muhammadiyah bahkan menjadi pelopor dalam menggunakan metode-metode modern dalam usaha peningkatan kesejahteraan dan kualitas bangsa. Ketika belakangan ini orang banyak berbicara tentang tidak memadainya lagi dakwah bil lisan dan perlunya dakwah bil hal, maka Muhammadiyah telah menjalankan dakwah bil hal sejak dasawarsa kedua abad ini dengan mendirikan sekolah-sekolah panti penyantunn sosial, rumah-rumah sakit dan sebagainya.
Muhammadiyah berasaskan Islam dan bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 bertepatan dengan 18 Nopember 1912 di kota Yogjakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah, karena dengan nama itu berharap atau bertafaul (berpengharapan baik) agar dapat mencontoh segala jejak perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad SAW.
Juga dimaksudkan agar semua anggota Muhammadiyah benar-benar menjadi seorang muslim yang penuh pengabdian dan tanggung jawab terhadap agamanya serta merasa bangga dengan keislamannya. Muhammadiyah dapat menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.
B. Dakwah dan Tajdid dalam Muhammadiyah
Kiprah Muhammdiyah sebagai gerakan Islam amar makruf nahi munkar yang bertujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah tidak lain dari realisasi cita-cita pendirinya KH Ahmad Dahlan dan pimpinan lainnya., baik di pusat maupun di wilayah, daerah cabang dan ranting, untuk meningkatkan martabat dan harga diri umat Islam dalam kehidupan kolektif mereka. Semuanya ini dilakukan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Dalam melaksanakan gerakannya, Muhammadiyah menyadari tidak pernah statis; ia berubah terus menerus tanpa henti, terutama disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang menjadi ciri masyarakat modern. Ajaran Islam yang diyakini sebagai ajaran yang senantiasa sesuai dengan segala ruang dan waktu haruslah dipahami secara kreatif, utuh dan menyeluruh, agar perubahan yang berlaku itu dapat dikawal dan diarahkan secara Islami demi mencapai tujun yang telah ditetapkan.
Muhammadiyah seperti halnya semua gerakan pembaharuan Islam di seluruh dunia sudah sejak dini berpendapat bahwa ijtihad tidak pernah tertutup. Ia terbuka selama-lamanya dengan tujuan untuk aktualisasi ajaran Islam dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi.
Sebagaimana dikatakan Ahmad Syafi’i Maarif bahwa ijtihad adalah metode berpikir dalam memahami ajaran Islam yang meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Tanpa ijtihad Islam dapat kehilangan relevansinya dengan perkembangan zaman.
Untuk itu, perumusan yang tepat terhadap perkembangan dan perubahan dalam masyarakat, sebagaimana dilansir Menteri Agama H.Tarmidzi Taher, adalah perwujudan ijtihad, yang merupakan salah satu tema pokok pandangan Muhammadiyah. Ijtihad di sini tidak sekadar kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga melihat dan mengkaji relevansi dan kontekstualisasi ajaran-ajaran Islam dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dengan cara seperti itu ijtihad dapat fungsional dan menjadi factor penting untuk mengembangkan umat yang dinamis, yang dengan penuh keyakinan dan percaya diri siap menghadapi tantangan di masa mendatang.
Dalam rangka pengembangan ijtihad yang fungsional itu, perlu kita kaji pula kesiapan Muhammadiyah dalam membina dan mengembangkan para mujtahid. Kritik dari luar maupun otokrotik perlu dikembangkan Muhammadiyah dengan jiwa besr dan kepala dingin.Kritik itu pada essensinya bertujuan agar Muhammadiyah dalam kedudukannya sebagai organisasi keagamaan bias lebih memfungsionalisasikn ijtihad. Dan kebutuhan terhadap ijtihad-ijtihad baru semakin terasa kalau dikaitkan dengan perubahan dan perkembangan yang terus terjadi dalam masyarakat kita. Dalam kaitan ini maka Muhammadiyah perlu memikirkn dan memprogramkan secara sistematis usaha-usaha khusus untuk membina kader mujtahid atau kader ulama pada umumnya secara lebih sistematis dan terarah, sehingga hasilnya dapat diandalkan untuk menjawab tantangan zaman.
Usaha-usaha tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah itu tampak nyata dalam amal usahanya di bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan social dan yang tidak kalah penting usaha purifikasi ajaran-ajaran Islam. Dorongan Muhammadiyah agar putra-putri Islam mengajar ilmu pengetahuan setinggi-tingginya melalui isntitusi-institusi pendidikan keduniaan, yakni agar umat meningkatkan kesejahteraan sosialnya sesuai ajaran Islam, agar pelayanan kesehatan dibuat sedemikian rupa sehingga terjangkau oleh masyarakat luas dan berbagai usaha untuk membina kepemudaan, kepanduan dan pencerdasan kaum wanita. Semuanya ini menampilkan kepeloporan Muhammadiyah, di saat kebanyakan umat Islam masih terbelenggu dengan wawasan dan pendidikan tradusionalnya yang konservatif dan tidak kondusif bagi perubahan.
Rintisan pembaharuan Muhammadiyah itu cukup berhasil. Misalnya umat Islam di Indonesia sekarang tidak canggung lagi menghadapi berbagai masalah modernisasi. Bila dulu memakai dasi dan pantalon dianggap haram dan universitas atau sekolah tinggi dipandang sebagai pendidikan kafir. Namun sekarang kaum cendekiawan Muslim dan tokoh-tokoh perguruan tinggi di Indonesia terpengaruh memakai dasi. Jadi andil Muhammadiyah dalam mendorong proses pembaruan Islam dan umatnya sangat terasa manfaatnya.,Disamping itu aneka ragam bid’ah, khurafat dan takhayul yang pernah tumbuh subur dalam masyarakat Indonesia secara efektif dapat diberantas oleh dakwah Muhammadiyah yang lugas dan straight forward.
Hal ini membuktikan keberadaan organisasi ini membawa perubahan dan unsure-unsur positif bagi masyarakat, khususnya di bidang keagamaan dan kemasyarakatan, sesuai dengan sasaran pokok perjuangan Muhammadiyah sejak dari kelahirannya, yaitu: Pertama, memurnikan ajaran Islam sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan hadits Rasul. Kedua, mengajak masyarakat untuk memeluk dan mempraktikan cita ajaran Islam. Ketiga, menegakkan amar makruf nahi munkar. Keempat, mempraktekkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Kelima, mempergiat usaha di bidang pendidikan dan pengajaran dengan bernafaskan Islam.
Usaha perbaikan itu dilakukan Muhammadiyah karena aktivitas keagamaan, baik dalam masalah ibadah maupun muamalah, yamng dilakukan umat masih diselimuti oleh berbagai praktek dan etika yang bersumber dari non Islam. Praktek itu dinilai semakin menjauhkan umat dan cita ajaran agama Islam yang sebenarnya. Selain itu ajaran-ajaran yang bukan dari Islam ini memperlemah jiwa dan semangatnya, sehingga menjadi budak bangsa asing di negerinya sendiri. Kebodohan dan kemiskinan umat inilah yang menjadi sebab utama, penjajah mampu berkuasa dan menjajah Indonesia.
Berkat jasa Muhammadiyah inilah umat dan bangsa kemudian bangkit dari tidur dan kebodohan zamannya. Di bidang sosial, misalnya, didirikan PKU dengan rumah-rumah sakit, poliklinik serta rumah-rumah sakit bersalin dan menyantuni anak-anaka yatim piatu. Sedangkan di bidang pendidikan dan pengajaran didirikan sekolah umum dari tingkat TK,SD,SLTP,SMU sampai ke perguruan tinggi. Di bidang agama diadakan berbagai kegiatan dakwah serta pengajian bidang agama diadakan berbagai kegiatan dakwah serta pengajian.
Meski demikian hasil yang diperoleh Muhammadiyah bukan berarti telah mencapai hasil yang maksimal . Menurut H.Abdul Rozzak Fachruddin, bahwa hasil yang dicapai Muhammadiyah dewasa ini masih belum sempurna. Untuk itu perserikatrn Muhammadiyah akan terus melanjutkan kegiatannya sebagai gerakan dakwah yang dirasakan bahwa kewajiban di bidang dakwah belum maksimal, seperti pengiriman tenaga da’i (juru penerang agama) ke daerah suku-suku terasing yang hasilnya tetap belum memuaskan.
Amal Usaha Muhammadiyah
Keberhasilan lembaga sosial Muhammadiyah belum menjamin masyarakat gembira, bahkan ada sebagian orang yang menganggap usaha sosial itu selama ini belum mendukung perkembangan organisasi keagamaan tersebut. Sehingga Prodjokusumo menanggapi masalah ini dengan menyatakan bahwa adanya anggapan lembaga sosial Muhammadiyah (sekolah, rumah sakit dan lain-lain) tidak mendukung perkembangan organisasi merupakan hal yang lumrah dan tidak perlu disesali warga Muhammadiyah berpegang pada prinsip kelapa condong yakni menanam bibit yang setelah besar hasilnya bisa dipetik orang lain.
Dari pernyataan di atas jelaslah bahwa organisasi ini berupaya mensejahterakan masyarakat, sekaligus menyelamatkan umat dari kebodohan dan khurafat tanpa pamrih, baik di bidang akidah, pendidikan dan lain-lain. Walaupun usahanya telah banyak dimanfaatkan orang lain, tetapi Muhammadiyah tidak akan memaksakan umat untuk memasuki organisasi ini. Hal ini menurut AR Fachruddin dalam bukunya Tiga Puluh Pedoman Anggota Muhammadiyah karena Muhammadiyah menyadari bahwa mereka yang memasuki Muhammadiyah secara terpaksa tidak aka ada artinya. Anggota yang demikian tidak akan berguna bagi dirinya maupun bagi Muhammadiyah. Prinsip ini bersumber dari al-Qur’an yang tidak membolehkan memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Artinya seorang memeluk dan mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW itu sesuai dengan hati nuraninya setelah mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Sebagaimana firmanNya dalam surat al-Baqarah ayat 256:
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka saesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Tentang hubungan ukhuwah di masyarakat anggota Muhammadiyah mempunyai prinsip mengajak ke jalan yang benar dengan memberikan tauhid murni yang tidak khurafat dan takhayul. Selain itu juga mengajak kepada akhlak yang luhur, budi pekerti yang mulia dan saling tolong menolong dalam melaksanakan hidup ini.
Pelaksanaan hidup seperti ini baik secara implisit mupun eksplisit telah mencakup dakwah yang tentunya sangat mendukung kepribadin dan tujuan Muhammadiyah. Dari kenyataan inilah H.Munawir Sjadzali MA menilai positip Muhammadiyah yang telah berkiprah lebih dari 80 tahun di bumi Pancasila ini. Menurutnya. ada lima ciri keberhasilan Muhammadiyah yaitu: Pertama, karena tokoh-tokoh Muhammadiyah selalu teguh dalam akidah dan prinsip, namun bijaksana, luwes dan akomodatif dalam perjuangan prinsip. Kedua, perjuangan Muhmmadiyah selalu konstitusional dengan mendasarkan loyalitas nasional. Ketiga, mental pimpinan-pimpinan Muhmmadiyah selalu mendahulukan keselamatan umat di atas kepentingan pribadi. Keempat, memegang sifat-sifat kerakyatan dan demokrasi, dn kelima, memiliki keikhlasan dan teguh.
Usaha usaha lain yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah berupaya memperbaharui dan meningkatkan paham agama dalam Islam, sehingga Islam lebih mudah dapat diterima dan dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat. Peningkatan paham agama Islam tersebut hingga kini tetap dilakukan Muhammadiyah dengan jalan di berbagai bidang, dengan jalan musyawarah oleh para ahli di berbagai bidang, dengan cara yang sudah lazim dikenal dengan istilah tarjih.
Dengan dasar mengikuti putusan Majelis Tarjih ini berarti pelaksanaan ajaran Islam di kalangan Muhammadiyah tercipta kesatuan ajaran yang tidak boleh terpisah satu sama lain. Ajaran Islam dimaksudkan adalah ajaran akidah yaitu ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan/ keyakinan ajaran akhlak; ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental; ajaran ibadah; yaitu ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tata hubungn manusia dengan Tuhan; dan ajaran muamalat duniawiyat; yaitu ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia serta pembinaan dunia serta pembinaan masyarakat.
Melihat usaha yang dilakukan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan ini maka jelas menunjukkan peran yang positif baik dikalangan pemerintah maupun masyarakat. Dampak positif ini bukan hanya terfokus di pusat tetapi juga di wilayah, daerah, cabang, maupun ranting secara keseluruhan. Untuk mengetahui sejarah kelahiran Muhammadiyah, ada beberapa faktor mengapa Muhamadiyah itu lahir :
1. Faktor Subyektif
Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor utama dan faktor penentu suatu faktor yang berasal dari pribadi diri Muhammadiyah. Kelahiran gerakan ini tidak dapat lepas dari pribadi pendirinya. Sikap KHA Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam surat an-Nisa ayat 62 dan surat Muhammad ayat 24, yaitu melakukan tadabbur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam setiap ayat. Pemahaman KH. Ahmad Dahlan tentang agama Islam yang mendalam dan luas merupakan pendorong pendirian Muhammadiyah, apalagi pada kenyataanya beliau melihat, bahwa praktek pelaksanaan ajaran Islam di Indones;a masih banyak yang belum sesuai dengan apa yang telah dipahaminya. Apalagi setelah KH. Ahmad Dahlan menafsirkan ayat-ayat aI-Qur'an yang kesemuanya itu membuat daya dorong hati KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, terutama surat Ali-Imran ayat 104 dan 110 ;
Yang artinya : (104) Dan hendaknya ada di anatara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(110) Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dri yang munkar, dan kamu beriman kepada Allah; dan sekiranya Akli Kitab itu beriman, niscaya lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang tulus tersebut tidak terlepas dari kehidupan pribadinya yang akan diuraikan secara singkat sebagai berikut : KH. Ahmad Dahlan lahir pada tahun 1858 di kampung Kauman Yogjakarta dengan Nama Muhammasd Darwis ayahnya bernama KH. Abu Bakar, imam dan khotib masjid besar Kauman Yogjakarra dan pernah diutus oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII ke Mekkah untuk menghajikan almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono VI. ibu dari Muhammad Darwis bernama Siti Aminah binti KH. Ibrahim penghulu besar di Yogjakarta. Dengan demikian jelas bahwa Muhammad Darwis dari segi ayah dan ibu dilahirkan dan hidup dalam keluarga muslim yang taat.
Adapun silsilah Muhammad Darwis adalah Muhammad Darwis bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin KH. Murtadla bin KH. Ilyas bin Demang Jurang Kapindo bin. Demang Jurang Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman (Ki Ageng Gribig) bin Maulana Fadhullah bin Maulana 'Ainul Yakin bin Maulana Ishak bin Maulana Malik Ibrahim.
Pendidikan Muhammad Darwis mula-mula diberikan oleh ayahnya, sejak usia kanak-kanak. Setalah dewasa dipelajarinya ilmu fiqh kepada KH. Muhammad Shaleh dan ilmu nahwu sharaf kepada KH. Muhsin, keduanya adalah kakak ipar. Guru-gurunya yang lain adalah KH. Muhamrnad Nur dari Kauman dan KH. Abdul Hamid dari karnpung Lempuyangan. Ilmu qira'atul Qur'an dipelajarinya dari Syekh Amien, dan Sayid Bakri Batok. Tentang ilmu falak dan hisab ia berguru kepada KH. Dahlan dari Semarang dan kepada Syekh Muhammad Jamil Jambek sewaktu keduanya bermukin di Mekkah.
Dari KH. Mahfudz dan Syekh Khayyat beliau mempelajari ilmu hadits. Bahasa melayu atau bahasa Indonesia dipelajarinya dari R.Ngabehi Sosro Soegondo, guru bahasa melayu (Indonesia) di Kweek School Gubernamen (Pemerintah) di Yogjakarta bahkan ia belajar ilmu pengobatan terhadap gigitan binatang dari Syekh Hasan.
Pada umur 15 tahun, ayahnya KH. Abu Bakar mengirimnya ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan pengkajiannya. Setelah sekitar 4 tahun di Mekkah ia kembali ke tanah air, dan melihat kenyataan bahwa praktek pelaksanaan Islarn banyak yang tidak sesuai dengan apa yang te!ah dipelajarinya. Hakekat kenyataan seperti itu, walaupun selain baru pulang dari luar negeri, tidak serta merta mencelanya, malah tetap mengaji serta berdiskusi mengenai hal itu kepada guru-guru yang lebih tua.
Semua murid KH. Ahmad Dahlan mengakui akan keahliannya dan ketekunannya mendalami kandungan makna aI-Qur'an dan sunnah Nabi, dalam hal ini Musthafa dan kawan-kawan mengatakan, sebagaimana kutipan berikut "Beliau sangat gemar dan pandai mengupas tafsir ayat". Dan kalau sedang menafsirkan ayat, beliau selidiki lebih dahulu secara mendalam tiap-tiap kalimat dalam ayat tersebut satu persatu.
Akhirnya beliau bertemu dengan Syekh Surkati seorang tokoh Jamiatul Khair dan menyarankan kepada KH. Ahmad Dahlan untuk kembali ke Mekkah guna mendalami lagi agama Islam yang telah dipelajarinya itu. Pada waktu beliau kembali ke Mekkah disana telah terjadi banyak perubahan dan sedang berkembang aliran pembaharuan yang dipelopori oleh Muhammad ibnu Abdul Wahab. KH. Ahmad Dahlan kemudian mempelajari buku-buku tokoh-tokoh pembaharu tersebut dan berkesimpulan, bahwa penyebaran ajaran Islam harus dilaksanakan dengan perjuangan. Kembali ke tanah air KH. Ahmad Dahlan mengajak teman-temannya untuk melaksanakan ide-idenya yang kemudian memperjuangkan agar ajaran Islam dilaksanakan oleh umat Islam secara murni, kemudian lahirlah Muhammadiyah.
2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatar belakang berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupn masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia. Ini merupakan keadaan dan kenyataan sosial budaya maupun sosial keagamaan pada masa itu baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri.
a).Faktor Obyektif yang bersifat Internal
Pada awal abad kedua puluh keadaan umat Islam Indonesia adalah sangat Sebelum masuknya agama Islam di tanah air kita, masyarakat bangsa kita memeluk agama Hindu dan Budha dengan segala amalan dan tradisi yang ada di dalamnya. Sementara itu pula Islam sampai ke Nusantara telah melewati perjalanan yang sangat jauh dan panjang. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan berbagai pengaruh kepercayaan lain menempel secara tidak sengaja ke tubuh ajaran Islam. Melihat kondisi yang semacam ini dapat dimaklumi kalau dalam prakteknya umat Islam di Indonesia pada saat itu, memperlihatkan hal-hal yang sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam kehidupan beraqidah agama Islam mengajarkan pada umatnya untuk memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik maupun khurafat (tahayul).
Dalam Bidang keagamaan, Musthafa Kamal, dan kawan-kawan, mengatakan : ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Misalnya pengaruh tradisi-tradisi yang bukan Islam. Banyak sekali bid'ah dan khurafat yang khurafat yang merusak kemurnian aqidah dan ibadah dalam Islam dipraktekkan serta menjadi kebiasaan kaum muslimin, seolah-olah itu merupakan perintah agama.
Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku “Khalifah Allah di atas bumi”.Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan khas milik umat Islam di Indonesia, sekaligus merupakan system pendidikan yang khas di Indonesia. Bahwa sudah menjadi kenyataan, bahwa pada waktu itu lembaga lembaga pendidikan terbagi kedalam dua kutub, yaitu : 1. Pendidikan yang bersistem Pondok Pesantren, yang pada waktu itu hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan saja. 2. Pendidikan yang bersistem Sekolah, sistem pendidikan ini terutama dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda, dengan hanya rnengajarkan ilmu pengetahuan umum, tanpa memasukkan pendidikan agama. Sekalipun metode dan alat-alat pendidikan pengajarannya cukup lengkap akan tetapi masih kekurangan yaitu melemahnya pendidikan moral dan agama.
Dengan kenyataan tersebut, KH. Ahmad Dahlan mengkombinasikan unsur-unsur yang baik dari kedua sistem yang ada. Maka didirikan sekolah Muhammadiyah pada tahun 1911, yang mengajarkan ilmu-ilrnu umum dan ilmu-ilmu keagamaan dengan menggunakan metode serta cara-cara baru. Dengan bardirinya sekolah Muhammadiyah tersebut, sebenarnya Muhammad;yah tidak lagi memisahkan pelajaran agama dan pelajaran umum, karena Muhammadiyah meyakini bahwa semua pelajaran adalah perintah agama.
b). Faktor Obyektif yang bersifat Eksternal
Faktor ini timbul dari pengaruh kebudayaan dan peradaban barat, terutama kebiasaan buruk mereka, banyak sekali merugikan Islam. Tidak sedikit kaum terpelajar Indonesia terkena pengaruh buruk tersebut, seperti sikap acuh tak acuh, memusuhi dan menjauhi agama. Karena agama dipandang sebagai penghambat kemajuan, yang penting adalah ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh barat, sehingga akan mendapat kemajuan sebagaimana negara barat.
Sementara itu, giatnya kaum Kristen Katholik dengan usaha misi-misi keagamaannya, menyadarkan KH. Ahmad Dahlan untuk membangun sebagai organisasi yang kuat dan tertib, sehingga dengan organisasi tersebut bisa membagi dan melebihi usaha-usaha kristenisasi ¬pengkristanan umat Islam di Indonesia
C. Landasan Ideologi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai suatu organisasi, memiliki sifat-sifat seperti adanya tujuan, usaha kerja sama dan sekelompok orang. Adapun unsur tujuan Muhammadiyah telah dirumuskan dalam anggaran dasar pasal 13 yang berbunyi;
"Menegakkan dan menjunjunq tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi oleh Allah SWT".
Tujuan persyarikatan tersebut merupakan titik tolak penyusunan landasan idiil atau landasan cita-cita Muhammadiyah, yang terwujudkan dalam "Keyakinan dan cita-cita hidup Muhamadiyah" Adapun landasan idiil Muhammadiyah memberikan gambaran tentang : pandangan hidup, tujuan hidup dan cara atau metode bagaimana tujuan hidup Muhammadiyah itu bisa tercapai. Pandangan hidup Muhammadiyah ini akan memberikaii corak tertentu sesuai dengan keyakinan Muhammadiyah yaitu bahwa hidup manusia itu tidak terbatas hanya didunia dan akhirat yaitu merangkum kesatuan hidup jiwa dan raga, sedangkan untuk mencapai kedamaian kesejahteraan hidup jiwa dan raga baik didunia maupun akhirat.
Selanjutnya untuk dapat memahami akan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, maka kepribadian dan muqadimah anggaran dasar Muhammadiyah merupakan bahan pokok yang dapat menjalankan isi dan kandungannya. Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah disyahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 37 yang diselenggarakan pada tahun 1968 di Yogjakarta. Dalam sidang Tanwir menjelaskan muktamar ke 37 berbagai masalah yang akan dijadikan acara muktamar, antara lain dibahas tentang tajdid disegala bidang.
Ideologi Dakwah Dalam Muhmmadiyah
Berbeda dengan gerakan Islam di berbagai Negara lain. Muhammdiyah sejak kelahirannya menempatkan dakwah sebagai paradigma. Gagasan dasar pembaharun Islam mengalami domistikasi sebagai antisipasi situasi politik nasional. Paradigma dakwah tidak hanya berfungsi sebagai kebijakan pembaharuan Islam melainkan secara bertahap berkembang membentuk suatu ideology gerakan yang khas Indonesia dan khas Muhammadiyah.
Namun, belum berhasilnya konseptualisasi pembaharuan Islam di berbagai bidang kehidupan sosial menjadikan pelembagaan gerakan Muhammadiyh hampir tidak bersentuhan dengan proses ideologisasi dakwah itu sendiri. Akibatnya, keberhasilan pengembangan dakwah melalui kegiatan kemasyarakatan khususnya bidang pendidikan dan kesehatan bersamaan dengan kecenderungan disfungsi sistematik berbagai unsur gerakan Islam. Masing-masing unsur seperti kaderisasi kepemimpinan, pengembangan wawasan keagamaan dan kegiatan yang lebih dikenal dalam Muhammadiyah sebagai amal usaha berkembang seperti terlepas dari fungsi lembaga sebagai strukturisasi gagasan ideologis dakwah tersebut.
Ideologis dakwah baru berhasil menumbuhkan etis gerakan yang lebih sintetik daripada analitik yang seharusnya menjadi basis teoritis sistematisasi gerakan. Etos dakwah yang berhasil menggerakkan seluruh pendukung gerakan mengembangkan kegiatan dari bawah, semakin hari mulai menimbulkan persoalan akibat keterlepasan dari kontrol kelembagaan. Muncullah gejala ketegangan birokratik antara pimpinan yang berada di pusat gerakan dengan praktisi yang berada di pusat kegiatan.
Di sisi lain, tarik-menarik pendekatan sintetik dan rasional analitik merupakan dilemma berkepanjangan setiap pengambilan kebijakan Muhammadiyah dalam berbagai kasus disiplin organisasi. Suatu analisis penyelesaian persoalan tidak secara langsung dapat dijalankan tanpa rekomendasi sintetik. Kebijakan dan hubungan antar unsur birokratik yang impersonal terus berhadapan dengan kebijakan primodialistik dan personalistik. Akibatnya, Muhammadiyah terkesan kurang antisipatik dan lamban menghadapi berbagai persoalan kemasyarakatan dan persoalan internal gerakan.
Kecenderungan yang dihadapi hampir seluruh gerakan keagamaan berhadapan dengan modernitas kemasyarakatan, berkaitan dengan tarik menarik pendekatan analitik modernitas dengan pendekatan sintetik gerakan keagamaan. Persoalannya lebih banyak berkaitan dengan pengkonsepan gerakan setelah gagasan pembaharuan Islam mengalami domestikasi melalui ideology dakwah itu sendiri.
Ideologi dakwah yang semula sebagai reaksi politik kemudian mempengaruhi pengembangan pemikiran dan wawasan keagamaan Muhammadiyah. Akibatnya, gerakan pemikiran mulai kehilangan fungsi, sehingga aksi-aksi program cenderung terlepas dari semangat gerakan itu sendiri. Lebih lanjut perumusan program yang biasanya merupakan produk setiap Muktamar belum menjadi referensi perumusan kegiatan yang justru cenderung reaktif.
Pergeseran Kepemimpinan Dalam Muhammadiyah
Seperti biasanya, pada setiap Muktamar lebih tertarik pada pemilihan pimpinan daripada merumuskan program yang menjadi acuan kegiatan sepanjang lima tahun periode kepemimpinan Muhammadiyah. Berbagai tema dan gagasan besar yang bermuatan pemikiran keagamaan dan kemasyarakatan yang cukup kritis dan sudah dimasyarakatkan setahun sebelumnya kurang menyentuh kesadaran peserta Muktamar. Muhammadiyah agaknya belum keluar dari model gerakan dengan pola kepemimpinan kharismatik.
Acara pemilihan pimpinan dari unsur intelektual atau ulama atau gabungan keduanya selalu lebih menarik daripada pengembangan wawasan, system dan program gerakan Islam. Diskusi mengenai model kepemimpinan itu sendiri mencerminkan belum terintegrasinya pendekatan sintetik dan analitik. Karena itulah gagasan perlunya dekonstruksi wawasan keagamaan dan kelembagaan yang ditawarkan salah seorang Wakil lembaga yang ditawarkan salah seorang Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah beberapa waktu lalu diterima tanpa kritik. Walaupun demikian belum tentu memberikan pengaruh cukup berarti dalam pengembangan wawasan keagamaan dan kelembagaan Muhammadiyah di kemudian hari tanpa pemahaman teoritis gagasan itu sendiri.
Ideologi dakwah yang berkembang dalam kerangka politik, belum diikuti konseptualisasi secara memadai akan sulit melepaskan diri dari prespektif ideologi politik.Ijtihad yang ditempatkan sebagai basis metodologis pembaharuan pemikiran Islam pun sulit melepaskan diri dari muatan politik. Hal ini mengakibatkan dinamika pemikiran kritis Muhammadiyah sudah sejak beberapa waktu lalu mulai diragukan dan dituduh mengalami kemandegan, kecuali membangkitkan kepercayaan diri secara kolektif.
Demikian pula pembaharuan pemikiran Islam yang muncul di kalangan generasi muda modernis tahun 70-an agaknya juga mulai menghadapi situasi yang kurang lebih serupa setelah sekitar dua decade mewarnai dinamika pemikiran kelompok intelektual muslim.
Dalam prespektif tersebut di atas, pergeseran kepemimpinan Muhammadiyah yang antara lain melahirkan diskusi mengenai posisi ulama dan intelektual juga dialami berbagai gerakan Islam bahkan juga bangsa, menjadi bermakna secara sosiologis ataupun teologis. Situasi demikian menanti berlangsungnya suatu era, masa pergantian kepemimpinan dalam pertumbuhan Indonesia sebagai Negara kepada mereka yang pada masa revolusi kemerdekaan negeri ini (Republik Indonesia) belum lahir.
Bagaimana pun, kecenderungan demikian membawa pengaruh tertentu dalam gerak dinamik organisasi dan dakwah Islam dalam era, masa perkembangan masyarakat modern industrial sebagai kelanjutan dari era perjuangan kemerdekaan dan masa kemerdekaan sebelumnya. Setiap gagasan dan pemikiran keagamaan dari suatu generasi merupakan episode rangkaian sejarah yang terus akan berlangsung.
Episode pemikiran genarasi kemerdekaan dan generasi pembangunan mencerminkan dua paradigma gerakan agama Islam yang sedang berubah yaitu paradigma politik dan dakwah Yang pertama mulai surut digantikan paradigma kedua searah perkembangan perpolitikan nasional. Bagaimanapun kedua paradigma tanpa penjelasan teoritis memadai akan silih berganti memainkan peranan pembentukan tradisi dari ideologisasi tuntutan politik dan sosiologis yang muncul.
Pada saat proses pergeseran paradigma gerakan Islam belum mencapai titik Kristal yang utuh, mapan dan integral, kajian mengenai berbagai gagasan tersebut menjadi penting. Demikian pula kepemimpinan gerakan Islam generasi pra dan pasca kemerdekaan negeri ini yang dapat dibedakan dalam dua model tersebut dapat memberi inspirasi tertentu kepemimpinan dan juga pemikiran serta wawasan keagamaan generasi sesudahnya.
Bersama dengan perubahan pola kepemimpinan gerakan Islam di Indonesia tersebut, berbagai gagasan perjuangan Islam muncul sebagai antisipasi perubahan masyarakat dalam kehidupan Negara bangsa yang modern. Sejak berubahnya tujuan perjuangan Islam dari tema-tema politik ke arah tema-tema dalam paradigma dakwah, secara berangsur mulai dicari gerakan baru yang dapat menjadi simbol bersama seluruh kegiatan atas nama agama Islam. Usaha demikian melahirkan kecenderungan ideologisasi dakwah yang lebih menekankan pendekatan cultural sintetis dari pada pendekatan struktural sintetis dari pada pendekatan struktural.
Fungsi Ideologi dakwah dapat dilihat dari perubahan tema-tema kegiatan ceramah dan khutbah Jum’at serta seminar – seminar yang Islamy mulai memasuki wilayah kehidupan yang lebih luas bahkan wilayah politik. Bersamaan itu berkembang usaha memodernisasi kembali kegiatan dakwah dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Keseluruhannya merupakan semacam format ideology baru kaum santri yang banyak berhubungan dengan usaha-usaha dakwah dan peningkatan kualitas kesejahteraan ekonomi umat dalam kerangka kebangsaan. Pembaharuan tema dan juga paradigma dakwah tersebut mulai mendorong pelibatan seluruh sumber daya sosial politik dan budaya.
D. Dinamika Politik Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah persyarikatan, sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi mungkar dan bukan gerakan politik, akan tetapi tidak buta politik, sebab politik sebahagian dari gerakan yang diaktualisasikan sekelompok orang-orang yang diorganisir. Muhammadiyah mengorganisir orang-orang Islam, bukan untuk kepentingan politik praktis semata, melainkan untuk kepentingan Islam, sekaligus ummat Islam khususnya agar moralitas politik dapat ditegakkan, yang bersumber dari nilai keagamaan.
Itulah sebabnya Muhammadiyah menyebut persyarikatan artinya sekumpulan orang-orang yang bersyarikat yang mempunyai komitmen terhadap asas dan tujuan yang dilakukan. Untuk mencapai maksud dan tujuannya yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud baldah tayyibah wa rabbun ghafuur, maka Muhammadiyah tidak dapat melepaskan diri dari setting sosio-relegio-kultural dan bahkan setting politik
Meskipun demikian Muhammadiyah tidak pernah memproklamirkan diri sebagai organisasi politik, namun terbukti bahwa gerakan dakwah Islam yang diperankannya tidak dapat dikatakan "sepi" dari nuansa politik. Bahkan, semangat awal dan gerakannya justru merupakan antitesis dari kondisi Indonesia yang saat itu berada dalam cengkeraman Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, peran politik sebagai manifestasi semangat kebangsaan Muhammadiyah tidak berhenti, meskipun pendiri Muhammadiyah, K. H. Ahmad Dahlan tidak berniat melakukan politik praktis namun dalam prakteknya, kegiatan politik tidak sepenuhnya dapat dihindari. Buktinya ketika Masyumi dibentuk tahun 1945, Muhammadiyah bukan saja turut mendukung pendirian partai politik ini, akan tetapi lebih dari itu Muhammadiyah menjadi anggota istimewa bersama anggota Islam lainnya, seperti NU, AI¬Irsyad dan Persis.
Implikasi dari gerakan politik Muhammadiyah mendapatkan pengalaman pahit, bahkan pernah "gagal" dalam memainkan kegiatan politik. Karena di satu sisi Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah dalam arti yang sempit, namun di sisi lain Muhammadiyah dalam melaksanakan dakwahnya ingin lebih "leluasa" dengan menjadikan payung politik yang teduh guna menyampaikan pesan dakwah Islam "amar ma'ruf nahi munkar".
Oleh sebab dalam naskah ini penulis mencoba menelaah bagaimana sebenarnya format politik Muhammadiyah berdasarkan perilaku dan peran politiknya. Ada dua yang menjadi fokus pembahasan dalam, naskah ini, pertama dinamika Muhammadiyah dalam pembangunan nasional, kedua format politik Muhammadiyah.
Dinamika Muhammadiyah dalam Pembangunan Nasional
Sebagaimana telah disampaikan di muka, kehadiran Muhammadiyah sebagai gerakan "multi wajah" artinya gerakan yang ditampilkan. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan. dapat dikatakan tidak hanya di bidang dakwah. sosial kemasyarakatan akan tetapi di bidang pendidikan ekonomi bahkan di bidang politik Dalam pembangunan nasional gerakan Muhammadiyah tidak sepi dari persoalan politik diantaranya setelah Indonesia merdeka. selain anggota istimewa Masyumi yang kemudian melepaskan keanggotaan isrimewa. Lagi-lagi “ketergiuran”,Muhammadiyah muncul untuk menjadi organisasi politik. dengan harapan agar dapat tertampung dalam Masyumi. seperti NU, PSII dan Perti.
Sungguhpun demikian, peran politik Muhammadiyah tidak sampai di situ saja, dalam perkembangan berikutnya Muhammadiyah terlibat dalam proses pembentukan Parmusi. Dua tokoh Muhammadiyah, Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun tampil sebagai pemimpin Parmusi. Kepemimpinan Muhammadiyah dalam Parmusi tidak berlangsung lama karena terjadi konflik intern ditubuh Parmusi. Sejak saat ini Muhammadiyah keluar dari Parmusi dan melepaskan hubungan organisator dengan organisasi politik yang ada. Penulis berasumsi bahwa kegagalan Parmusi pada saat itu dapat dianggap sebagai "kegagalan" bagi aktivitas politik Muhammadiyah. Hal ini disebabkan antara lain, pertama karena Muhammadiyah tidak jelas format politiknya. Kedua karena sistim politik yang dikembangkan di Indonesia saat itu juga dapat dikatakan masih mencari bentuk.
Maka Muhammadiyah bila dapat dikatakan masih juga mencari format politik tidak dapat dipisahkan dari sikap ketergantungannya terhadap sistim politik nasional. Kendatipun Indonesia pada waktu itu, masa demokrasi terpimpin, telah mempunyai sistim politik yang jelas dalam Pancasila tidak dilaksanakan secara murni dan konsekwen, pada masa orde lama. Maka-secara langsung, dalam kehidupan bernegara format politik Muhammadiyah, selain 'tidak jelas" juga sangat tergantung dengan situasi pada saat itu. Lagipula hingga kinipun sikap ketergantungan itu tidak dapat dihindari, karena pertama menurut Din Syamsuddin "teori ketergantungan akan menimbulkan ketergantungan negara berkembang dengan negara kaya".
Demikian pula halnya negara Indonesia, sebagai negara berkembang, dapat pula dikatakan organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah pun ketergantungan politiknya tidak dapat dilepaskan dari sistim politik Pancasila. Meskipun, Muhammadiyah sebagai organisasi yang independen, yaitu tidak berafiliasi kepada salah satu partai politik, namun lagi-lagi dengan sistim politik nasional Pancasila. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi pembaharuan, telah menyesuaikan diri dengan asas Pancasila. Sebab itu Muhammadiyah sebagai aset nasional dapat dikatakan sistim politiknya sebagai subsistim dan sistim Folitik nasional. Artinya dengan dasar semangat kebangsaan Muhammadiyah mempunyai kewajiban dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semangat kebangsaan Muhammadiyah tampak senantiasa dalam peran politiknya, seumpama dalam merumuskan UU No. 8. 1985, UU sistim pendidikan nasional, dan sumbangan pikiran berupa konsep dalam penyempurnaan GBHN. Dalam hal definisi mengusulkan supaya "persamaan agama" dapat dicantumkan dalam pembentukan suatu organisasi kemasyarakatan, ternyata UU. No. 8. mencantumkan definisi yang dicantumkan Muhammadiyah.
Demikian pula halnya dalam UUSPN, soal definisi dan tujuan pendidikan nasional ada yang prinsip harus disempurnakan .yakni dengan menambah beriman. Dengan tidak memasukkan kata beriman adalah bertentangan dengan GBHN, karena itu Muhammadiyah mengusulkan dan usulan itu diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Adapun kontribusi Muhammadiyah, sebagai sumbangan pikiran untuk penyusunan GBHN 1988, antara lain adalah sebagai berikut : Judul "Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa'. Dengan alasan, bahwa kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa itu bukan agama dan agar tidak mengarah kepada pembentukan agama baru.
Berangkat dari hak ketiga tersebut, merupakan sekedar contoh sebagai indikator Muhammadiyah dapat dikatakan melakukan peran politik alokatif; namun kelihatan peran itu belum maksimal, sebab pertama peran itu belum tampak, ketika sejumlah rancangan perundang-undangan itu sudah berada ditangan DPR. sikap itu kelihatannya "reaktif". Kedua, meskipun Muhammadiyah harus tampil lebih awal sebagai gerakan moral obligation, yakni mengembangkan moral berupa nilai-nilai keagamaan, sehingga konsep undang-undang itu sempat mendapat reaksi keras dari kalangan masyarakat, termaksud Muhammadiyah. Oleh sebab itu kelemahan gerakan yang bersifat "reaktif" itu mestinya harus digeser pada gerakan yang bersifat dinamis, sistimatis dan "proaktif" yaitu secara aktif melakukan politik alokatif.
Muhammadiyah : Tradisi Politik dalam Lintasan Sejarah
Sebagai organisasi keagamaan. Muhammadiyah memilih untuk terbebas dad afiuasi dengan kekuatan orsospol. Sebagaimana ditegaskan dalam "Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup, Muhamrnadiyah" tahun 1986. meski demikian tidak mengisolasikan diri dari perkembangan politik yang memiliki implikasi langsung terhadap kehidupan umat, masyarakat, bangsa dan negara. Ini merupakan tradisi yang tumbuh sejak Kongres Solo (1929), AR Fachruddin, ketua PP Muhammadiyah menyatakan secara sederhana, bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun tidak "buta" politik.
Disini pemahaman Muhammadiyah tentang politik merupakan pendekatan kultural artinya Muhammadiyah melakukan gerakan politik melalui kultur yang langsung dalam pendidikan, ekonomi sosial dan seni-budaya.Hal ini telah dirintis Muhammadiyah pada masa kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan (1912 -1923), K.H. Ibrahim (1923 - 1932), K.H. Hisyam (1932 - 1936), dan K.H. Mas Mansyur (1936 - 1942) dalam canangan yang strategik disebut "langkah dua belas". Karena itu Bosqoet (1949) dan Kahin (1959) melihat pendekatan kultural Muhammadiyah sebenarnya merupakan strategi melawan sistim dan hukum administrasi kolonial Belanda. Strategi demikian dalam kehidupan politik keummatan melahirkan dua konsep tumpuan dua kaki, oleh Sultan Mansur dirumuskan tathbiqul 'amal (pengaturan tata cara amaliah) dan tsaqafah Islamiyah jiwa kelslaman). Hubungan keduanya diibaratkan sebagai rel kereta dengan lokomotifnya, sehingga menumbuhkan ruhul ta'limul Islamiyah yaitu spiritualitas yang tumbuh dari pengetahuan Islam yang diamalkan.
Demikian Muhammadiyah akan mampu mengembangkan semangat tajdid fil Islam yang mengendalikan arah persyarikatan, melalui perkembangan proporsional antara misi ideologi dengan program kerja aktual dari pimpinan di tengah perkembangan politik nasional. Sikap politik Muhammadiyah kembali menonjol tatkala Amin Rais yang langsung menjadi ketuanya (PAN) dimasa orde Reformasi ini, menawarkan gagasan untuk kepeloporan Muhammadiyah dengan high politics.
Dengan begitu akan mampu mengambil alih isu-isu utama serta memecahkannya berdasarkan perspektif yang jelas. Ini akan meningkatkan daya guna perjuangan amar ma'ruf nahi mungkar melalui tauhid sosial. Maka, persoalannya adalan bagaimana merumuskan bentuk politik Muhammadiyah. Sebab dari tradisi politik Muhammadiyah ada benang merah untuk dapat menelaah bentuk politik Muhamnmadiyah, sehingga misi da'wah amar ma'ruf nahi mungkar dapat berjalan dengan baik.
Oleh sebab itu ada peluang untuk merumuskan sebuah format politik Muhammadiyah. Beberapa politik yang sering digunakan tokoh-tokoh pimpinan Muhammadiyah. Ada tiga macam yang digunakan dalam terma politik Muhammadiyali, pertama high politics, law politics yang kedua, dan ketiga allocation politics. Ketiga terma tersebut sebagai aplikasi dari pelaksanaan khittah perjuangan Muhammadiyah.
Persoalannya adalah bagaimana Muhammadiyah dapat merumuskan format politik berdasarkan khittah dan perjuangan Muhammadiyah. Dalam pada itu, Muktamar Muhammadiyah ke-36 menyatakan bahwa : 1. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal segala bidang kehidupan manusia dan kemasyarakatan, tidak mempunyai hubungan organisatoris dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun. 2. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari anggaran dasar, anggaran rumah tangga dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam persyerikatan Muhammadiyah.
Berdasarkan khittah tersebut, sekaligus memposisikan dan menempatkan persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi mungkar ke segenap penjuru lapisan masyarakat serta segala bidang kehidupan di negara Republik Indonesia tercinta yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut rumusan khittah Muhammadiyah hal yang dapat dipahami mengandung nilai politik adalah sebagai berikut : Dalam bidang politik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya dengan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah dapat membuktikan secara teoritis konsepsional, secara oprasional dan konkrit riil, bahwa sejarah Islam mampu mengatur masyarakat dalam negara Indonesia yang berpancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil makmur serta bahagia, materil dan spirituil yang diridhai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu Muhammadiyah tetap berpegang teguh kepada kepribadiannya.
Menurut Amin Rais mantan ketua MPR-RI, dalam kaitannya untuk kepentingan bangsa banyak orang bertanya kepada saya. mengapa saya selaku ketua PP. Muhammadiyah meributkan masalah kasus Busang dan Freeport. Saya perlu jelaskan di sini bahwa niat saya baik, nawaitu saya perlu jelaskan mengangkat kebenaran dan membela keadilan. Atau dalam bahasa Muhammadiyah saya hanya menjalankan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar. Semua itu demi kepentingan bangsa. Memang kalau amar ma'ruf saja mudah, tapi nahi mungkar mengandung banyak resiko. Tapi Insya Allah demi kepentingan bangsa, saya akan tetap menjalankan amar ma'ruf nahi mungkar.
Memang ada kesulitan untuk menentukan format politik Munammadiyah. Hal ini disebabkan Muhammadiyah melihat politik bukan satu-satunya jalan untuk melakukan perjuangan, melainkan politik hanyalah sebagian kecil dari gerakan Muhammadiyah, bahkan dipastikan politik sebagai alat mengembangkan dakwah Muhammadiyah.
Disamping alasan tersebut dapat dikatakan bahwa para anggota dan pimpinan Muhammadiyah sebagai bagian dari bangsa Indonesia, di mana bangsa ini telah mempunyai sistim politik Pancasila yang diakui oleh persyarikatan Muhammadiyah terutama pasca UU No. 8 th 1985. Oleh sebab itu untuk menyalurkan visi politik Muhammadiyah. dengan format tertentu, maka dapat dikatakan bahwa politik Muhammadiyah merupakan subsistim dari politik Pancasila dan UUD 1945 yang sudah final diakui Muhammadiyah dalam berbangsa dan bemegara.
Meskipun adanya kesulitan untuk melihat hal tersebut namun karena secara defacto, dapat dikatakan Muhammadiyah, menurut Amin Rais yang banyak bicara politik. Menurut Amin Rais untuk memahami politik melalui pendekatan moral abligation, yaitu akan menempatkan peran Muhammadiyah secara strategis dalam mengembangkan lembaga-lembaga yang dapat mendorong transformasi sosial politik secara evoluktif gradual, sehingga Muhammadiyah akan memperoleh bobot yang lebih diperhitungkan.
Berdasarkan analisa di atas maka dapat dipahami bahwa pola Amin Rais lebih tepat dikatakan high politic. Selanjutnya Amin Rais menjeiaskan bahwa sesungguhnya terjemahan yang tepat bagi high politic, tetapi politik yang luhur, adiluhung dan berdimensi moral etis. Bila sebuah organisasi menunjukkan sikap yang tegas terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme yang terkenal dengan KKN, mengajak masyarakat luas untuk memerangi ketidak-adilan, menghimbau pemerintah untuk terus menggelindingkan proses demokratisasi dan keterbukaan, maka organisasi tersebut sedang memainkan high politics.
Berdasarkan fenomena dan kenyataan yang berkembang dalam polifik Muhammadiyah, maka yang dapat dipahami bentuk politik Muhammadiyah dimungkinkan sebagai berikut : Pertama, bahwa moralitas politik, politik Muhammadiyah menjadi sebuah keharusan, disamping sebuah misi persyarikatan, juga sebagai muatan ideologis yang harus dipertanggung jawabkan. Karena itu bentuk high politic tampaknya lebih tepat. Kedua, bahwa tidak menutup kemungkinan pula untuk memainkan bentuk lain seperti "politik alokatif" dan "low politics ".
Untuk mengakhiri uraian ini ada baiknya penulis menyimpulkan, antara lain sebagai berikut : Pertama, bahwa adanya kenyataan dan perilaku politik Muhammadiyah mengalami kegagalan, karena bentuk politik yang ditampilkan untuk itu bertentangan dengan khittahnya, sebab ingin menjadi partai politik, seperti kasus Parmusi. kedua, karena moralitas politik sebuah keharusan, maka bentuk yang agak pas adalah high politics lain alternattf low politics dan politik alokatif. Ketiga, untuk keberhasilan pelaksanaan bentuk¬ bentuk politik itu. seperti partisipasi dan peran politik Muhammadiyah dalam penyusunan UU No 8/1985, UU Sistim Pendidikan Nasional, UUSPN tahun 2003 dll. banyak dibentuk oleh pengaruh pimpinan Muhammadiyah.
2. SEJARAH KEHIDUPAN PROF DR. DIN SYAMSUDDIN.
A. Riwayat Hidup Din Syamsuddin
Lahir di Sumbawa Besar 31 Agustus 1958 dari pasangan Syamsuddin Abdullah dan Rohana dengan nama M. Sirajuddin Syamsuddin. Din bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah NU di daerah kelahirannya, masing-masing tamat tahun 1968 dan 1972.Dia kemudian melanjutkan pelajaran ke Pesantren Gontor Ponorogo dan tamat tahun 1975. Seusai nyantri dia melanjutkan kuliah di fakultas Ushuluddin IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat
Dan meraih gelar BA (1979) dan sarjana (1982). Tahun 1986 mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di University of California Los Angeles (UCLA) meraih gelar Master of Art (MA) pada tahun 1988 dan Ph.D tahun 1991. Din menikah dengan Fira Beranata, putri dari keluarga pengusaha yang berasal dari Maninjau Sumatra Barat. Dari perkawinannya ini dia dikaruniai 3 orang anak laki-laki.
Din dikenal oleh kawan-kawannya sebagai orang yang hobi berorganisasi. Ketika masih di kampung, dia aktif sebagai ketua IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama) Cabang Sumbawa, dan dalam usia yang masih sangat muda aktif bertablig sehingga untuk ukuran kampungnya waktu itu dia dikenal sebagai mubalig cilik. Di Gontor dia juga terlibat dalam organisasi Pelajar Pesantren Modern Gontor. Salah satu bidang yang dia urus di pesantren tersebut adalah bidang penerangan dan informasi. Bakatnya semakin berkembang ketika dia menjadi mahasiswa. Dia aktif sebagai salah seorang ketua di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Cabang Ciputat (1978-1980) serta membimbing adik-adik pramuka di sekolah-sekolah Muhammadiyah di daerah Ciputat.
Tahun 1984-1985 Din terpilih sebagai salah seorang wakil ketua DPP Sementara IMM yang diamanati oleh PP Muhammadiyah untuk melakukan konsolidasi organisasi dan menyelenggarakan Muktamar IMM setelah organisasi tersebut lebih dari 7 tahun mengalami kevakuman, stagnasi, dan tidak bermuktamar. Tahun 1989, dalam Muktamar Pemuda Muhammadiah IX di Palembang, dia terpilih sebagai Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah periode 1989-1993 menggantikan seniornya M. Habib Chirzin. Dalam Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995 namanya sudah mulai banyak dibicarakan dan masuk ke dalam bursa calon anggota PP Tahun 2000 dalam Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta Din terpilih meraih suara terbanyak kedua setelah Prof. Dr. Ahmad Syafi'i Ma'arif. Dia duduk sebagai salah seorang wakil Ketua PP Muhammadiyah periode 2000-2005.
Selain di ortom Muhammadiyah, Din juga aktif sebagai wakil ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI/KNPI) tahun 1990-1993, Anggota Dewan Penasihat (1990-1995), Wakil Sekretaris Dewan Penasihat (1995-2000) dan anggota Dewan Pakar (2000-2005) ICMI Pusat. Hingga sekarang, Din menjadi Ketua Indonesian Committee on Religion and Peace dan salah seorang presiden dari Asian Con¬ference on Religion and Peace.
Saat ini Din juga menjadi Sekretaris Jenderal MUI Pusat (2000-2005). Di bidang politik Din aktif di kepengurusan Golkar sejak tahun 1993-1998 di bawah kepemimpinan H. Harmoko, kemu¬dian menjadi wakil Sekjen pada periode Akbar Tandjung (tahun 1998-dan kemudian mengundurkan diri pada bulan Februari 1999). Din pernah menjadi anggota MPR RI (1997- 1999) dan Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan MPR RI (1998). Din juga pernah berpengalaman di birokrasi. Dia pernah menjadi Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (BINAPENTA) Departemen Tenaga Kerja (Mei 1998-Juni 2000) masa kementrian Fahmi Idris.
Din sehari-hari bertugas sebagai dosen di IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1982-sekarang. Dia juga mengajar di program Pascasarjana di universitas yang sama sejak tahun 1991 dan di beberapa program Pascasarjana seperti di UI, IAIN Syarif Kasim Pekanbaru dan di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Di universitas yang terakhir ini, bersama dengan beberapa koleganya, Din merintis mendirikan program Pascasarjana Studi Islam yang kemudian menjabat sebagai Ketua Program sejak tahun 1995-2000. Dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Pemikiran Politik Islam IAIN Syahid Jakarta pada bulan Februari 2001.
Pengalaman internasional yang dimili¬kinya, yaitu sebagai peserta assembly V dan V dari World Conference on Religion and Peace (WCRP) masing-masing di Nairobi Kenya (1984) dan Melbourne Australia (1989), Riva Del Garba Italia (1994); peserta assembly III, IV, V dari Asian Conference on Religion and Peace (ICRP) masing-masing di Seoul Korea (1987), Nepal Kathmandu (1991) dan Ayuthaya Thailand (1994). Din juga sering tampil di forum-forum internasional sebagai pembicara seperti dalam Cristian Dialogue (Manila, Philiphina 1994), forum International Seminar on Social Sciences in Southeast Asia, CASA, Amsterdam Belanda (1995). Dia sudah mengunjungi lebih dari 20 negara di dunia dan beberapa negara sudah dikunjunginya berkali-kali.
Tidak sedikit karya tulisnya yang telah diselesaikan, tetapi baru beberapa buah yang sudah diterbitkan, antara lain Islam dan Politik Islam and Politics in Indonesia: The Case of Muhammadiyah in Indonesia's New Order (2000), Usaha Pencarian Konsep Negara dalam Sejarah Pemikiran Politik Islam yang diterbitkan pada tahun 1999.
B. Din Syamsuddin Terpilih Sebagai Ketua Umum PP Muhmmadiyah (Periode tahun 2005-2010)
Dalam pemilihan Ketua Umum PP Muhammadiyah, 13 orang Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebelumnya dia meraih suara terbanyak. Din menggantikan Ahmad Syafi'i Ma'arif. Penghitungan suara pemilihan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 itu berlangsung selama 2,5 jam sejak pukul 21.10 WIB hingga tengah malam Selasa 5/7/2005 di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Din Syamsuddin meraih 1.718 suara, disusul Haidar Nashir di urutan kedua 1.374 suara. Muhammad Muqadas 1.285 suara urutan ketiga. Urutan keempat Malik Fadjar 1.277, kelima Yunahar Ilyas dengan 1.264, keenam Rosyad Sholeh 1.209, ketujuh Dahlan Rais 1.135, kedelapan Goodwill Zubeir 934, kesembilan Zamroni 910, ke-10 Mukhlas Abror 897, ke-11 Bambang Sudibyo 881, ke-12 Fasichul Lisan 802, dan ke-13 Sudibyo Markus 776 suara. Sebanyak 2.041 orang dari 2.150 orang muktamirin (peserta muktamar) menggunakan hak pilihnya. Suara sah 1.954, tidak sah 87 dan yang tidak menggunakan hak pilih 11 orang.
Muktamirin memilih 13 orang di antara 39 orang yang telah ditetapkan dalam sidang tanwir sebelumnya menjadi pimpinan pusat (PP).
Ke-13 nama terpilih itu kemudian diajukan ke sidang pleno ke-7 tentang Din dikenal oleh kawan-kawannya sebagai orang yang hobi berorganisasi. Ketika masih di kampung, dia aktif sebagai ketua IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama) Cabang Sumbawa, dan dalam usia yang masih sangat muda aktif bertablig sehingga untuk ukuran kampungnya waktu itu dia dikenal sebagai mubalig cilik. Di Gontor dia juga terlibat dalam organisasi Pelajar Pesantren Modern Gontor. Salah satu bidang yang dia urus di pesantren tersebut adalah bidang penerangan dan informasi. Bakatnya semakin berkembang ketika dia menjadi mahasiswa. Dia aktif sebagai salah seorang ketua di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Cabang Ciputat (1978-1980) serta membimbing adik-adik pramuka di sekolah-sekolah Muhammadiyah di daerah Ciputat.
Tahun 1984-1985 Din terpilih sebagai salah seorang wakil ketua DPP Sementara IMM yang diamanati oleh PP Muhammadiyah untuk melakukan konsolidasi organisasi dan menyelenggarakan Muktamar IMM setelah organisasi tersebut lebih dari 7 tahun mengalami kevakuman, stagnasi, dan tidak bermuktamar. Tahun 1989, dalam Muktamar Pemuda Muhammadiah IX di Palembang, dia terpilih sebagai Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah periode 1989-1993 menggantikan seniornya M. Habib Chirzin. Dalam Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995 namanya sudah mulai banyak dibicarakan dan masuk ke dalam bursa calon anggota PP Tahun 2000 dalam Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta Din terpilih meraih suara terbanyak kedua setelah Prof. Dr. Ahmad Syafi'i Ma'arif. Dia duduk sebagai salah seorang wakil Ketua PP Muhammadiyah periode 2000-2005.
Selain di ortom Muhammadiyah, Din juga aktif sebagai wakil ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI/KNPI) tahun 1990-1993, Anggota Dewan Penasihat (1990-1995), Wakil Sekretaris Dewan Penasihat (1995-2000) dan anggota Dewan Pakar (2000-2005) ICMI Pusat. Hingga sekarang, Din menjadi Ketua Indonesian Committee on Religion and Peace dan salah seorang presiden dari Asian Con¬ference on Religion and Peace. Saat ini Din juga menjadi Sekretaris Jenderal MUI Pusat (2000-2005).
Di bidang politik Din aktif di kepengurusan Golkar sejak tahun 1993-1998 di bawah kepemimpinan H. Harmoko, kemu¬dian menjadi wakil Sekjen pada periode Akbar Tandjung (tahun 1998-dan kemudian mengundurkan diri pada bulan Februari 1999). Din pernah menjadi anggota MPR RI (1997- 1999) dan Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan MPR RI (1998). Din juga pernah berpengalaman di birokrasi. Dia pernah menjadi Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (BINAPENTA) Departemen Tenaga Kerja (Mei 1998-Juni 2000) masa kementrian Fahmi Idris.
Din sehari-hari bertugas sebagai dosen di IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1982-sekarang. Dia juga mengajar di program Pascasarjana di universitas yang sama sejak tahun 1991 dan di beberapa program Pascasarjana seperti di UI, IAIN Syarif Kasim Pekanbaru dan di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Di universitas yang terakhir ini, bersama dengan beberapa koleganya, Din merintis mendirikan program Pascasarjana Studi Islam yang kemudian menjabat sebagai Ketua Program sejak tahun 1995-2000. Dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Pemikiran Politik Islam IAIN Syahid Jakarta pada bulan Februari 2001.
Pengalaman internasional yang dimili¬kinya, yaitu sebagai peserta assembly V dan V dari World Conference on Religion and Peace (WCRP) masing-masing di Nairobi Kenya (1984) dan Melbourne Australia (1989), Riva Del Garba Italia (1994); peserta assembly III, IV, V dari Asian Conference on Religion and Peace (ICRP) masing-masing di Seoul Korea (1987), Nepal Kathmandu (1991) dan Ayuthaya Thailand (1994). Din juga sering tampil di forum-forum internasional sebagai pembicara seperti dalam Cristian Dialogue (Manila, Philiphina 1994), forum International Seminar on Social Sciences in Southeast Asia, CASA, Amsterdam Belanda (1995). Dia sudah mengunjungi lebih dari 20 negara di dunia dan beberapa negara sudah dikunjunginya berkali-kali.
Tidak sedikit karya tulisnya yang telah diselesaikan, tetapi baru beberapa buah yang sudah diterbitkan, antara lain Islam dan Politik Islam and Politics in Indonesia: The Case of Muhammadiyah in Indonesia's New Order (2000), Usaha Pencarian Konsep Negara dalam Sejarah Pemikiran Politik Islam yang diterbitkan pada tahun 1999.
Pemilihan dimulai pukul 09.00 hingga pukul 17.30 bertempat di Dome UMM dengan suara pertama diberikan Syafi’i Ma’arif, ketua PP Muhammadiyah periode 2000-2005. Kemudian, diikuti pengurus PP yang lain, seperti A. Malik Fadjar, Din Syamsuddin, Rosyad Sholeh, Amin Abdullah, Haedar Nasir, Goodwill Zubair, Abdul Munir Mulkan, dan Hajriyanto Y. Thohari. Bambang Sudibyo tidak ikut memilih karena kesibukannya selaku Mendiknas di Jakarta.
Disusul utusan dari pengurus wilayah (PW), pengurus daerah (PD), dan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah. Mereka memberikan suara dengan cara menuliskan 13 nama dari 39 daftar calon dalam surat suara di delapan bilik. Senjutnya, mulai pukul 21.30, panitia pemilihan dengan para saksi yang telah ditetapkan muktamar menghitung suara di ruang tertutup. Penghitungan berlangsung 2,5 jam hingga tengah malam. Tahapan itu berbeda dengan pemilihan pimpinan ormas lain dan parpol yang biasanya dilaksanakan secara terbuka. Panitia penghitungan suara sudah disumpah.
2.Kualitas Keilmuan Din Syamsuddin
Berdasarkan uraian disekitar kehidupan Din Syamsuddin, baik dalam perjalanan studi maupun dalam perjalanan kariernya, maka terlihatlah kalau Din Syamsuddin sejak kecil sudah berkecimpung dalam ber-dakwah (Mubaligh Kecil) dan merupakan seorang yang arif bijaksana baik dari segi keilmuan ke-Islamannya maupun dalam segi yang lainnya.
Dan kenyataan kualitas sebagai seorang yang telah dalam Muhammadiyah dinyatakan pula secara langsung oleh keluarga Muhammadiyah maupun yang lainnya. Dari segi keserjanaan yang dicapainya Din adalah orang yang cukup intelektual dan berbobot dan bermutu serta kelebihan dalam pendekatannya baik dengan umat sebagai objek dakwah maupun dalam pendekatannya dengan birokrasi pemerintahan masa kini (SBY JK) sebagai kelancaran dalam berdakwah sangat memikat hati umat.
Disamping persaksian dikalangan persyarikatan maupun umat pada umumnya, disini akan penulis paparkan secara singkat bukti-bukti yang otentik akan keintelektualan dan keulamaan,. Yang ditandai dengan karya-karya tulisannya yang antara lain : Tidak sedikit karya tulisnya yang telah diselesaikan, tetapi baru beberapa buah yang sudah diterbitkan, antara lain Islam dan Politik Islam and Politics in Indonesia: The Case of Muhammadiyah in Indonesia's New Order (2000), Usaha Pencarian Konsep Negara dalam Sejarah Pemikiran Politik Islam yang diterbitkan pada tahun 1999.
Hingga hari ini Din Syamsuddin tetap berkiprah demi mencapai Negara yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi toto tentram kerto raharjo hidup bahagia dan sejahtera yang diridhoi Allah SWT
C.Pokok-Pokok Pikiran Din Syamsuddin
Din Syamsuddin dilihat dari sejarah perjuangan dalam persyarikatan Muhammadiyah dan kariernya, terlihat bahwa pada dirinya sebagai seorang yang pandai berbicara dan mempunyai ide-ide cemerlang yang lahir dari dirinya. Kondisi ini sangatlah wajar karena pendidikan formalnya yang dari kecil giat dan aktif berorganisasi bahkan sering menjadi ketua/pemimpin, dan ia sejak kecil senang berdakwah (mubaligh kecil).
Selanjutnya Din adalah seorang yang senang berdakwah tentu yang dipikirkan olehnya perkembangan umat dan rekayasa politik alokatif. Sebagaimana sering diucapkan olehnya, politik alokatif adalah politik mengalokasikan nilai-nilai tertentu ke dalam kerangka proses politik berdasarkan konstitusi yang telah menjadi konsensus bersama. Nilai-nilai tertentu dimaksudkan ialah nilai keislaman yang senantiasa dibawa kedalam misi dan perjuangan secara matang dan sejarah (tarikh) merupakan alat pijakan yang mengakar ke bumi.
Setelah beberapa saat lamanya menjadi Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah periode 1989-1993 menggantikan seniornya M. Habib Chirzin. Dalam Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995 namanya sudah mulai banyak dibicarakan dan masuk ke dalam bursa calon anggota PP Tahun 2000 dalam Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta Din terpilih meraih suara terbanyak kedua setelah Prof. Dr. Ahmad Syafi'i Ma'arif. Dia duduk sebagai salah seorang wakil Ketua PP Muhammadiyah periode 2000-2005, dan pada tahun 2005 – 2010 ia terpilih menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah. Selama dalam meniti perjuangan dan kariernya sebagai ketua Umum, nafas Islam dan misi pergerakan selalu terbawa, sehingga Din selalu memperjuangan nilai-nilai Islam yang sudah tertanam dalam jiwanya.
Pemikiran Din tentang dakwah untuk mewujudkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Amar Makruf Nahi Munkar, terkait dengan delapan ayat yang berbicara masalah ini, tersebar dalam lima surat, dua makkiyah dan tiga madaniyah. Yang makkiyah adalah surat Al-A’raf ayat 157 dan surat Lukman ayat 17. Kemudian yang madaniyah adalah surat adalah surat Ali-Imran ayat 104, 110, dan ayat 114, surat Al-Taubah ayat 71 dan 112, surat Al-Hajj ayat 41.
Posisi sebagai umat yang terbaik (seperti pada ayat-ayat diatas) hanyalah mungkin dicapai bila dakwah kepada kebajikan, suruhan kepada orang yang makruf dan pencegahan terhadap yang munkar Tapi harus diingat bahwa AMNM meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia; sosial politik,, ekonomi, budaya, hukum, dan iptek. Masyarakat yang demikin ini cenderung manusia terperangkap kedalam kerangka sistem budaya dan teknologi sedemikian rupa sehingga dirinya menjadi komponen yang amat netral dari sistem.Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai yang seharusnya manusia sebagai khalifah fil ardhi dan pengendali di bumi ini baik itu budaya maupun teknologinya malahan menjadi sub-ordinate terhadap system budaya dan teknologi tersebut.
Pemikiran Din Syamsuddin tentang Rekayasa Politik Muhammadiyah untuk amrun bil al-makruf wa al-nahyu ani al-munkar (sesuai ayat Qs Ali Imran 104), adalah tugas Rasul, tugas umat dan komunitas yang beriman, tugas mereka yang punya kedudukan kokoh di muka bumi, termasuk di dalamnya pemerintah. Din belum menampakkan peranan yang besar, dalam politik alokatif. Din melalui pernyataan-pernyataannya AMNM yang sangat jitu dan bagus dalam membuatnya sehingga orang terkesan dan mengakui akan kebenarannya memang harus di pikirkan secara mendalam dan direnungkan secara baik. Din dengan Muhammadiyahnya sebagai sarana untuk memperlancar pelaksanan dakwah, yang ia sangat konsisten dengan dengan komitmen dakwahnya. Dan Din memerlukan mitra kerja patner kerja sebagai tangan panjang dari gerakan Muhammadiyah, dipegang teguh olehnya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Sesuai dengan Undang-Undang ke-ormasan no.8 tahun 1985, mengenai pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya azas dan juga muktamar ke 41 di Surakarta, bahwa Muhammadiyah dengan tegas menyebutkan azas Pancasila pada bab II pasal 2 anggaran dasar Muhammadiyah, ini mendorong kepada Muhammadiyah agar bertambah sungguh-sungguh dalam memurnikan dan memperkokoh akidah Islamiyah untuk itu Muhammadiyah harus mampu berhubungan dengan siapa saja.
Untuk itu Din dengan Muhammadiyah harus menjadi kawan orang banyak dan sekaligus mempunyai pendekatan baik kepada umat sebagai objek dakwah yang bersifat ngayomi (melindungi), maupun kepada organisasi kemasyarakatan yang lain dan kepada pemerintah sebagai kelancaran dalam berdakwah.
Keserbawajahan (dzu wujuh) Muhammadiyah kali ini, merupakan konsekwensi logis dari konsepsi dakwah yang dianutnya. Karena Muhammadiyah adalah sebuah gerakan dakwah Islam sedangkan Islam adalah agama rahmatan lil alamien (kebahagiaan umat sedunia).
3. STRATEGI DAKWAH DAN POLITIK MUHAMMDIYAH PERIODE KEPEMIMPINAN DIN SYAMSUDDIN
Tinjauan Politik dalam Muhammadiyah
Sebelum menerangkan lebih jauh, akan penulis jelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian berikut ini, untuk membatasai suatu pengertian pemikiran politik Muhammadiyah, beberapa pengertian itu, antara lain; High Politics adalah politik tinggi Dalam pemikiran politik Muhammadiyah, kami akan sedikit menjelaskan tentang pengertian politik, antara lain: High Politics adalah politik tinggi dalam pengertian yang luhur dan berdemensi moral etis, bersikap tegas terhadap korupsi, mengajak masyarakat luas untuk memerangi ketidakadilan, menghimbau pemerintah untuk terus menerus menggelindingkan proses demokrasi dan keterbukaan. Sedangkan Low Politik adalah politik yang terlalu praktis, berorientasi kepada melakukan gerakan dan manuver politik untuk memperebutkan kursi DPR, minta bagian dilembaga eksekutif, membuat kelompok penekanan, membangun lobi serta berkasak- kusuk mempertahankan atau memperluas adanya vested – interest.
M.Amien Rais mengungkapkan dalam buku: Moralitas Politik Muhammadiyah sebagai berikut: “……High Politics adalah politik yang luhur, adiluhung dan berdimensi moral etis. Sedangkan Low Politics adalah politik yang terlalu praktis dan seringkali cenderung nista” Sedangkan alokasi politik, menurut pendapat Din Syamsuddin adalah pengalokasian nilai-nilai keislaman kedalaman kerangka proses politik berdasarkan konstitusi yang telah menjadi konsensus bersama.
A.Muhammadiyah diantara nilai Agama dan Moral Politik Suatu Tinjauan Dakwah
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan bagian dari daya kreatif hasanah pemikiran keislaman. Oleh karena itu perkembangan Muhammadiyah adalah sebuah dinamika dan mekanisme hubungan antara daya kreatif intelektual muslim dengan pasang surutnya gelombang persoalan hidupnya dengan nilai dan kaidah ajaran Islam. Kelahiran dan kemajuan Muhammadiyah mencerminkan suatu kerangka berpikir yang rasional dan metodologis yang berupa pola sikap dan tindakan anggota, kehidupan organisasi dan masyarakat luas secara universal.
Perkembangan Muhammadiyah sebagai organisasi dan gerakan yang berciri Islam, dakwah dan tajdid mengendalikan suatu mata rantai hubungan histories dan dialog antara dimensi normative (wahyu Ilahy) dengan dimensi objektif umat yang merupakan daya kreatifnya. Mata rantai dialogis tersebut mendorong dinamika sejarah yang senantiasa berkembang dan berubah.
Aktivitas dakwah bagi Muhammadiyah adalah merupakan upaya kreatif mengatasi berbagai persoalan kehidupan masa depan Muhammadiyah juga umat Islam adalah akan ditentukan oleh kemampuan sejauhmana dapat memberikan jawaban terhadap persoalan dan tantangan, disiplin kesediaanya menerima dan mengelola sikap kritis para warga Muhammadiyah. Maka sudah waktunya disadari bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang dakwah dan muhasabah pemikiran ke-Islaman tentu berbagai dampak modernisasi sosial, ekonomi dan politik tentulah sangat berpengaruh terhadap gerak dan dinamika persyarikatan.
Bagi persyarikatan Muhammadiyah, dakwah adalah merupakan proses secara keseluruhan untuk mengajak manusia kepada Dinul Islam yang dapat dilakukan melalui berbagai aspek aktivitas Muhammadiyah dalam bidang tabligh, pendidikan, sosial ekonomi dan politik yang diselenggarakan dalam rangka pengembangan potensi umat khususnya potensi warga Muhammadiyah yang berdimensi pengembangan masyarakat. Menghadapi tantangan demi tantangan, adalah keharusan bagi persyarikatan Muhammadiyah untuk menata kembali strategi dakwahnya, dalam arti berorientasi kemasa depan atau keakandatangan. Dalam kontek ini Din Syamsuddin mengatakan:
“Agaknya Muhammadiyah perlu mengembangkan berbagai bentuk dan tipologi dakwah dengan memberikan penekanan pada: Pertama, pendayagunaan media-massa, guna menciptakan citra yang positif tentang Islam, bisa disebutkan sebagai dakwah li al-shi’ar (dakwah untuk syiar), dakwah dalam bentuk ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana kondusif bagi terselenggaranya proses dakwah itu sendiri. Kedua, pengembangan peranan politik yang signifikan sebagai aktualisasi dari amar makruf nahi munkar, bisa disebut dakwah bi al-Siyasah (dakwah dengan politik).
Keserbawajahan organisasi Muhammadiyah sebagai persyarikatan dan organisasi yang bergerak di bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar, menyentuh pada semua bidang dalam hal ini tak luput pula dimensi politik. Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik disini perlu sedini mungkin dijelaskan bahwa politik yang dimaksudkan bukan dalam dalam arti politik praktis yakni keterlibatan pemilihan umum dan perwakilan dilembaga legislative, politik seperti ini dapat juga dinamakan politik konstitusional yang biasanya dibedakan dengan politik alokatif.
B. Politik dan Dakwah Muhammadiyah Periode Kepemimpinan Din Syamsuddin
Secara mikro peranan Din Syamsuddin kurang tampak, tapi secara universal , pak Din banyak membawa Muhammadiyah, khususnya dalam bidang persatuan dan perdamaian dunia Din dalam berbagai pernyataan politik Dakwah Muhammadiyah antara lain pada pergolakan politik di tanah air banyak memberikan pernyataan-pernyataan terbukanya. Din dalam Muhammadiyah juga ikut andil dalam menegakkan amrun bi al-makruf dan nahyu ani al-munkar, dan berpolitik alokatif ada beberapa pernyataan politik dan dakwahnya yang sampai hari ini penulis catat, antara lain :
1. Ketika terjadi tindak kekerasan Aksi FPI yang dinilai Coreng Islam. Dimana berbagai kalangan mengecam aksi brutal massa Front Pembela Islam (FPI) yang menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AK-KBB) di Tugu Monas pada tanggal 1 Juni 2008. Mereka meminta aksi seperti itu diakhiri.
Sekitar 500 orang. Anggota FPI menyerbu aktivitas AK-KBB saat anggota aliansi itu hendak melakukan long march menuju Bundaran HI untuk memperingati Hari Lahir Pancasila. Massa FPI merangsek dan mengayun-ayunkan bambu. Mereka juga memukul dan menendang anggota aliansi, yang sebagaian diantaranya para ibu dan anak-anak. Sebanyak 12 orang dilarikan ke rumah sakit karena terluka.
Pernyataan ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan tindak kekerasan itu bertentangan dengan ajaran Islam. “Itu merupakan penyalahgunaan agama. Selain merusak citra Islam, aksi seperti itu adalah tindak kriminal yang harus diusut dan dikenai sanksi hukum”. Tandas Din.
Kecaman terhadap aksi kekerasan FPI Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan kembali ketika diterima Presiden menilai aksi kekerasan di Monas adalah kriminilitas nyata, dimana Negara dituntut lebih berani dan tegas “Kita tidak ingin Indonesia terjebak dalam tindak kekerasan yang hanya akan menghancurkan kehidupan bersama kita sebagai bangsa yang majemuk berdasarkan Pancasila” ujarnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, umat Islam perlu menerima dengan baik SKB Tiga Menteri terkait Ahmadiyah, dengan segala kekurangannya.”Itulah yang dapat dilakukan pemerintah berdasarkan hukum yang berlaku di Tanah Air kita.” Din menilai, kalimat memperingatkan memberi peringatan dan memerintahkan kepada umat dan pengurus Ahmadiyah untuk menghentikan kepada semua kegiatan yang tak sesuai dengan penafsiran agama Islam cukup memadai. Menurut Din, sudah saatnya Ahmadiyah menghentikan segala aktivitasnya yang menyimpang dari pandangan agama Islam yang baku.
Pihaknya mengajak seluruh umat dan Organisasi Masa Islam untuk melakukan dakwah dan merangkul angota jamaah Ahmadiyah agar kembali kepangkuan akidah Islam. Menurut Din, Fatwa MUI dan keputusan pemerintah itu perlu ditindak lanjuti dengan pendidikan dan dakwah. Jamaah Ahmadiyah itu perlu dijadikan sasaran dakwah, tentunya dengan dakwah dengan baik (bilhikmah).” tegasnya.
2. Peranan Din dalam bidang Dakwah Islamiyah, sangat banyak dan memberikan bukti nyata dalam perkembangannya. Misalnya dalam menjalin hubungan dakwah dan politik dengan Golkar, seperti misalnya ketika ia mendapat kunjungan DPP Partai Golkar, di Jakarta. Dalam kunjungan itu, DPP Partai Golkar dipimpin langsung oleh Ketua Bidang Keagamaan, Priyo Budi Santoso, yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Priyo Budi Santoso mengatakan, kedatangannya ke PP Muhammadiyah itu untuk menjalin tali silaturahmi dengan tokoh agama dan organisasi massa (ormas) besar. "Kami sudah lama berencana melakukan kunjungan ini dan kebetulan Muhammadiyah yang pertama kali untuk dikunjungi, katanya.
Pada saat yang sama, Partai itu juga mengagendakan pertemuan dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pimpinan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Ketum PB Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Muzadi. Ia mengatakan alasan lainnya DPP Golkar menemui tokoh agama itu juga tidak terlepas dari arah partai, yakni nasionalis religius.
"Kita tahu bahwa konstituen kita itu berasal dari berbagai agama hingga perlu dilakukan silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama," katanya. Selain itu Partai Golkar juga menginginkan adanya pencerahan setelah cemas melihat radikalisasi agama hingga diperlukan "sowan" dengan tokoh agama yang sejuk dan moderat. Golkar juga mengundang Din Syamsuddin untuk berdakwah mengisi acara Isra` Mi`raj yang diadakan DPP Partai Golkar. Sebuah penghargaan besar bagi Muhammadiyah atas kunjungan dari partai besar seperti Golkar tersebut.
Din Syamsuddin juga mengatakan "Kami juga akan menjalin kedekatan serupa dengan parpol lainnya, tidak hanya pada Partai Golkar saja," Kendati demikian, ia mengakui jika dirinya memiliki ikatan batin dengan Partai Golkar karena dalam perjalanan hidupnya pernah menjabat sebagai Ketua Litbang dan Wasekjen Partai Golkar. "Tapi itu merupakan episode masa lalu saya, tapi sekarang netral mengingat Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis," katanya.
3. Sebuah pernyataan Din Syamsuddin kepada DPP PDI perjuangan saat di daulat berbicara pada peringatan HUT Pertama Baitul Muslimin Indonesia (BMI) di kantor PDI perjuangan; “Partai-partai berwatak nasionalis atau dalam posisi tengah (median position), seperti posisi PDI Perjuangan memiliki masa depan yang baik di Indonesia. Din yang mengaku salah satu penggagas terbentuknya BMI itu menilai, sudah saatnya menghapus dikotomi partai nasionalis versus partai berbasis agama (Islam). "Ini hanya mengganggu keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk. Dan ke depan, kehadiran BMI sebagai sayap organisasi nasionalis amat strategis," kata Din Syamsuddin.
Partai-partai nasionalis yang inklusif (terbuka) seperti PDI Perjuangan, menurut dia, memiliki peran sangat vital untuk membangun Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. "Saya kira jangan cuma sayap Islam saja, tetapi PDI Perjuangan juga bisa menggalang kekuatan-kekuatan lain di masyarakat yang sama-sama menghormati pluralitas dan berjiwa toleran," tegasnya. Mengenai kehadiran BMI sebagai organisasi sayap PDI Perjuangan itu sendiri, Din Syamsuddin mengatakan, ditujukan untuk memperkaya khazanah pembinaan umat Islam di Indonesia yang selama ini hanya diklaim NU yang memiliki umat binaan sekitar 45 juta orang dan Muhammadiyah sekitar 35 juta orang.
4. Pernyataan Din Syamsuddin pada peresmian Pusat Kajian Prof.Dr. Hamka : Sebuah lembaga pengkajian dan pengembangan yang memakai nama salah satu tokoh Islam terkemuka Indonesia resmi didirikan. “Kehadiran sebuah pusat kajian sangat kita perlukan saat ini, apalagi demi untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran Islam yang relevan dengan tuntutan zaman saat ini dan mendatang,”
Lembaga yang diluncurkan oleh Din Syamsuddin ini diberi nama Pusat Kajian Prof Dr Hamka. Lembaga yang berkantor di Jl Limau II Kebayoran Baru Jakarta Selatan ini menjadi salah satu institusi yang ada di Universitas Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta. Sejarawan Prof Dr Taufik Abdullah pada saat peluncuran tampil berbicara dengan topik: “Buya Hamka, aktor di atas pentas sejarah pemikiran Islam di Indonesia”.
Menurut Din, ada tiga hal yang perlu dikembangkan oleh Pusat Kajian Prof Dr Hamka. Pertama tentu saja, melakukan kajian tentang berbagai pemikiran Prof Dr Hamka yang dikenal sebagai seorang ulama besar, sastrawan, cendekiawan dan juga termasuk tokoh Muhammadiyah. Kedua, lembaga ini perlu melakukan berbagai studi atau kajian tentang berbagai kiprah dan pemikiran Muhammadiyah mulai dari sejak awal pendiriannya, perkembangannya sampai saat ini, serta bagaimana visinya ke depan. Ketiga, melakukan kajian tentang pemikiran Islam sendiri.
Din Syamsuddin mengatakan, universitas atau lembaga pendidikan tinggi yang ada di lingkungan Muhammadiyah perlu mengembangkan berbagai macam pusat kajian. Lembaga ini nantinya akan dapat mengangkat citra dan kualitas lembaga pendidikan Muhammadiyah. Din berharap, pusat kajian betul-betul menjadi perhatian serius dari perguruan tinggi Muhammadiyah. “Perlu diingat, lembaga-lembaga pendidikan tinggi di AS dan Negara-negara Eropa dikenal luas lewat pusat-pusat kajiannya yang menghasilkan berbagai produk penelitian,” kata Din, gurubesar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
5. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Din Syamsuddin MA Tolak Asas Tunggal Parpol upaya sejumlah partai politik yang mengusulkan pencantuman asas tunggal Pancasila sebagai asas partai politik. Din mengemukakan hal itu ketika dikonfirmasi di sela-sela memberikan pengajian ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim di Asrama Haji Surabaya, "Demokrasi juga mengakui kemajemukan. Apalagi bangsa kita ini majemuk maka asas partai politik biarkan saja majemuk, toh selama ini sudah jalan, jangan kembali kepada pendekatan lama yang kembali kepada asas tunggal," katanya menegaskan. Menurut Din, biarkan Pancasila tetap sebagai dasar negara tetapi implementasi dan manifestasi dari kelompok-kelompok masyarakat biarkan saja berbeda.
"Dengan demikian, kalau ada partai yang menggunakan asas Islam mereka tetap Pancasilais, tidak perlu didesakkan. Ide asas tunggal itu kembali ke belakang, yang sudah berjalan pada era reformasi ini sudah bagus," katanya. Din mengharapkan, agar asas partai politik bisa diserahkan ke masing-masing partai.
Kelanjutan dari kesepakatan tersebut ; Fraksi-fraksi di DPR, tidak mencapai kata sepakat soal penerapan Pancasila sebagai asas partai politik. Mereka menyerahkan pembahasan soal tersebut kepada Panitia Kerja (Panja) DPR. "Segala ikhtiar sudah dicoba, termasuk melalui lobi. Kalau (pengambilan keputusan) lewat voting, itu tidak benar.
Kenapa soal (asas partai) di-voting. Menjadi sebuah pertanyaan besar. Apakah republik ini sudah kehilangan adat ketimuran untuk musyawarah. Karena itu, soal asas Pancasila akan dibawa ke Panja," kata Ketua Pansus Rencana Undang-Undang Partai Politik, Ganjar Pranowo. Sebelumnya, soal asas Pancasila menjadi perdebatan di antara fraksi-fraksi. Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi Partai Demokrat mengusulkan agar asas Pancasila dicantumkan secara eksplisit dalam Rencana Undang-Undang Partai Politik. Sementara fraksi-fraksi lain, khususnya fraksi parpol Islam, menghendaki pencantuman asas parpol secara implisit. Bahkan, bila perlu soal itu dihapus, sehingga tidak menimbulkan perdebatan.
6. Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengakui bahwa syahwat politik Nahdatul Ulama (NU) lebih besar daripada Muhammadiyah khususnya dalam berkancah di panggung politik dan parpol di Indonesia.Menurut Din, hal itu bisa dilihat dari majunya para calon kepala daerah yang berasal dari NU untuk pilkada di beberapa wilayah khususnya di Jawa. “Saya akui NU syahwat politiknya untuk terjun berpolitik lebih besar daripada Muhammadiyah terutama di Jawa. Itu juga bisa dilihat misalnya dari penelitian mahasiswa S3 asal Korea Eunsook Yung belum lama ini,” kata Din di Yogyakarta.
Menurut Din Syamsuddin selain itu dari sisi kesejarahan bisa dilihat pula bahwa NU pada masa lalu pernah menjadi sebuah partai politik sedangkan Muhammadiyah belum pernah. Din menambahkan Muhammadiyah selama ini lebih berkonsentrasi untuk kaderisasi internal kultural massanya daripada berkiprah di politik kepartaian. Kondisi seperti ini kata Din bisa menguntungkan namun bisa juga merugikan bagi NU maupun Muhammadiyah sendiri. “Ya jelas merugikan kalau misalnya partai nya kalah dalam pilkada. Belum lagi jika justru memantik berbagai konflik horizontal antar massa maupun internal NU dan Muhammadiyah sendiri,” jelasnya.
Di sisi lain Din Syamsuddin mengatakan bahwa politik Muhammadiyah menyebar ke berbagai organisasi dan partai politik dan tidak terfokus pada satu golongan/partai politik. Ini secara jelas bisa dilihat dari orang-orang Muhammadiyah yang menampati posisi di parpol seperti Golkar, PPP,PKS, PBB, PAN, bahkan PKB sendiri. “Di DPR justru dari 550 anggota, 161 orang Muhammadiyah ada di Golkar. Kalau di PAN hanya separuhnya mungkin dari 53 atau 56 anggota di sana,” tutup Din.
7. Kontroversi pelarangan aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), diprediksi masih akan berlanjut seiring akan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) pemerintah tentang status Ahmadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin menyatakan, jika terkait keyakinan, pemerintah tidak boleh melakukan intervensi.
Lalu, tak setujukah ia dengan keluarnya SKB tersebut? "Eksistensi sebuah kelompok itu urusan negara, tapi dalam hal ini negara tidak boleh melakukan intervensi masalah keyakinan. Masalah paham itu dijamin HAM dan konstitusi. Pemerintah hanya bisa memasuki wilayah sosialnya. Jika ada sebuah kelompok dirasakan menimbulkan masalah bagi kelompok lain, negara perlu turun tangan. Tujuannya, untuk melakukan ketertiban sosial, mendamaikannya. Bentuk perdamaiannya bisa macam-macam," papar Din, yang ditemui usai menghadiri acara di kantor DPP PDIP. Akan tetapi, Din Syamsuddin tak memberikan jawaban tegas apakah SKB itu perlu dikeluarkan atau tidak. Demikian pula, pengaturan secara sosial yang dimaksudnya. Ia hanya menegaskan bahwa keyakinan Ahmadiyah tentang adanya nabi selain Nabi Muhammad (Mirza Ghulam Ahmad) menyalahi keyakinan umat Islam. .
"Jauh lebih penting bagi kawan-kawan Ahmadiyah untuk diajak berdialog, disadarkan kembali. Karena ibaratnya mereka itu sudah berada di pagar rumah Islam karena bersyahadat, shalat dan sebagian menunaikan haji. Cuma, tambahannya mereka meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Ini yang kita bilang, nggak usah pakai gitu-gituan. Daripada didesak keluar pagar, lebih baik ditarik masuk rumah Islam," ujarnya.
8. Konvensi yang diselenggarakan Partai Golkar merupakan suatu ide dan kegiatan yang baik. Karena itu, kata mantan Ketua Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar yang kini menjabat sebagai Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin, Golkar harus diberi pujian dan penghargaan melakukan sebuah terobosan politik dan merupakan preseden yang baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, asalkan dilakukan secara jujur, adil dan bersih, tanpa dikotori dengan berbagai kepentingan, terlebih dengan adanya permainan uang di dalamnya.
Untuk mengatasi berbagai pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh calon yang ikut konvensi, menurut Din Syamsudin, panitia harus membuat aturan dan pengawasan yang ketat terhadap para calon yang akan ikut konvensi tersebut. “Kita berharap konvensi itu betul-betul akan berlangsung sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang memenuhi syarat sportifitas, dan jangan dikotori dengan hal-hal yang dapat merusak nilai demokratis dari penyelenggaraan konvensi itu sendiri,” Ia mengambil contoh, ‘kerusakan’ itu semisal adanya persaingan yang tidak sehat, dan persaingan antar para calon dengan menggunakan pendekatan politik yang tidak rasional, seperti politik uang untuk membujuk dan memperoleh dukungan suara, maupun pendekatan tertentu yang bisa berupa tekanan politik kepada mereka yang punya hak untuk memilih, seperti DPD Golkar dan sebagainya.
“Apabila penyelenggaraan konvensi dilakukan dengan mengedepankan nilai-nilai demokrasi, saya yakin perolehan suara partai berlambang pohon beringin ini akan naik pada pemilu 2004 mendatang,” tandas mantan Ketua Litbang Partai Golkar. Disingung tentang calon yang ikut dalam konvensi, Din Syamsuddin berkomentar, pada dasarnya semua calon yang ikut konvensi baik semua. Namun begitu sebaiknya calon-calon yang akan ikut konvensi calon presiden berasal dari Partai Golkar sendiri yang telah berjasa malang melintang dan berkeringat basah membesarkan partai ini, karena mereka telah teruji kesetiannya terhadap partai.
Karenanya Din meminta kepada kader-kader Partai Golkar, khususnya DPD partai dalam mencalonkan seseorang untuk ikut konvensi harus melihat dan meneliti dengan seksama calon-calon yang akan diajukannya, dan jangan terjebak oleh permainan calon dengan memanfaatkan permainan kotor yang justru akan meruntuhkan citra partai yang sempat terangkat dengan adanya konvensi.
“Calon-calon yang sudah dan akan diusulkan partai sebaiknya orang yang berjasa pada partai bukan hanya sekarang tapi juga masa lampau,” harapnya. Selain itu, calon tersebut juga mempunyai radius pengaruh di masyarakat tidak hanya di lingkup kepemimpinan Golkar, tapi juga di masyarakat luas sehingga punya aksepibilitas. Bukan hanya itu, calon tersebut juga siap bersaing secara fair, dan punya konsep dan platform. ”Jangan sampai calon yang tidak punya konsep namun punya dukungan material cukup yang dipili. Ini akan merupakan jebakan-jebakan politik bagi Golkar sendiri. Mungkin dia bisa memenangkan konvensi, namun ketika pemilu dan pemilihan presiden justru tidak akan mendapat dukungan rakyat. Boleh jadi demikian,” tukasnya.
Disinggung dengan ajakan Trikarya kepada Prof Dr Haryono Suyono ikut Konvensi Calon Presiden dari Partai Golkar, menurut Din Syamsuddin, sangat wajar dan absah, karena pak Haryono adalah tokoh partai Golkar yang jasa dan kiprahnya besar terhadap partai dan pendekatan-pendekatan populis yang dilakukan dalam kampanye Golkar pada masa orde baru dan masa terakhir sangat besar sekali dalam perolehan suara Golkar. Bahkan, sampai sekarang masih duduk sebagai tim penasehat partai. .
“Kalau memang Pak Haryono sudah berketetapan hati untuk ikut konvensi Partai Golkar sebaiknya maju terus dan jangan mundur. Saya yakin dukungan yang akan diterima pak Haryono akan cukup besar baik dari elit partai maupun masyarakat luas,” tandas mantan Ketua Litbang Partai Golkar. Ditambahkannya, yang paling penting bagi pemimpin nasional kita di masa mendatang, selain persyaratan yang telah dibuat DPR, juga seorang figur dengan penampilan populis, yang bisa melakukan dialog dan komunikasi politik dengan rakyat. Masalah yang dihadapi pemimpin nasional kita saat ini adalah seorang figur kepemimpinan yang tidak populis dan tidak bisa berkomunikasi politik secara baik, sehingga banyak permasalahan bangsa yang tidak terpecahkan.
Selain itu, seorang pemimpin bangsa di masa depan harus punya konsep. “Karenanya, figur Haryono Suyono saya rasa sangat kualifid untuk menjabat posisi tersebut. Selain teruji kualitasnya pada Partai Golkar, populis, dan punya konsep untuk memajukan bangsa dan negara ini,” kata Din Syamsuddin. Ditanya tentang masuknya beberapa nama dari kalangan militer yang ikut konvensi Calon Presiden dari Partai Golkar, Din Syamsuddin mengatakan, memang tidak ada batasan untuk ikut dalam konvensi calon presiden dari Partai Golkar, baik itu dari kalangan sipil maupun militer. Namun begitu, kita perlu ingat bahwa masyarakat masih trauma dengan kepemimpinan nasional masa lalu yang dipimpin oleh militer.
Konvensi yang diselenggarakan Partai Golkar merupakan suatu ide dan kegiatan yang baik. Karena itu, kata mantan Ketua Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar yang kini menjabat sebagai Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin, Golkar harus diberi pujian dan penghargaan melakukan sebuah terobosan politik dan merupakan preseden yang baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, asalkan dilakukan secara jujur, adil dan bersih, tanpa dikotori dengan berbagai kepentingan, terlebih dengan adanya permainan uang di dalamnya.
Untuk mengatasi berbagai pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh calon yang ikut konvensi, menurut Din Syamsudin, panitia harus membuat aturan dan pengawasan yang ketat terhadap para calon yang akan ikut konvensi tersebut. “Kita berharap konvensi itu betul-betul akan berlangsung sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang memenuhi syarat sportifitas, dan jangan dikotori dengan hal-hal yang dapat merusak nilai demokratis dari penyelenggaraan konvensi itu sendiri,” demikian harapan Din Syamsuddin.
Ia mengambil contoh, ‘kerusakan’ itu semisal adanya persaingan yang tidak sehat, dan persaingan antar para calon dengan menggunakan pendekatan politik yang tidak rasional, seperti politik uang untuk membujuk dan memperoleh dukungan suara, maupun pendekatan tertentu yang bisa berupa tekanan politik kepada mereka yang punya hak untuk memilih, seperti DPD Golkar dan sebagainya. “Apabila penyelenggaraan konvensi dilakukan dengan mengedepankan nilai-nilai demokrasi, saya yakin perolehan suara partai berlambang pohon beringin ini akan naik pada pemilu 2004 mendatang,” tandas mantan Ketua Litbang Partai Golkar.
Disingung tentang calon yang ikut dalam konvensi, Din Syamsuddin berkomentar, pada dasarnya semua calon yang ikut konvensi baik semua. Namun begitu sebaiknya calon-calon yang akan ikut konvensi calon presiden berasal dari Partai Golkar sendiri yang telah berjasa malang melintang dan berkeringat basah membesarkan partai ini, karena mereka telah teruji kesetiaannya terhadap partai. Karenanya Din meminta kepada kader-kader Partai Golkar, khususnya DPD partai dalam mencalonkan seseorang untuk ikut konvensi harus melihat dan meneliti dengan seksama calon-calon yang akan diajukannya, dan jangan terjebak oleh permainan calon dengan memanfaatkan permainan kotor yang justru akan meruntuhkan citra partai yang sempat terangkat dengan adanya konvensi.
“Calon-calon yang sudah dan akan diusulkan partai sebaiknya orang yang berjasa pada partai bukan hanya sekarang tapi juga masa lampau,” harapnya. Selain itu, calon tersebut juga mempunyai radius pengaruh di masyarakat tidak hanya di lingkup kepemimpinan Golkar, tapi juga di masyarakat luas sehingga punya aksepibilitas. Bukan hanya itu, calon tersebut juga siap bersaing secara fair, dan punya konsep dan platform. ”Jangan sampai calon yang tidak punya konsep namun punya dukungan material cukup yang dipilih. Ini akan merupakan jebakan-jebakan politik bagi Golkar sendiri. Mungkin dia bisa memenangkan konvensi, namun ketika pemilu dan pemilihan presiden justru tidak akan mendapat dukungan rakyat. Boleh jadi demikian,” tukasnya.
Disinggung dengan ajakan Trikarya kepada Prof Dr Haryono Suyono ikut Konvensi Calon Presiden dari Partai Golkar, menurut Din Syamsuddin, sangat wajar dan absah, karena pak Haryono adalah tokoh partai Golkar yang jasa dan kiprahnya besar terhadap partai dan pendekatan-pendekatan populis yang dilakukan dalam kampanye Golkar pada masa orde baru dan masa terakhir sangat besar sekali dalam perolehan suara Golkar. Bahkan, sampai sekarang masih duduk sebagai tim penasehat partai. “Kalau memang Pak Haryono sudah berketetapan hati untuk ikut konvensi Partai Golkar sebaiknya maju terus dan jangan mundur. Saya yakin dukungan yang akan diterima pak Haryono akan cukup besar baik dari elit partai maupun masyarakat luas,” tandas mantan Ketua Litbang Partai Golkar. .
Ditambahkannya, yang paling penting bagi pemimpin nasional kita di masa mendatang, selain persyaratan yang telah dibuat DPR, juga seorang figur dengan penampilan populis, yang bisa melakukan dialog dan komunikasi politik dengan rakyat. Masalah yang dihadapi pemimpin nasional kita saat ini adalah seorang figur kepemimpinan yang tidak populis dan tidak bisa berkomunikasi politik secara baik, sehingga banyak permasalahan bangsa yang tidak terpecahkan. Selain itu, seorang pemimpin bangsa di masa depan harus punya konsep. “Karenanya, figur Haryono Suyono saya rasa sangat kualifid untuk menjabat posisi tersebut. Selain teruji kualitasnya pada Partai Golkar, populis, dan punya konsep untuk memajukan bangsa dan negara ini,” kata Din Syamsuddin.
Ditanya tentang masuknya beberapa nama dari kalangan militer yang ikut konvensi Calon Presiden dari Partai Golkar, Din Syamsuddin mengatakan, memang tidak ada batasan untuk ikut dalam konvensi calon presiden dari Partai Golkar, baik itu dari kalangan sipil maupun militer. Namun begitu, kita perlu ingat bahwa masyarakat masih trauma dengan kepemimpinan nasional masa lalu yang dipimpin oleh militer. Bila sampai militer yang keluar sebagai calon pemimpin nasional dari Partai Golkar tidak mustahil perolehan suara partai berlambang pohon beringin ini akan turun, bila dibandingkan dengan munculnya nama dari kalangan sipil sebagai calon presiden dari partai yang pernah jaya di masa Orde Baru ini.
9. Pemerintah sudah sepatutnya tidak boleh mencampuri atau memutuskan keberadaan suatu agama, aliran, atau kepercayaan. Namun, menyangkut masalah agama dalam dimensi sosial, peran pemerintah tetap dibutuhkan. "Pemerintah memang tidak boleh memutuskan suatu aliran atau sejenisnya sesat atau dilarang keberadaannya, tapi kalau menimbulkan keresahaan sosial, pemerintah wajib hukumnya turun tangan," ujar Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di sela Konferensi Asia untuk Agama dan Perdamaian (Asian Conference on Religion for Peace.
Dalam konferensi yang dihadiri delegasi dari 23 negara Asia dengan berbagai latar belakang agama itu juga sepakat, hal-hal yang menyangkut masalah fondasi dasar akidah suatu agama tidak boleh dicampuradukkan. Din mengatakan, kasus Ahmadiyah sudah masuk dalam merusak fondasi dasar suatu agama. "Tadi sudah kami tanyakan, dan ternyata tidak ada satu tokoh agama pun yang bisa menerima adanya paham yang menyimpang dari ajaran mendasar suatu keyakinan," katanya. Menurut Din, Ahmadiyah telah mengaku ada nabi setelah nabi Muhammad, dan hal itu sudah menyalahi fondasi dasar Agama Islam. Yakni tidak ada nabi dan rasul lagi setelah Muhammad.
10. Indonesia Mitra Strategis Peradaban Dunia menjadi mitra strategis peradaban dunia di masa depan. Din mengatakan hal itu pada Konferensi Dunia Kemitraan Peradaban yang berlangsung di St. Petersburg, Rusia.
Dalam keterangan pers Din Syamsuddin yang dikirim ke Jakarta, konperensi itu diprakarsai Lembaga Ilmu Pengetahuan Rusia dan Kementerian Luar Negeri Rusia, dihadiri 200-an peserta, 60 di antaranya adalah para tokoh dan akademisi dari luar Rusia. Menurut Din, Indonesia merupakan bagian dari peradaban dunia yang cukup kaya dan maju sejak beberapa abad lalu, yakni sejak Majapahit, Sriwijaya dan Mataram. "Sekarang sebagai bangsa yang besar dan kaya dengan sumber daya alam dan modal budaya yang relevan dengan kemajuan, Indonesia sangat potensial untuk bangkit sebagai sub peradaban yang maju," kata Din. .
Organisasi Islam Dunia (OKI), kata Din, dan peradaban-peradaban dunia lain, seperti negara-negara barat, Cina, dan Rusia dapat menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis dalam membangun peradaban dunia baru yang maju dan beradab. Terhadap sikap skeptisme bahwa Indonesia masih diliputi keterpurukan, Din meyakinkan bahwa hal tersebut bersifat sementara karena belum adanya kepemimpinan yang mampu menggerakkan, tapi modal dasar dan orientasi bangsa Indonesia untuk maju akan membawanya kepada kebangkitan baru, terutama memasuki abad kedua kebangkitan nasional Indonesia.
Pada bagian lain pidatonya Din mengatakan benturan antar peradaban hanya akan membawa malapetaka kepada dunia. Kemitraan atau aliansi, kata Din, memungkinkan sub-sub peradaban untuk berkembang dan semuanya terikat komitmen untuk bermitra atau bekerjasama.
11.Ada penyebab nonekonomi terkait kekerasan; Impitan ekonomi menjadi alasan yang selalu menyertai terjadinya kekerasan di masyarakat, termasuk kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya sendiri. Beban hidup yang kian berat, tidak mampu ditanggung rakyat sendiri, membuat mereka pun frustrasi. Seharusnya negara membela rakyat kecil, yang tidak berpunya.
Demikian diungkapkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masdar F Mas’udi. Selain beban ekonomi, masyarakat di bawah juga mengalami keterserpihan. Individualitas kian meningkat, yang diikuti dengan semakin kendurnya semangat berafiliasi. ”Beban hidup yang berat membuat rakyat dipacu berkompetisi mencari sumber penghidupan sehingga tidak peduli lagi dengan sesama dan sekitarnya,” katanya.
Negara mengabaikan tanggung jawabnya. Negara seharusnya memberikan dan menunjukkan komitmen nyata untuk membela rakyat kecil, rakyat tak berpunya. ”Semua menjadi paradoks. Rakyatnya kesulitan untuk mempertahankan hidup, pejabatnya tak peduli,” katanya.
Namun, kata Masdar, berbagai tindak kekerasan akibat kemiskinan juga dosa umat beragama. Masyarakat yang lebih mengutamakan ritualitas dan simbol membuat pola keberagamaan tidak menyentuh kebutuhan riil masyarakat sendiri. ”Ingar-bingar kehidupan beragama tidak menyentuh hajat hidup masyarakat,” ujarnya.
Organisasi massa keagamaan yang seharusnya dekat dengan umat juga terjebak dengan rutinitas. Meski memiliki badan yang membidangi kesejahteraan umat, peran mereka tak dapat terlalu diharapkan akibat keterbatasannya. Ormas juga terjebak dalam ajakan politik praktis dan lupa akan tugas utamanya untuk mensejahterakan umat.
Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengingatkan, berbagai kekerasan yang melanda masyarakat, akibat tekanan hidup yang kian berat, memang memprihatinkan. Itu sebabnya, pemerintah perlu mengambil langkah dan solusi tepat untuk menyelesaikan kemiskinan yang menjadi akar munculnya kekerasan. ”Saya prihatin dengan berbagai kekerasan, atau keputusan mengambil jalan pintas, karena dorongan kemiskinan. Namun, lebih sedih lagi, kemiskinan yang dialami rakyat tidak ditangani negara dengan baik,” ujarnya.
Kemiskinan sering kali terjadi karena kemiskinan struktural yang kian menempatkan orang miskin dalam kondisi yang tidak berdaya. Bahkan, ironisnya, negara maju kerap memanfaatkan hukum dan pengaruhnya yang kuat untuk makin memiskinkan negara yang sudah miskin. Misalnya, pembuatan produk hukum yang mengelola kekayaan alam seperti Indonesia sering kali tidak berpihak kepada rakyat. Tak heran jika pemiskinan terhadap rakyat terus terjadi. ”Apalagi, akses rakyat pada hukum juga sangat sedikit sehingga makin menyulitkan hidupnya,” ujar Din.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengakui kekerasan yang terjadi di masyarakat saat ini ada hubungannya dengan masalah ekonomi dan faktor nonekonomi. ”Mereka yang melakukan kekerasan itu memang ada yang miskin, tetapi ada juga golongan menengah, yang mempunyai rumah dan pekerjaan yang baik. Itu berarti, pelaku maupun korban kekerasan bukan hanya kelompok miskin yang tertekan ekonominya,” paparnya. Menurut Wapres, secara psikologis, seseorang juga bisa tertekan kejiwaan. ”Jadi, bisa juga disebabkan masalah rumah tangga dan kejiwaan lainnya. Kalau dia waras, tidak mungkin hanya faktor ekonomi membunuh anaknya. Kekerasan seperti itu juga terjadi di negara maju,” ujarnya.
12. Din mengharapkan pers ikut mencerdaskan masyarakat sehingga tak melakukan kekerasan.Pemerintah juga harus tegas dan penuh kearifan dalam mengelola rakyat. Masyarakat madani siap membantu pemerintah. ”Pemerintah mempunyai tanggung jawab dan kewenangan. Ini yang kita minta. Jadi, ini jangan dianggap remeh. Pemerintah harus lebih keras lagi bertindak,” kata Din.
Dari Semarang, Jawa Tengah, ahli komunikasi dari Universitas Diponegoro, Dr Sunarto, menambahkan, kekerasan di masyarakat tak bisa dipisahkan dari peran media, terutama televisi. Karena itu, peran Komisi Penyiaran Indonesia yang masih lemah harus lebih dioptimalkan dalam mengatur isi tayangan televisi, terutama yang berbau kekerasan, mistik, dan seks.
Maraknya kekerasan orangtua, termasuk ibu terhadap anaknya, diyakini juga adalah pengaruh dari tayangan televisi yang kini seolah semakin tak terkontrol tersebut. ”Bisa dikatakan, konsumen utama televisi adalah ibu rumah tangga, yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah sejak pagi hari. Sesuai teori kultivasi, orang yang menonton televisi minimal selama empat jam dan rutin secara tak sadar akan mengadopsi gambaran yang ia tonton dalam televisi itu,” ujarnya.
Tayangan kekerasan yang setiap hari disaksikan ibu rumah tangga itu makin lama kian menurunkan kepekaan mereka terhadap kekerasan. Selain itu, kata Sunarto, kekerasan yang dilakukan ibu kepada anaknya boleh jadi merupakan pelampiasan atas tekanan, baik dari segi hierarki maupun struktural.”Tekanan hierarkis, contohnya kekerasan dari suami atau orang di sekitarnya, sedangkan tekanan struktural, di antaranya impitan sosial ekonomi, seperti mahalnya harga yang akhirnya membuat dirinya depresi. Dalam hal ini ibu akan melampiaskan kemarahannya kepada pihak yang lebih lemah, yaitu anak,” ungkap Sunarto.
13.Kekerasan oleh negara jauh lebih berbahaya daripada kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Karena kekerasan oleh negara biasanya lebih bersifat masif dan membunuh secara sistematis. ” Itulah yg terjadi di Irak dan Afghanistan akibat invasi adikuasa dunia dan sekutu-sekutunya” demikian dikatakan Ketua Umum PP Muhammdiyah, Din Syamsuddin, dalam pidatonya pada Pertemuan Para Pemuka Agama Sedunia di Napoli, Italia.
Di hadapan sekitar 400an pemuka berbagai agama dari berbagai negara, Din Syamsuddin menyampaikan pidato berjudul "Kerjasama Agama-agama dalam Mewujudkan Dunia Tanpa Kekerasan". Pada bagian lain pidatonya Din Syamsuddin menegaskan bahwa tidak ada akar bagi kekerasan dalam agama. Agama-agama mengajarkan kasih sayang dan perdamaian. Maka kekerasan yg dilakukan atas nama agama, apalagi menghilangkan nyawa orang yang tidak berdosa, merupakan penyimpangan dan penyalahgunaan agama.
Namun, lanjut Din, kekerasan yg dilakukan atas nama agama juga dipengaruhi oleh faktor non agama seperti kesenjangan ekonomi, pendidikan dan kezaliman politik. Bahkan terorisme global yg terjadi dewasa ini sangat didorong oleh adanya ketidak adilan global. Pemberantasan kekerasan dan terorisme harus dilakukan negara dengan menghilangkan faktor-faktor non agama dan bekerjasama memotong akar tunjang kekerasan dan terorisme global yaitu ketadakadilan secara global.
14. Tidak akan pernah ada tempat bagi seluruh warga Muhammadiyah yang bekerja pada Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), untuk mempunyai loyalitas pada idiologi selain Muhammadiyah Demikian pernyataan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, dalam releasenya Menurut Din, banyaknya kasus adanya orang-orang yang ada dalam Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang menyebarkan idiologi selain Muhammadiyah serta yang tidak paham sekali tentang Muhammadiyah, sudah seharusnya para pemimpin AUM untuk lebih selektif dalam memilih calon pekerjanya. Guru pada sekolah-sekolah Muhammadiyah diharapkan juga memahami maksud dan tujuan Muhammadiyah dan bukan malah menjelaskan idiologi lain dengan konteks untuk mengajak pada ideologi tersebut.
Lebih lanjut menurut Din menyatakan, tidak ada tempat bagi orang-orang dalam lingkungan Muhammadiyah yang masuk pada persyarikatan, untuk hanya merongrong persyarikatan. Menurut Din, orang-orang yang hanya merongrong persyarikatan dari dalam oraganisasi, tidak sepantasnya untuk ada dalam persyarikatan dan menjadi warga Muhammadiyah.
15. Tanya jawab Din Syamsuddin pada peringatan milad 98 tahun bagi Muhammadiyah, yang mana peringatan dilakukan dengan menggelar acara Refleksi 98 Tahun Muhammadiyah di Gedung Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Menteng Raya nomor 62 Jakarta, Jum’at 28 Desember 2007. Selain dihadiri sejumlah duta besar dan utusan kedutaan sejumlah Negara sahabat, acara itu juga dihadiri para menteri asal Muhammadiyah seperti Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Kesehatan Siri Fadilah Supari, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo danb ketua Komisi Yudisial Busro Muqaddas. Berikut petikan wawancara dengan ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin sesaat sebelum perayaan milad dibuka :
Apa makna milad 98 th. bagi Muhammadiyah ? Ini adalah momentum bagi kita untuk melakukan evaluasi , introspeksi dan koreksi ke depan. Alhamdulillah, Muhammadiyah tetap eksis, semakin mengembang sayapkan sayap dan kiprahnya. Sekarang ini muncul cabang-cabang istimewa di luar negeri, ada pertumbuhan ranting dan cabang baru di dalam negeri, begitu pula dengan amal-amal Muhammadiyah dalam bidang kesehatan, khususnya pelayanan sosial, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi semakin dapat kita lakukan. Kami berharap Muhammadiyah bisa menjadi elemen utama masyarakat madani Indonesia yang membuka diri untuk bekerjasama dengan semua lemen bangsa, ormas-ormas Islam dan ormas-ormas lain.
Dalam usia hampir satu abad, secara umum sumbangan apa saja yang telah diberikan Muhammadiyah ? Dalam rentang usia jelang satu abad, alhamdulillah Muhammadiyah telah memberikan sumbangan dalam tiga ranah strategi, yaitu, pertama, kekuatan reformasi dalam memperbaharui alam pikiran, orientasi hidup dan amalan-amalan Islam yang autentik merujuk pada al-Qur’an dan as-Sunnah, serta mengembangkan ijtihad untuk memajukan kehidupan umat Islam. Kedua, menjadi agen perubahan sosial dalam memajukan kehidupan bermasyarakat di bidang pendidikan, pelayanan social dan pemberdayaan masyarakat, sehingga Muhammadiyah mampu menjembatani atau sebagai kekuatan transformator dari situasi masyarakat tradisional menuju kehidupan modern. Ketiga, kendati sejak awal tidak memilih gerakan politik atau tidak pernah menjadi partai politik, tapi Muhammadiyah mampu mendinamisasikan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk membangun karakter bangsa.
Saat ini Muhammadiyah juga menyelesaikan konflik di Thailand Selatan ? Ya, khusus untuk Raja Thailand, saya pernah bertemu atas undangan beliau. Beliau sngat berharap dukungan Muhammadiyah terhadap penyelesaian masalah di Thailand Selatan. Insyaalllah, tanggal 22 Januari akan dating delegasi para tokoh Thailand dari unsur pemerintah dan masyarakat, sekitar 70 orang ke Muhammadiyh. Kita sedang membicarakan bentuk-bentuk kerjasama yang lebih konkrit.
Apa yang ingin disampaikan terkait banyaknya bencana alam yang menimpa masyarakat Indonesia kini ? Sehubungan terjadinya bencana demi bencana saat ini, kami menmgajak kita semua untuk mengulurkan tangan membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah. Mari kita tunjukkan kepedulian sosial kita. Saya juga menyerukan umat Islam untuk melakukan shalat ghaib agar para korban yang meninggal dunia diampuni dosanya dan diterima semua amal ibadahnya.
Bagaimana sikap Muhammadiyah atas kekerasan fisik berkelanjutan terhadap Ahmadiyah ? Semua tindakan kekerasan tidak bisa dibenarkan, harus kita kecam. Saya termasuk orang pertama yang mengecam tindak kekerasn atas kelompok Ahmadiyah, apalagi atas dalih agama. Sungguh tidak bisa kita benarkan dan bertentangan dengan nilai nilai Islam. Kita minta kepolisian untuk mengusut tuntas kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah.
Bukankah kekerasan itu juga dipicu oleh fatwa sesat Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas Ahmadiyah ? Saya tidak setuju jika dikatakan, kekerasan itu dipicu oleh fatwa MUI, karena fatwa MUI adalah kewajiban moral para ulama. Fatwa berfungsi agar membentengi umat agar tidak terjebak pada aliran sesat. Fatwa sudah ada sejak dulu, tetapi mengapa tindak kekerasan baru ada sekarang.
Saya justeru mencurigai ada pihak lain yang bermain untuk merusak citra umat Islam dan MUI. Kepada pihak yang melakukan kekerasan kita minta untuk menghentikannya, kepada polisi untuk menegakkan hukum, kepada Ahmadiyah agar jangan lagi mengakui Mirza sebagai nabi setelah Nabi Muhammad. Kalau tetap seperti itu, lebih baik mereka membentuk agama baru dan tidak usah mengkaitkannya dengan Islam. Tapi kalau masih mengaitkan diri dengan Islam, maka marilah kembali kepada jalan yang benar. Karena dalam Islam sudah tegas, Nabi Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir.
Anda juga mendesak pemerintah agar memberi perlindungan hokum bagi warga Ahmadiyah ? Ya harus, Tapi harus juga dipahami agar jangan sampai aliran seperti itu merusak agama yang sudah baku ini. Dunia Islam dikejutkan oleh Bom bunuh diri yang menewaskan bekas PM Pakistan Benazir Bhutto. Ledakan bom bunuh diri yang menewaskan Benazir Bhuto sungguh menyentak kita semua.Saya berkeyakinan pembunuhan ini bermotif politik. Pembunuhan ini sungguh mencederai proses berdemokrasi dan bertentangan dengan etika politik, apalagi etika Islam. Maka kami minta agar pembunuhan ini segera diusut tuntas oleh Pemerintah Pakistan. Kita berharap kekerasan politik seperti itu tidak terjadi di Indonesia, karena persaingan politik harus berlandaskan pada etika.
Amarika Serikat mengatakan pengeboman itu adalah perbuatan Al-Qaidah ? Saya kira Amerika tidak perlu melakukan intervensi dengan melemparkan tuduhan-tuduhan tanpa bukti. Jangan asal bunyi. Saya kira, pembunuhan itu dilakukan oleh lawan-lawan politik Bhutto, karena Bhutto adalah figure politik, dia dibunmuh saat sedang melakukan kegiatan politik. Apalagi alas an untuk menjelaskan motif pembunuhan ini kalau bukan karena motif politik.
16.Din Menyatakan bahwa : Saya Tidak Menghadiri Perayaan Natal. Menjelang Natal 2007, bertaburan isu bahwa ketua umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Din Syamsuddin MA, menghadiri perayaan Natal nasional. Isu itu terus berkembang, sampai para pimpinan Muhammadiyah, mulai tingkat pusat sampai ranting di desa, menerima pertanyaan dan kritikan, bahkan kecaman, yang sebagian besar melalui short massage service (SMS). Tidak hanya dari warga Muham¬madiyah, tetapi dari banyak kalangan, mengingat Din jugamemiliki jabatan lain di Muhammadiyah. Bagaimana sebenarnya sikap Din terhadap perayaan Natal bersama, dan apakah dia hadir dalam acara itu? Berikut hasil wawan¬cara Ainur R. Sophiaan dari MATAN dengan Din Syam¬suddin, pada 27 Desember 2007.
Sebenarnya kita sebagai umat Islam maupun warga Persyarikatan tidak perlu memberikan reaksi ber¬lebihan terhadap berbagai isu dan wacana, karena kita sesungguhnya juga terus-menerus mencari kebenaran secara jernih tentang masalah pemberian uca¬pan Natal pada saudara-saudara kita kristiani maupun menghadiri Natal secara seremonial. Semua itu memang perlu adanya klarifikasi.
Banyak pertanyaan dari dalam maupun luar negeri yang mengesankan seolah umat Islam Indonesia tidak mau menunjukkan toleransi. Sebagai Ketua Umum PP Muham¬madiyah saya juga mendapatkan pertanyaan begitu gencar dari luar Islam maupun umat Islam sendiri tcntang fatwa MUI semasa Buya Hamka.
Sesungguhnya fatwa tersebut pernah dibicarakan lagi oleh Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Rakernas MUI se-Indonesia 2002. Terungkap, fatwa tersebut melarang umat Islam ikut serta perayaan Natal yang berdimensi ritual/kebaktian, tidak meliputi perayan Natal secara seremonial maupun pemberian ucapan sebagai hubungan sosial belaka (tanpa aqidah). Seusai saya ditemui Panitia Natal Nasional di Gedung PP Muhammadiyah, Senin, 22 Desember lalu, kepada pers saya sampaikan pemahaman terhadap fatwa MUI seperti tadi.
Memang, persoalan itu perlu didiskusikan secara jernih berdasarkan al-Quran dan Hadits, dengan mempertimbang¬kan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (bukan hanya lil muslimin) dan juga ajaran hablun minannas (bukan hanya minal muslimin) serta kenyataan hidup di masyarakat yang majemuk. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana umat Islam harus bersikap, terutama dalam konteks sosial budaya tanpa mencampur adukkan unsur aqidah. Inilah yang perlu didiskusikan secara jernih.
Saya pribadi berpandangan, keyakinnn keagamaan itu adalah kebenaran mutlak menurut pemeluk agama masing ¬masing. Sebagaimana prinsip agama Islam itu sendiri, bukan seperti gagasan kaum pluralis liberalis yang menganggap se¬mua agama benar. Meski kita berbeda keyakinan keagamaan, kita tetap bisa hidup berdampingan secara damai, rukun, dan berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai.
Terhadap dua persoalan di atas, yaitu memberikan ucapan selamat maupun menghadiri perayaan natal yang bersifat seremonial dengan niat hubungan sosial belaka, apakah harus dihindari? Terutama dalam konteks tertentu seperti kepada tetangga dekat kita atau sahabat kita (kris¬tiani). Hal ini yang juga menjadi masalah di negara-negara lain. Sejauh yang saya ketahui, ulama di Mesir, Yordania, Libation dan Syiria ada yang mentolelirnya.
Saya pribadi, kebetulan mendapat amanah sebagai ketua umum PP Muhammadiyah, juga wakil ketua MUI pusat sangat gencar mendapatkan berbagai pertanyaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, baik dari umat Islam sendiri maupun orang luar Islam.
Saya juga dipercaya menjadi presiden Asian Conference on Religian for Peace (ACRP) yang berpusat di Tokyo dan presiden kehormatan World Conference on Religion for Peace (WCRP) yang berpusat di New York tentu harus memberikan jawaban. Saya sendiri sejak tahun 2000, baik sebagai PP Muhammadi¬yah maupun MUI Pusat diundang menghadiri perayaan Natal Nasional bersama Presi¬den, Wapres, dan pejabat tinggi Negara lainnya. Namun saya belum pernah menghadiri dan talrun 2007 ini pun saya tidak akan hadir.
Saya berterima kasih kepada warga persyarikatan terhadap per¬soalan ini, khususnya yang telah menjelaskan duduk persoalannya secara jernih dan suntun. Saya juga memaafkan kepada mereka yang telah menyampaikan informasi yang negatif dan fulgar yang dilandasi oleh motif-motif politik.
17.Pernyataan Din Syamsuddin: Haram, Partai Mengklaim Di dukung Muhammadiyah; Penegasan tersebut disampai¬km oleh Din saat menerima tamu yang berasal dari Dewan Penasehat untuk Pencapaian Perdamaian di Thailand Selatan, di Kantor PP Muhammadiyah. "Jadi, jangan coba-coba men¬jual nama Muhammadiyah untuk kepentingan politik," tegasnya saat memberikan sambutan para tamu, dari negeri gajah putih itu.
Dalam kesempatan itu, Din kembali, menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak pernah berafiliasi dengan partai mana¬pun, tetapi berada dalam posisi netral. Kendati begitu, Din memberikan kebebasan sepenuhnya kepada warga Muhammadiyah untuk memilih partai apapun yang se¬suai dengan aspirasinya pada Pe¬milu 2009 mendatang. Muhammadiyah bukanlah partai politik, dan tidak pemah mem¬berikan dukungan kepada partai politik manapun baik itu PAN maupun PMB. Tapi Muhammadiyah tetap memberikan kebe¬basan bagi warganya untuk me¬milih partai apapun," tandas Din. Dengan berdiri sebagai organi¬sasi keagamaan yang netral, na¬mun tetap memberikan kebebasan bagi warganya untuk memilih, sambung Din, paling tidak Muhammadiyah tetap memberikan kontri¬busi yang besar bagi bangsa ini.
Makanya jangan heran jika pejabat negara sekelas menteri, ataupun para petinggi partai po¬litik banyak yang sebelumnya berasal dari Muhamtnadiyah," katanya. Penegasan Din ini tampaknya menanggapi sebagian besar pengurus Partai Matahari Bang¬sa (PMB) yang selalu mengklaim sebagai partai yang didu¬kung oleh Muhnuumadiyah dan juga stigma selama ini bahwa
Muhammadiyah identik dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara itu, Ketua Umum PMB Imam Addaruyuthni me¬nyatakan tidak gentar mendeng¬ar ucapan Din, agar partai tidak mengklaim didukung Muhammadiyah. Menurutnya meski Muhammadiyah netral, namun PMB sudah didukung oleh war¬ga Muhammadiyah.PMB bukan didukung oleh Pak Din, tetapi didukung warga Muhammadiyah, karena hampir seluruh kepengurusan PMB didommasi oleh warga Mu¬hammadiyah dan atas keingman sendiri," kata Imam saat dihubungi koran Rakyat Merdeka .
Selain itu, Imam menegaskan bahwa PMB lebih menggunakan konsep organisasi dibanding keto¬kohan. "Kita tidak ada kekhawa¬tiran tentang; fatwa Muhammadiyah karena yang dibesarkan PMB yaitu organisir aktor dan figur tidak berlaku di sini; tandasnya.
Kini, lanjut Imam, PMB se¬dang konsentrasi untuk bisa mengikuti Pemilu 2009 yaitu lo¬los proses verifikasi di Depku¬mhan dan KPU. Bahkan Imam sangat yakin bahwa partainya bisa lolos dan memperoleh suara yang signifikan
18.Delegasi Damai Thailand Datangi Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin kemarin me¬nerima kunjungan Dewan Pe¬nasehat untuk Penciptaan Per¬damaian di Selatan Thailand (Advisory Council for Peace Building in the Southern Border Provinces), pimpinan Mr Aziz Benhawan. Kunjungan dewan perdamaian yang kebanyakan adalah pejabat tinggi di lima wilayah besar di Thailand Selatan ini adalah kunjungan balasan kepada Mu¬hammadiyah pada Juli 2007 la1u, atas undangan raja Thailand.
Din membeberkan, saat me¬lawat ke Thailand dulu, dia diterima secara langsung oleh raja Thailand, perdana menteri, para menteri dan panglima ang¬katan bersenjata Thailand. Kala itu Din sempat berdialog bersama 700 ulama di Patani . Dalam pertemuan itu, mereka sangat mengharapkan dukungan ormas Islam di Indonesia bagi terciptanya perdamaian di Thailand bagian Selatan,” ujar Din saat dijumpai di kantor PP Muhammadiyah seusai acara pertemuan itu.
Dalam acara pertemuan di Thailand tersebut. Din menyam¬paikan saran agar pemerintah Thailand lebih mengedepankan pendekatan soft power daripada hard power untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan dan mi¬literstik di Thailand selatan. Pendekatan soft power, lanjut Din, bisa dituangkan melalui pro¬gram pemberdayaan sosial dan pencerahan religi.
"Karenanya kita menawarkan kerja sama baik dalam bidang dakwah Islamiyah yang men¬cerahkan, revitalisasi pendidikan Islam, pertumbuhan ekonomi terutama di lembaga keuangan mikro. Mereka sangat tertarik: Nah, untuk itulah mereka datang ke sini," katanya.
Mereka, sambung Din, ingin melihat dari dekat sekaligus belajar dari Muhammadiyah dalam mengelola kegiatan Islam yang nantinya akan diterapkan di negeri `gajah putih' sebagai pro¬gram untuk meminimalisir kon¬flik di Thailand Selatan. Menurut dia, kondisi keamanan di Thai¬land sangat mempengaruhi at¬mosfer pertumbuhan dan ke¬amanan di Asia Tenggara. Di tempat yang sama, Ketua Delegasi Dewan Penasehat untuk Penciptaan Perdamaian di Selatan Thailand Mr Aziz Ben¬hawan berharap Muharnlnadiyah bisa membantu penyelesaian konflik di Thailand Selatan lewat program soft power yang ditawarkan.
Banyak pengalaman yang kami dapatkan dari kunjungan ini. Kami banyak belajar dari pengalaman Indonesia dalam penyelesaian konflik di Indone¬sia," katanya. Lebih lanjut, Aziz membe¬berkan, saat ini sudah ada ke¬sepahaman antara kami dengan Raja; Perdana Menteri dan par¬lemen Thailand untuk menye¬lesaikan konflik di Thailand Selatan secara soft. "Kami ber¬harap semua pihak di Thailand turun tangan menciptakan per¬damaian di negeri kami," ka¬tanya.
19. Muhammadiyah Tawarkan Timor Leste Kerja Sama ; Per¬syarikatan Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang agama dan kebudayaan menawarkan kerja sama di bidang pendidikan, agama, dan budaya kepada Perda¬na Menteri Timor Leste Xanana Gusmao yang berkunjung ke Ge¬dung Pusat Dakwah PP Muham¬madiyah di Jakarta, Kamis (1/5). Muhammadiyah terbuka bagi putra-putri Timor Leste yang ingin belajar di perguruan tinggi milik Muhmmadiyah, baik di Jakarta, Malang, atau kalau yang dekat dengan Timor Leste itu di Kupang NTT,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin, yang didampingi Ketua Majelis Ekonomi PP NIu¬hammadiyah Anwar Abbas, Wakil Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah Fahmy Darmawasah, dan sejumlah pengurus badan otonom Muhammadiyah.
Kepada Xanana, Din juga me¬nawarkan kemungkinan kerja sama membangun ormas Mu¬hammadiyah di Timor Leste, yang akan menjadi organisasi mitra bagi Muhammadiyah un¬tuk mengembangkan kerja sama di bidang keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan.
Xanana yang didampingi Men¬teri Pertahanan Julio Tomas Pin¬to serta Menteri Pertanian dan Perikanan Mariano Sabine Lopes mcngatakan. Timor Leste memang harus menjalin hubungan yang erat dengan pemerintrahan dan masyarakat Indonesia. "Namun, kerja sama yang sudah dirintis ini jangan hanya berhenti pada ke¬sepakatan saja, tetapi harus konkhret," ujarnya. Seusai menerima Xanana, Din juga menerima Duta Besar Ing¬gris untuk Indonesia yang baru, Martin Hatfull.
20. Din Syamsuddin masuk 10 Besar Kandidat Cawapres, Kalau Kalah, Untuk Apa Ikut. Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin masuk daftar tokoh yang berpotensi sebagai cawapres 2009. Menurut Ketua Umum Pemu¬da Muhammadiyah M Izzul Mus¬limin, popularitas Din yang mulai diperhitungkan, tidak bisa dilepaskan dari kapasitasnya sebagai Ketua Umum Muhammadiyah. Kata Izzul, Din merupakan fi¬gur yang tidak perlu diragukan kemampuannya, sehingga layak dijadikan sebagai calon pemim¬pin alternatif.
Akan tetapi, bilang Izzul,Mu¬hammadiyah belum menentukan apakah akan mendukung Din seba¬gai cawapres. "Muhammadiyah pu¬nya mekanisme sendiri," katanya. Namun, secara individu, dia mendukung Din sebagai cawapres jika dikehendaki banyak pi¬hak. "Kita akan lihat-lihat dulu, apakah capresnya punya peluang untuk menang, Kalau peluangnya besar, kenapa tidak. Yang pasti, kita tidak ingin asal men¬calonkan. Kalau kalah, untuk apa ikut," tandasnya.
Kelebihan lain, Din memiliki jaringan yang luas. Meskipun se¬bagai tokoh agama, namun ia bi¬sa diterima berbagai kalangan. Peluang untuk menjadi cawa¬pres cukup besar," kata penga¬mat politik Ray Rangkuti kepada Rakyat Merdeka. Meskipun Din tidak me¬milihi partai politik, Ray me¬yakini, hal tersebut bukan hambatan untuk menjadi ca¬wapres. Sebab, dengan kapasitasnya, sebagai pimpinan or¬mas Islam yang disegani, yak¬ni Muhammadiyah, akan men¬jadi nilai, jual tersendiri."Meskipun Din nggak punya par¬tai, tapi Muhammadiyah adalah organisasi besar yang solid, sehingga bisa diandalkan untuk menjadi jembatan membangun popularitas," katanya.
Menurut pengamatan Ray, Din telah banyak, melakukan upaya membangun citra dengan sering turun ke daerah-daerah, guna menyapa masyarakat yang, bu¬kan hanya kalangan Muhammadiyah : "Cara ini efektif. Beliau sejauh ini kelihatan mobile. Cara ini akan semakin menambah kepercayaan masyarakat terhadap dirinya,” ujarnya. Agar bisa bersaing dengan kandidat lain di Pilpres 2009, Ray menyarankan Ketum Muhammadiyah itu mengambil pa¬sangan yang memiliki citra yang lebih nasionalis: Sebagai latar, Din masuk po¬sisi kedelapan dari 10 besar kandidat cawapres versi survey Reform Institute.
21.Geert Wilders Pantas Diadukan ke Mahkamah Internasional ; Film Fitna sangat po¬tensial mendorong ketegangan atau kebencian antar peradaban khususnya antara Islam dan Barat: Aktor intelektual film Fitna Geert Wilders, pantas diadukan ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat peradaban. "Umat Islam wajar memprotes tapi tidak perlu emosional karena harkat Islam tidak akan terkurangi dengan penghinaan pihak mana¬pun," demikian kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr M Din Syam¬suddin, menanggapi Film Fitna yang mengun¬dang reaksi dunia.
Pernyataan senada juga dikemukakan KH Masdar F Mas'udi, Ketua PB Nahlatul Ulama yang juga mengingatkan agar umat Islam tidak emosional terhadap film Fitna. "Kita boleh marah tapi cukup dalam hati, tidak perlu malah dengan tindakan yang anarkis. Jika kita anarkis, misi film Geert Wilders malah jadi sukses," ucap Masdar.
Prof Franz Magnis Suseno menyatakan; film Geert Wilders memang sengaja untuk memprovokasi' umat Islam tapi dia tidak mewakili penganut agama yang ada di Eropa. Geert Wilders dinilainya memang ingin membangun makin kuatnya pobi di kalangan masyarakat Eropa terhadap umat Islam. Film Fitna, lanjut Romo Magnis; pantas ditolak karena memang menyesatkan dari tidak dapat dipertanggungjawabkan, "Geert Wilders ingin membangun keta¬kutan tapi saya lihat umat Islam cukup mode¬rat dalam menanggapinya sehingga upaya¬nya itu tidak akan berhasil. Orang Kristiani juga tidak suka dengan apa yang dilakukan Geert Wilders karena umat Katolik juga suka diperlakukan oleh ulah semacam Geerr Wi1¬ders," kata Romo Magnis, gurubesar filsafat STF Driyakara ini.
Dilarang di Indonesia
Menanggapi reaksi atas pembuatan dan penayangan film Fitna oleh politisi ekstrem Belanda Geert Wilders, Presiden Susilo Bam¬bang Yudhoyono menyatakan bahwa pemerin¬tah Indonesia melarang penayangan film Fitna tersebut di Indonesia. Pernyataan itu disampai¬kan di Kantor Kepresidenan, di hadapan para wartawan, Senin (31/3) lalu. "Setelah memantau dan mengikuti reaksi dari banyak pihak pada tingkat dunia maupun di Indonesia sendiri menyangkut pembuatan dan penayangan film Fitna, saya perlu menyampaikan posisi dan langkah-langkah pemerintah Indonesia ke depan. Meskipun pemerintah dalam hal ini Departemen Luar Negeri telah secara resmi menyampaikan keca¬man pembuatan film Fitna oleh politisi ekstrem Belanda Geert Wilders, guna mencegah terja¬dinya gangguan terhadap kerukunan antar umat beragama di negeri kita, dan reaksi-reaksi lain yang mengancam keamanan dan keterti¬ban umum, maka pemerintah Indonesia, pertama melarang penayangan film Fitna tersebut di Indonesia. Kedua, kata Presiden, menghimbau pemerintah dan parlemen Belanda untuk berupaya menghentikan penayangan film itu. Ketiga, melalui Menteri Hukum dan HAM, pemerintah mencekal kunjungan Geert Wilders ke Indonesia apabila yang bersangkutan ingin berkun¬jung ke Indonesia. Keempat, melalui Menteri Komunikasi dan Informa¬tika, pemerintah berharap kepada internet provider agar film Fitna tersebut tidak ditayangkan dalam situs internet. Kelima, menghimbau seluruh media internasional untuk tidak menayangkan film itu karena akan menganggu hubungan antar umat beragama dan harmoni antar peradaban pada tingkat global;" kata Presiden.
Selanjutnya, ujar Presiden, pemerintah Indonesia mengu¬capkan terimakasih dan penghar¬gaan kepada Perdana Menteri dan Pemerintah Belanda yang berusaha mencegah, penayangan film ter¬sebut, dan sekarang pun masih te¬rus berusaha untuk menghenti¬kannya. "Terima kasih juga saya sampaikan kepada Duta Besar Belanda untuk Indonesia dan warga Belanda yang ada di Indo¬nesia, yang juga dengan tegas menolak kehadiran film : Fitna tersebut. Saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan :pada Sekjen PBB, Ban Ki Moon, yang juga secara keras mengecam film Fitna tersebut, dan pernyataan Sekjen PBB yang mengatakan bahwa tidak ada hubungannya sama sekali apa yang dilakukan politisi Wilders tersebut dengan kebebebasan berpendapat dan kebebasan pers," kata Presiden.
"Saya juga mengucapkan terima kasih dan pemghargaan-kepada, ¬para tokoh agama di Indonesia. Semua tokoh agama yang bersama ¬sama juga mengecam dan menolak kehadiran film itu di Indonesia. Pada kesempatan, ini juga meng¬himbau dan meminta kepada selu¬ruh rakyat Indonesia untuk benar¬benar tidak menayangkan film Fitna tersebut karena hanya akan menimbulkan perpecahan diantara kita," kata Presiden.
"Saya juga meminta untuk tidak melakukan aksi-aksi yang. tidak semestinya. Misalnya perusakan, sweeping dan kekerasan lainnya. Karena justru Islam dan agama manapun melarang tindakan keke¬rasan semacam itu. Tindakan keke¬rasan semacam itupun berten¬tangan dengan hukum yang berlaku di negeri kita. Akhirnya kepada se¬mua pihak termasuk masyarakat in¬ternasional, saya menyerukan ja¬nganlah menggunakan kebebasan tanpa batas; sehingga merusak sendi-sendi peradaban yang lain, seperti kedamaian, harmoni, toleransi dan peghormatan kepada agama dan keyakinan pihak lain. Janganlah merusak upaya bersama kita untuk membangun jembatan antar peradaban, untuk memperko¬koh harmoni antar agama dan peradaban. Sebagai contoh menyu¬sul kasus karikatur Nabi Muham¬mad SAW oleh media massa di Norwegia, Indonesia dan Norwegia telah menyelenggarakan global intermedia dialog untuk mencegah salah pengertian, salah pemaha¬man, seperti yang terjadi selama ini," lanjut Presiden.
Berbagai Kecaman
Setelah penyebarluasan kartun tentang Nabi Muhammad yang membuat umat Islam merasa terluka, kini kembali sebuah propaganda lewat film mencuatkan rasa keben¬cian terhadap umat Islam. Film Fitna garapan anggota parlemen Belanda, Geert Wilders, menjadi sorotan dunia karena mengundang reaksi dari banyak Negara. Berbagai unjuk rasa berlangsung di mana-mana untuk memprotes film Fitna.
Kecaman dari dalam dan luar negeri, tehadap film anti-Islam garapan anggota parlemen Belanda, Geert Wilders, semakin keras, menyusul penampilan PM Jan Pe¬ter Balkenende di televisi untuk menjelaskan sikap Pemerintah Belanda yang menyesalkan film itu. Balkenende yang berbicara tidak lama setelah film Fitna, dimana Wilders mengaitkan aksi para teroris dengan para ekstremis Islam dan ayat-ayat al-Qur'an, disiarkan pada situs internet www.liveleak.com pada Kamis (28/3) malam.
Pemerintah Indonesia menilai film Fitna sangat berbau rasis dan merupakan tindakan yang sangat tidak bertanggung jawab yang bersembunyi dibalik kebebasan pers.Pemerintah RI mengecam keras tindakan provokasi yang menghina agama dari umat, Islam, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri RI Kristiarto Soeryo Legowo di Jakarta. Menurut Pemerintah RI; tindak¬an tersebut jelas bertentangan dengan berbagai upaya Indonesia baik, pada tingkat nasional maupun internasional untuk memajukan dia¬log antar-agama berdasarkan har¬moni dan toleransi.
Uni Eropa juga mengutuk film itu. Pernyataan-Presiden UE yang kini dipegang oleh Slovenia menyebut film tersebut tidak membawa manfaat apapun selain hanya mengobarkan kebencian.Wakil Sekjen PPP Teuku Ta¬ufiqulhadi juga meminta Pemerintah RI mengupayakan agar Geert Wilders yang juga anggota Par¬lemen Belanda dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. "Karena Wilders telah melanggar undang¬undang hak asasi manusia (HAM) PBB yang menyatakan bahwa tidak ada satu pihak pun boleh mela¬kukan penistaan terhadap keperca¬yaan dan keyakinan orang lain," katanya.
Dia mengatakan sebagai se¬orang tokoh terhormat di Belanda, Wilders pasti mengetahui film Fitna yang menyebut al-Quran bernilai fasis merupakan penghinaan yang luar biasa terhadap 1,3 miliar umat Islam di seluruh dunia. "Tindakan, Wilders merupakan upaya provokasi dan mendorong radikalisasi umat Islam sedunia sehingga membuat dunia bertambah tidak aman. Kare¬na itu sudah sepantasnya Wilders diadili di Mahkamah Intemasional," katanya. PPP juga mengingatkan Peme¬rintah RI tentang Pemerintah Belan¬da di bawah PM Jan Peter Belke¬nende yang tidak berlaku jujur dengan mengatakan pemerintah¬annya tidak bisa mengambil tin¬dakan terhadap Wilders karena ber¬tentangan kebebasan berpendapat di negara tersebut.
21.Sikap Muhammadiyah dalam Politik Praktis; Sikap Muhammadiyah sebagai, organi¬sasi dakwah dan sosial yang tidak berpolitik praktis harus dijaga. Karena itu kader Muhammadiyah maupun partai politik yang berbasis massa Muhamadiyah tak perlu menarik-narik organi¬sasi kemasyarakatan atau ormas itu agar terlibat politik praktis. Hal itu diungkapkan pimpinan Muhammadiyah saat menerima kunjungan pengurus Partai Ma¬tahari Bangsa (PMB) di kantor PP Muhammadiyah di Jakarta..
PMB adalah partai politik baru yang pertama diterima dan men¬dapat dukungan moral dari PP Muhammadiyah . PMB adalah partai politik baru yang pertama diterima dan mendapat dukungan moral dari PP Muhammadiyah. PBM adalah partai yang sebagian besar pengurusnya adalah kader muda Muhammadiyah. Ketua Umum PP Muhamma¬diyah Din Syamsuddin mengatakan, dalam sistem demokrasi saat ini, setiap orang, termasuk warga Muhammadiyah, bebas mendirikan parpol atau berga¬bung denmgan dengan parpol yang didirikan warga Muhammadiyah.
Bagi Muhammadiyah, lanjut Din, banyaknya parpol yang ber¬basis massa Muhammadiyah atau bukan adalah tantangan berat, tarikan parpol yang kuat dapat menyeret Muhammadiyah se¬hingga lupa akan tugas; dan misi utamanya. Karena, itu Muhammadiyah harus mempertahankan posisi dan sikapnya sebagai ge¬rakan dakwah dan kultural. "Muhammadiyah harus men¬jaga jarak yang sama dengan se¬mua partai politik," katanya.
Untuk itu, Muhammadiyah berusaha, menjalin hubungan ba¬ik dengan semua parpol. Jika ada kedekatan Muhammadiyah de¬ngan partai tertentu itu adalah kedekatan personal antara tokoh parpol itu dan tokoh Muhammadiyah. Din juga berharap, kader PMB mampu menunjukkan dan memperjuangankan nilai Muhammadiyah serta menunjukkan uswah (contoh) politik yang sesuai dengan nilai Islam. Mereka juga tak boleh terjebak dengan membawa tradisi gerakan kultural Muhammadiyah dalam dunia politik.
Ketua Umum PMB Imam Daruqutni berterima kasih atas dukungan moral PP Muhamma¬diyah; maupun tokoh Muham¬madiyah di daerah. Diharapkan hal itu akan memberikan kekuat¬an bagi PMB untuk mernperoleh dukungan publik.
Kesimpulan, Dari pembahasan buku ini yang berjudul : “Selintas Pandang Dakwah dan Politik Muhammadiyah Pada Periode Kepemimpinan Din Syamsuddin” penulis berusaha membuat beberapa kesimpulan yang antara lain sebagai berikut :
Bahwa Muhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan yang berdiri sebagai reaksi terhadap kondisi lingkungan di negeri ini, Indonesia, yang kacau dalam melaksanakan syariat Islam dan untuk mengimbangi kegiatan Kristenisasi pada saat itu, maka Kiyai Haji Ahmad Dahlan mempelopori berdirinya persyarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912 di Kauman Yogyakarta.
Muhammadiyah meskipun sebagai organisasi kemasyarakatan tidak menjalankan politik praktis sebagaimana halnya partai-partai politik yang ada, akan tetapi Muhammadiyah cukup menjadi kekuatan politik dan mewarnai politik, dalam aktivitas dakwah amar makruh nahi munkar dan Muhammadiyah tidak pernah terlepas dengan apa yang dinamakan poltik, karena pengertian merupakan bagian atau sub system dari arti dakwah Islamiyah secara luas.
Hanya politik disini mengalokasikan nilai-nilai Islamy melalui organisasi persyarikatan Muhammadiyah ke dalam kerangka politik yang ada di Negara ini sebagai sebuah proses dan consensus bersama di dalam ber-Muhammadiyah. Muhammadiyah memfungsikan anggotanya untuk mengadakan lobi-lobi politik dengan aparat terkait untuk mengadakan dialog dengan mencetuskan ide maupun berdialog tentang konsep agar menghasilkan sebagaimana yang diharapkan oleh persyarikatan Muhammadiyah.
Demikianlah bahasan seputar tentang “Selintas Pandang Dakwah dan Politik Muhammadiyah Dalam periode Kepemimpinan Din Syamsuddin” ini penulis sajikan dengan segala kekurangan. Dan semoga bermanfaat bagi yang membacanya dan membutuhkannya, Amien ya rabbal Alamien.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar