Sabtu, 19 Desember 2009

‘AISYAH UMMUL-MU'MININ IBUNDA ORANG-ORANG MUKMIN

‘AISYAH UMMUL-MU'MININ
IBUNDA ORANG-ORANG MUKMIN

A. Riwayat Hidup ‘Aisyah r.a.
Aisyah adalah istri nabi yang paling dicintai oleh beliau diantara istri-istrinya. Ayah Aisyah adalah Abu Bakar Shiddiq yang dikatakan oleh Rasulullah , Tidaklah aku mengajak seseorang masuk Islam melainkan dia memandangnya keliru, merenungkannya, dan menyangsikannya. Akan tetapi, tidak demikiun dengan Abu Bakar bin Quhafah. Dia tidak menangguhkan dan meragukan Islam tatkala aku menceritakan kepadanya ", Abu Bakar merupakan sahabat Rasulullah tatkala berada dalam gua dan teman yang menyertainya saat berhijrah. Allah Ta'ala berfirman,

".,..sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkatu kepadu temannya, `Janganlah kamu berduka citA, sesungguhnya Allah beserta kita" ( QS. at-Taubah : 40).

Ibunda ‘Aisyah bernama Ummi Rauman binti Amir. Dia adalah seorang istri yang utama, ibu yang baik, dan wanita yang bijaksana. Rasulullah bersabda tentang dia;

"Barang siapa yang ingin melihat wanita yang masuk ke dalam kelompok bidadari, lihatlah Ummi Rauman"

Saudara laki-laki ‘Aisyah bernama Abdurrahman bin Abu Bakar, ketika Mu'awiyah bin Abi Sufyan memintanya agar berbaiat kepada anaknya yang bernama Yazid, dia berkata, "Apakah ini Herakliusme, sehingga apabila kaisar yang satu mati akan diganti dengan kaisar yang lain'? Demi Allah, kami tidak akan pernah melakukannya."

Setelah menolak berbaiat kepada Yazid, Mu'awiyah mengirimnya uang 100.000 dirham. Abdurrahman bin Abu Bakar menolaknya dan mengembalikannya. Dia berkata, '`Apakah aku harus menjual agamaku dengan dunia?" Dia pergi ke Makkah dan meninggal di sana tanpa berbaiat kepada Yazid bin Mu'awiyah. Saudara perempuan ‘Aisyah bernama Asma, pemilik dua ikatan. Dialah wanita yang berdiri bersama putranya yang bernama Abdullah ibnuz-Zubair dan mengikatkan diri dengan pinggang anaknya dalam menghadapi keputusan yang biadab. Anaknya berkata, "Hai ibu, aku khawatir jika Bani Umayah berhasil mendapatkanku, mereka akan merusak jasadku." Asma berkata, " Hai anakku, domba yang sudah disembelih itu tidak merasa sakit saat dikuliti. Jika kami berada dalam kebenaran, berjalanlah di atas berkah Allah, Jika kami berada dalam kebatilan, kamu merupakan hamba yang seburuk¬buruknya. Binasalah dirimu dan teman-temanmu.

‘Aisyah dilahirkan di Makkah al-Mukarramah, salah satu wilayah yang diberkati di antara bumi Allah. Ayahnya adalah salah seorang pedagang besar di Makkah. Perdagangan telah memberikan harta yang banyak sehingga dia hidup dalam kenikmatan dan kesenangan. Ayahnya adalah seorang laki-laki pemurah dan suka berbuat baik kepada anak-anak dan keluarganya. Dia dermawan, tetapi tidak berlebihan. Dia penyayang tetapi tidak lemah. Dia memiliki sifat kesatria, proporsional, perhitungan, dan perfeksions. Istrinya memperoleh sifat-sifat itu dari suaminya, sehingga sang istri menjalani kehidupan ini di atas jalur suaminya. Karenanya, dia membesarkan kedua anaknya dengan perkara yang utama dan pendidikan yang sempurna, yang akan berpengaruh besar terhadap kehidupan ‘Aisyah Ummul¬ Mu'minin pada masa yang akan datang.

‘Aisyah hidup bersama ayahnya pada tahap pertama dakwah Islam. Pada tahap inilah, Allah membukakan kalbu ayahnya untuk memeluk Islam dan mengikuti apa yang diserukan Muhammad kepadanya. Dia menyerahkan seluruh hartanya untuk membela agama ini dan mempertahankan para pengikutnya guna melawan hati yang membatu dan jiwa yang sesat. ‘Aisyah tumbuh dalam suasana yang penuh dengan keganjilan dan tarik menarik antara penyembahan kepada berhala dan penghambaan kepada Yang Maha Esa.

Karenanya, sejak dini, ‘Aisyah telah memahami karakter pribadi, keburukan hati, dan kegelapan pandangan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Yang Maha Esa, yang menjadi tempat bergantung, dan yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Allah telah menganugerahinya dengan segala hal yang didambakan wanita dalam kehidupan ini, yaitu tubuh yang mulus, wajah yang cantik, kemudaan yang mempesona, dan kepintaran. Semua itulah yang membuat salah seorang tokoh Makkah, yaitu al-Muth'in bin Adiy, tampil melamar ‘Aisyah untuk anaknya yang bernama Jubair, padahal ‘Aisyah belum melampaui masa kanak¬kanak.

Akan tetapi, Allah merencanakan suatu kebaikan. Dia menyimpan untuknya apa yang didambakan oleh setiap gadis dalam kehidupan ini. Dia menyiapkannya untuk menjadi istri Rasulullah Bagaimana ini terjadi? Apakan ada beberapa faktor yang menyebabkan Rasulullah melamar ‘Aisyah? Sumber-sumber sejarah yang terpercaya menegaskan bahwa setelah Khadijah, istri Rasulullah meninggal, beliau hidup sendirian dalam kesedihan dan kesepian karena perpisahan.

Para sahabat mengetahui adanya pengaruh tersebut menimpa nabi mereka. Mereka jatuh kasihan atas kesendirian beliau dan mengharapkan beliau beristri lagi. Mungkin dengan berkeluarga dapat menghibur kesepiannya dan meringankan beberapa beban penderitaannya karena ditinggal pergi untuk selamanya oleh Ummul-Mu'minin. Walaupun demikian, tidak ada seorang sahabatpun yang berani menyentuh masalah pernikahan ini. Jika kaum pria mengalami beberapa kesulitan dan kendala dalam menangani masalah seperti ini, kaum wanita justru mampu memecahkan masalah seperti ini sebab mereka memiliki cara tersendiri.

Dengan perasaan kewanitaan, mereka dapat mengetahui dan menyingkap hakikat pria. Khaulah binti Hakim as Salamiah berusaha untuk bertandang ke rumah Rasulullah. Dia membuka apa yang tidak dapat dibuka oleh kaum pria. Khaulah berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, aku melihat engkau dirasuki kehampaan karena kepergian Khadijah." Beliau menjawab, "Benar. Dia adalah ibu bagi keluarga dan pengatur rumah tangga." (Mausu'ah Ali an-Nabiy). Khaulah menyarankan agar beliau menikah. Beliau bertanya kepada Khaulah dengan nada mencela, "Siapa yang dapat menggantikan Khadijah? "Khaulah menjawab dengan spontan, seolah-olah dia menunggu pertanyaan itu dan dia telah menyiapkan jawabamnya, "Ya Rasulullah, engkau dapat menikahi gadis atau janda." Beliau bertanya, "Siapa yang gadis dan siapa yang janda? "Khaulah menjawab, "Yang gadis adalah Aisyah binti Abu Bakar, sedangkan yang janda adalah Saudah binti Zam'ah. Saudah telah beriman kepadamu dan mengikutimu dengan benar."

Rasulullah diam ‘Aisyah telah diketahuinya sejak usia dini. Dia menempatkan ‘Aisyah sebagai anak perempuan yang mahal. Beliau menyaksikannya berkembang di depan mata matanya sendiri, mulai dari masa kanak-kanak yang lucu, lalu berkembang menjadi berpikir, sejalan dengan kemampuan berbahasa dan keberanian dalam kalbu. harena demikian membanggakannya. Rasulullah sempat berpesan kepada ibunya.,

"Hai Ummu Raunah, Ajarilah ‘Aisyah dengan kebaikan dan jagalah dia demi aku. " Jika suatu waktu beliau melihat ‘Aisyah tampak ngambek, beliau menegur ibunya dengan halus, "Hai Rauman, bukankah aku telah berpesan kepadamu bahwa engkau harus menjaganya demi aku. "Akhirnya, Rasulullah memberi tahu kapada Khaulah bahwa dia akan melamar ‘Aisyah.

Khaulah binti Hakim berkata bahwa ia pergi menemui Ummu Rauman seraya berkata, "hai ummu Rauman, kebaikan apakah yang telah dimasukkun Allah ke rumahmu? Ummu Rauman bertanya "Memangnya mengapa?" Dia berkata,'"Rasulullah mengenang Aisyah". Ummu Rauman berkata, "tunggulah, sebentar lagi Abu Bakar datang".

Tidak lama kemudian datanglah Abu Bakar. Dia menceritakan hal itu kapadanya. Abu Bakar berkata, "Apakah dia pantas untuknya, padahal dia merupakan anak saudaranya? "Khaulah kembali kepada Rasulullah. Seraya menyampaikan apa yang dipersoalkan oleh Abu Bakar. Rasulullah. Menjawabnya, "Aku bukanlah saudara dia dan dia bukan saudaraku. Anaknya itu layak untukku ".Setelah itu, Abu Bakar beranjak pergi kerumah al-Muth'im bin Adiy. Dia berkata, "bagaimana menurut pendapatmu tentang anak gadis ini (maksudnya, ‘Aisyah yang telah dilamar oleh al-Muth'im untuk putranya)?"

Istri Muth'im berkata, "boleh jadi jika kita menikahkan anak ini dengan anakmu, niscaya anakmu akan mempengaruhi anakku sehingga dia masuk kedalam agama yang kamu anut". Abu Bakar memandang Muth'im lalu berkata, "Menurut pendapat anda sendiri bagaimana?" Dia menjawab, "Aku sependapat dengan istriku". Abu Bakar bangkit tanpa memiliki ganjalan apapun dalam dirinya. Dia berkata kepada Khaulah binti Hakim, "Katakanlah kepada Rasulullah. Bahwa dia diminta datang". Rasulullah datang, lalu mengikrarkan akad untuk memperistri ‘Aisyah dan memberinya mahar sebanyak 400 dirham.

Hal itu dilakukan di Makkah pada bulan Syawal, tiga tahun sebelum hijriah. Saat itu, Aisyah berumur enam tahun. Riwayat lain mengemukakan bahwa ‘Aisyah berusia tujuh tahun. Rasulullah merasa bahagia setelah melamar ‘Aisyah. Dia sering kerumah sahabatnya dalam waktu yang berdekatan. Masuklah manusia kedalam agama Allah dengan berduyun-duyun. Rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam dipenuhi oleh kaum muslimin yang mengikuti agama yang diserukan oleh Muhammad.

Tatkala gangguan kaum musyrikin terhadap kelompok Islam semakin menyakitkan dan keras, Rasulullah menyuruh mereka berhijrah ke Yatsrib, setelah sebelumnya mereka berhijrah ke Habsyi. Kaum musyrikin mengintai gerak-gerik kaum muslimin. Mereka melihat kaum muslimin membawa bayi dan ak-anak mereka kerumah al-Aus dan Khazraj. Mereka mengetahui bahwa rumah itu sebagai tempat perlindungan. Kaummusyrikin mengkhawatir kan Rasulullah akan masuk kesana. Karena itu, mereka berkumpul di Darun Nadwah, tidak ada seorangpun diantara pemilik pendapat dan pandangan yang tertinggal. Mereka sepakat untuk membunuh Muhammad, tetapi mereka berselisih mengenai caranya. Jibril menemui Rasulullah dan mengabarkan rencana kaum musyrikin. Rasulullah membulatkan tekadnya untuk berhijrah karena kaum Anshar yang berbaiat kepadanya akan melindungi dan membantunya. Rasulullah pergi kerumah Abu Bakar.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ummul Mu'minin "Rasulullah tidak pernah lupa untuk berkunjung kerumah Abu Bakar pada pagi atau sore hari. Akan tetapi, pada hari beliau diizinkan untuk berhijrah dan pergi meninggalkan Makkah dari tengah-tengah kaumnya, Rasulullah menemui kami pada saat yang tidak biasa dilakukannya. Tatkala Abu Bakar melihatnya, dia bergumam, Rasulullah tidak pernah datang pada saat seperti ini kecuali ada urusan mendadak. Setelah masuk, Abu Bakar duduk di ujung dipannya dan mempersilakan beliau duduk. Pada saat itu, di rumahnya hanya ada aku dan saudaraku, Asma'. Rasulullah bersabda suruhlah keluar orang yang ada dirumahmu. Dia menjawab, `Ya Rasulullah, orang itu hanyalah dua anak perempuanku, demi ayah dan ibuku'. Beliau bersabda. 'sesungguhnya Allah telah mengizinkan aku untuk berangkat dan berhijrah

Abu bakar berkata, `Ya Rasulullah, anda membutuhkan teman?' Beliau bersabda, `Ya, seorang teman. 'Demi Allah sebelum hari itu, aku tidak pernah tahu bahwa seseorang menangis karena bahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu.' Abu Bakar berkata, "Hai Nabi Allah, aku mempunyai dua binatang kendaraan yang telah aku persiapkan untuk menghadapi hal semacam ini. "Keduanya mempekerjakan Abdullah bin Uraiqath sebagai penunjuk jalan. Rasulullah dan sahabatnya berhijrah ke Madinah, sedangkan Aisyah tetap tinggal bersama ibu dan saudaranya. Mereka menanti kabar dan berdo'a kepada Allah agar Dia mengantarkan kedua orang yang berhijrah itu ketempat yang aman, sehingga keduanya tidak mungkin disusul.

Hari-hari berlalu terasa lambat dan berat, seolah-olah ia tidak beranjak dan bergerak. Yang menjadi topik pembicaraan keluarga ini hanyalah soal hijrah dan bergabung dengan manusia yang paling dicintai. Belum lama Rasulullah dan Abu Bakar menetap di Madinah, beliau mengutus Said bin Haritsah bersama Abu Rafi', budaknya, untuk pergi ke Makkah. Beliau membekali kedua utusan ini dengan dua unta dan uang 1500 dirham yang diperoleh dari Abu Bakar agar mengirim keluarganya, yaitu Ummu Rauman, ‘Aisyah dan saudaranya yang bernama Asma'.

Tidak lama kemudian, kafilah pun berangkat meninggalkan Makkah bersama Zaid bin Haritsah, Ummu Aiman dan anak Zaid yang bernama Usamah. Adapun Abu Rafi' diikuti oleh Ummu Kulsum dan Saudah binti Zamah. Abdullah bin Abu Bakar diikuti oleh Ummu Rauman dan kedua saudara perempuannya. Thalhah bin Ubaidillah ikut bersama mereka. Akhirnya, tibalah mereka di Madinah lalu tinggal di rumah Bani al Harits bin al-Khazraj. Aisyah menjadi dekat dengan Rasulullah setelah beliau selesai membangun Masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, beliau berencana serumah dengan ‘Aisyah. Dimanakah Aisyah sekarang? Apakah ia mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa yang menggembirakan ini? Ataukah, dia hanya seorang anak kecil yang belum memahami persoalan ini?

Sumber-sumber yang kami miliki menegaskan bahwa saat ‘Aisyah sedang bermain dengan dua sahabat perempuannya dibawah pohon kurma, datanglah ibunya yang memintanya berhenti. Dia membawa ‘Aisyah hingga sampai ke sumur. Dia membersihkan wajah Aisyah dengan air dan membuka ikat rambutnya. Ibunya menemui Rasulullah. Ternyata disana telah banyak kaum wanita Anshar. Mereka mengungkapkan kebaikan dan keberkahan. Dia memberi salam kepada kaum wanita yang ada. Mereka mempersiapkan segala kepentingan ‘Aisyah. Rasulullah berkeluarga dengan Aisyah di rumah tempat Rasulullah wafat. Aisyah merupakan istri Nabi yang paling banyak beroleh perhatian dan cinta dari beliau.

B.Aisyah yang Mencintai dan Dicintai
‘Aisyah hidup dirumah kenabian dengan mencintai Rasulullah saw, dekat dengan dirinya dan dirindukan hatinya. Beliau tidak meninggalkannya hingga dia kembali serta tidak kembali sebelum dia datang. Kalbunya dipenuhi kerinduan dan kasih sayang. Kaum muslimin mengetahui cinta Rasulullah kepada ‘Aisyah. Jika salah seorang diantara mereka hendak memberikan sebuah hadiah kepada Rasulullah dia menunggu hingga beliau berada di rumah ‘Aisyah. Jika sudah tiba barulah diberikan. Istri-istri Nabi lainnya mengetahui apa yang telah dan akan terjadi dirumah ‘Aisyah. Akhirnya, mereka hendak menyaingi Aisyah untuk mendapatkan itu dan bersama-sama meraihnya, namun mereka tidak mampu.

Para istri Rasulullah mengutus Ummu Salamah mereka berkata, "Masyarakat memilih waktu pemberian hadiah untuk Nabi pada saat beliau berada di rumah ‘Aisyah. Kami juga menginginkan kebaikan sebagaimana Aisyah. Katakanlah kepada Rasulullah beliau menyuruh masyarakat memberikan hadiah kepadanya dimana saja beliau tengah berada atau menginap". Pesan itu disampaikan kepada Rasulullah namun beliau mengabaikannya dan tidak melontarkan sepatah katapun. Istri-istri beliau menanyakan hasilnya kepada Ummu Salamah. Dia menjawab, "Beliau tidak mengatakan sepatah katapun kepadaku". Mereka berkata, "Berkatalah kepadanya, mudah-mudahan dia menyampaikan sesuatu kepadamu". Ummu Salamah kembali menemui Rasulullah dan menyampaikan pesan mereka. Beliau bersabda "Hai Ummu Salamah, janganlah kamu menggangguku mengenai persoalan Aisyah. Demi Allah, tidaklah wahyu diturunkan saat aku berada dibalik selimut salah seorang diantara kalian kecuali saat aku bersama ‘Aisyah", Ummu Salamah berkata' "Ya Rasulullah, aku bertobat kepada Allah dari hal demikian."

Istri-istri nabi mengetahui hasil yang dibawa oleh duta mereka dan apa yang dikatakan oleh Rasulullah. Akan tetapi, mereka tidak puas selama tuntutannya tidak dipenuhi. Diutuslah Fatimah az-Zahra. Putri Rasulullah dengan harapan beliau mau mendengarkannya. Berangkatlah Fatimah kerumah ayahandanya. Dia menjumpainya tengah berbaring bersama Aisyah dibalik pakaiannya. Fatimah meminta izin untuk bertemu dan mengizinkannya. Fatimah berkata, "Ya Rasulullah istri-istrimu mengutusku untuk meminta keadilamnu dalam memperlakukan anak perempuan Abu Quhafah". ‘Aisyah diam. Rasulullah bersabda "Hai anakku, apakah engkau tidak menyukai apa yang aku sukai?" Fatimah menjawab, "Tentu saja."

Nabi bersabda, "Aku mencintai wanita ini." Setelah mendengar hal itu dari Rasulullah, Fatimah bangkit lalu pergi menemui istri-istri Nabi. Dia melaporkan apa yang dikatakan oleh Rasulullah. Mereka berkata, "Engkau tidak mendapatkan apapun untuk kami. Temuilah kembali Rasulullah dan katakanlah kepadanya, `istri-istrimu minta diperlakukan adil seperti anak perempuan Abu Quhafah.' Fatimah berkata, "Demi Allah, aku tidak akan pernah berkata kepadanya tentang ‘Aisyah.'

Apakah istri-istri nabi merasa puas dengan apa yang terjadi dan rela terhadap pembagian yang diberikan Allah kepada mereka? Sesungguhnya mereka tidak berputus asa untuk tetap menuntut. Seolah ¬olah mereka bertekad untuk terus menuntut apa yang mereka pandang sebagai haknya sebelum Rasulullah memenuhinya. Siapakah wanita yang mereka pilih untuk menyampaikan pandangannya pada kali ini ? Apakah mereka akan menemui Rasulullah beramai-ramai? Apakah meraka akan mengutus laki-laki untuk menemuinya? Apakah mereka akan menunggu hingga Rasulullah datang kerumah masing-masing, lalu setiap orang menyampaikan persoalannya kepada beliau?

Rasa penasaran mereka tidak pernah padam. Zainab binti Jahsy Ummul Mu'minin berkata, "aku akan pergi menemui beliau dan mengutarakan persoalan kita serta apa yang membuat kita marah." Mereka menyetujui Zainab. Pergilah Zainab kekamar Aisyah dimana Rasulullah tengah duduk. Setelah diizinkan, dia pun masuk. Zainab berkata "Ya Rasulullah, istri-istrimu mengutusku untuk menghadapmu guna meminta keadilanmu mengenai perlakuan terhadap anak perempuan Abu Quhafah."

Demikianlah tabiat wanita. Allah Ta'ala menciptakan wanita dengan bertabiat demikian. Diantara tabiat itu ialah kecemburuan yang me1upakan salah satu sifat wanita yang tidak dapat dilepas dari dirinya, meskipun dia ingin menghilangkannya. Karena itu kaum laki-laki harus memperhitungkan aspek kecemburuan ini saat mereka memperlakukan wanita.

C. ‘Aisyah dan Ilmu Pengetahuan
Ummul Mu’minin ‘Aisyah merupakan pemegang panji ilmu dan pengetahuan, mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi pada saat dia hidup, sangat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi pada saat dia hidup, sangat mengetahui berbagai urusan rumah tangganya serta apa yang harus dilakukannya dan mengapa tidak boleh demikian. ‘Aisyah dibesarkan dirumah ayahnya yang merupakan manusia yang paling mengetahui nasab orang Arab dan sejarahnya. Dia memahami aneka persoalan agamanya dan mempelajari prinsip-prinsip Islam di sekolah Rasulullah. Dia menerima landasan-landasan etika dan akhlak melalui orang yang telah di didik oleh Tuhannya dan Dia membaguskan pendidikannya itu. Dia memujinva melalui ayat-Nya yang muhkam.

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. " (QS al- ¬Qalam:4).

‘Aisyah hidup dirumah kenabian dimana wahyu diturunkan dan Al-Qur'an dibaca dimalam dan siang hari. Karena itu, Aisyah memperolah kadar pemahaman yang besar tentang Islam, prinsip-prinsipnya, serta mengetahui berbagai jenis ilmu pengetahuan dan bagian-bagainnya. Urwah berkata kepada ‘Aisyah, "Hai Ummul Mu'minin, aku tidak kagum terhadap pemahamanmu sebab engkau adalah istri Rasulullah dan anak perempuan Abu Bakar Siddiq. Aku juga tidak kagum atas pengetahuanmu ihwal puisi dan sejarah manusia sebab engkau anak perempuan Abu Bakar yang merupakan manusia paling pandai. Akan tetapi, aku kagum atas kemampuanmu dalam memahami ilmu kedokteran. Bagaimana mungkin dan dari mana?

Az-Zuhri berkata, "jika ilmu ‘Aisyah dijumlahkan, ilmu istri-istri nabi yang lainnya disatukan, dan ilmu seluruh kaum wanita juga disatukan, niscaya ilmu Aisyahlah yang paling banyak." Dalam riwayat lain dikatakan, "yang paling utama".

D. Peran Wanita Menurut Ummul Mu'minin
Siapakah wanita muslim dalam pandangan ‘Aisyah? Pekerjaan apakah yang cocok untuknya? Apakah dia adalah seorang wanita yang meninggalkan rumahnya dan anak-anaknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan umum? Ataukah wanita yang terus belajar guna meraih ijazah tertinggi dan gelar keilmuan terbesar dengan melupakan fungsinya yang mendasar dan misinya dalam kehidupan? Ataukah dia adalah seorang wanita yang berpangku tangan dirumahnya tanpa memikirkan pekerjaan dan tidak ikut andil dalam kehidupan serta memberikan beban urusan rumah tangga dan anak-anak kepada suaminya? Dalam pandangan Ummul-Mu'minin, wanita ideal bukanlah yang ini dan bukan pula yang itu, namun wanita yang mengetahui hakikat posisinya, yang menjalankan berbagai beban fungsinya dan yang ikut serta dalam memecahkan persoalan kehidupan bersama suaminya.

‘Aisyah berkata, "alat pemintal ditangan wanita lebih baik daripada tombak ditangan orang yang berjuang dijalan Allah." Dia melihat dampak alat pemintal yang ada ditangan wanita. Maka dia berkata kepada wanita, "Bergembiralah dengan apa yang disiapkan Allah untukmu. Jika kalian, hai kaum wanita, melihat sebagian perkara yang disediakan Allah untukmu niscaya kalian takkan berhenti menenun siang dan malam. Tidaklah seorang wanita menenun untuk pakaian suaminya, dirinya dan anak-anaknya, melainkan Allah akan memberikan cahaya untuk setiap kekuatannya sehingga cahaya itu memenuhi alat tenunnya.

Jika telah penuh, Allah memberinya rumah disurga yang lebih luas dari pada timur dan barat. Dari setiap kain yang dibuatnya, dia akan memperolah imbalan berupa 120.000 kota. Apa saja yang ada dimuka bumi akan melantunkan tasbih yang menurut pandangan Allah setara dengan suara jeritan yang keluar dari alat tenun sehingga suaranya sampai ke Arsy dan bergemuruh seperti suara lebah. Menurut Allah, pemintalan itu, setara dengan kedudukan yang besar.

Ummul-Mu'minin ditanya tentang wanita yang paling utama. Dia menjawab, "wanita yang tidak mengenal ucapan buruk, tidak mencari-cari jalan untuk menipu laki-laki, hatinya hanya terfokus pada dandanan untuk suaminya dan senantiasa memelihara keluarganya."

E. Sebab Sebab Turunnya Ayat
Imam Ahmad berkata bahwa para ulama menceritakan bahwa ‘Aisyah, istri nabi berkata "apabila hendak bepergian, Rasulullah mengundi diantara istri-istrinya. Barangsiapa yang namanya keluar, Rasulullah berangkat bersama istri tersebut." ‘Aisyah melanjutkan, "Beliau mengundi diantara kami untuk menentukan siapa yang berhak ikut dalam perang bersamanya. Ternyata keluarlah namaku sehingga akupun berangkat bersama Rasulullah. Hal itu terjadi setelah turun ayat hijab. Aku tetap berada dalam sedupku, baik saat dalam perjalanan maupun ketika singgah.

Setelah Rasulullah selesai berperang, kafilah pun berangkat. Kami sudah dekat ke Madinah. Pada malam hari, diumumkan waktu keberangkatan. Ketika ada pemberitahuan, aku beranjak dan berjalan hingga keluar dari lingkungan pasukan. Setelah menyelesaikan urusan, aku menuju sekedup. Saat meraba dada, ternyata kalung yang terbuat dari batu safir telah terputus. Aku kembali untuk mencari kalungku. Pencarian itu membuatku tertahan. Beberapa orang yang bertugas mengangkat sekedupku datang lalu menaikkannya ke atas unta yang tadi kutunggangi. Mereka mengira bahwa aku berada didalamnya.

Pada saat itu, tubuh wanita ringan-ringan, tidak berat dan tidak ditumbuhi lemak. Mereka hanya makan sedikit saja. Karena itu, petugas tidak merasakan keganjilan terhadap beratnya sekedup. Saat itu, aku adalah seorang gadis muda. Mereka membangkitkan untanya, lalu berjalanlah. Aku menemukan kalung setelah semua pasukan berangkat. Aku datang ke tempat perhatian mereka, namun tidak ada seorang pun yang memanggilku atau menjawab seruanku. Aku menuju ketempatku semula dengan harapan orang orang akan merasa kehilangan diriku lalu mereka kembali mencariku. Ketika aku duduk disana, kedua mataku diserang kantuk lalu tertidur.

Shafwan bin Mu'aththal as-Sulami adz-Dzakwani tertinggal dari pasukan. Dia menyusul pada malam hari dan tiba di tempatku pada pagi hari. Dia melihat sosok manusia yang sedang tidur. Tatkala menghampiriku, dia dapat mengenaliku. Dia pernah melihatku sebelum turunnya ayat hijab. Saat mengenaliku dia berkata, `inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun.' Sehingga membangunkanku. Saat itu pun aku menutup wajahku dengan jilbabku.

Demi Allah, dia tidak melontarkan sepatah katapun kepadaku dan aku tidak mendengar sepatah kata pun dari dia kecuali ucapan istirja'. Dia menderumkan untanya seraya menginjak kakinya sehingga aku dapat naik melalui kakinya yang depan. Berangkatlah al-Mu'aththal sambil menuntun unta yang aku tunggangi sehingga kami dapat menyusul pasukan yang tengah berteduh disiang hari.

Celakalah orang yang menuduhku dengan tuduhan yang bukan bukan. Orang memiliki andil terbesar dalam masalah ini ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. Setelah tiba di Madinah, aku sakit selama sebulan. Sementara iha, orang ¬orang tenggelam dalam cerita yang diciptakan oleh pembuat kebohongan. Aku sendiri tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu, Yang membuatku sakit adalah bahwa aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah yang biasa aku rasakan jika aku sakit.

Rasulullah hanya masuk, mengucapkan salam, kemudian bertanya, `Bagaimana keadaan mu?' Itulah yang membuatku gamang. Aku tidak merasa adanya keburukan hingga aku keluar rumah, setelah sembuh, bersama Ummi Misthah ke tempat yang menuju arah al-Manashi, yaitu tempat kami buang air. Kami tidak keluar kecuali pada malam hari. Hal ini dilakukan sebelum kami membuat kamar kecil dekat rumah. Itulah kebiasaan kami orang arab dalam hal buang air di tempat terbuka, sehingga kami merasa tidak nyaman dalam menggunakan kamar kecil yang ada di dekat rumah.

Berangkatlah aku dan anak perempuan Abu Ruhm bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, alias Ummi Misthah bin Atsatsah bin Ibad bin Abdul Muthalib. Setelah kami selesai dengan urusan kami, kami pulang ke runah. Tiba-tiba, Ummi Misthah terjatuh karena terbelit pakaiannya, lalu dia mengumpat, `celakalah si Misthah!' Aku berkata kepadanya, `Alangkah buruknya ucapanmu! Engkau mencaci orang yang pernah ikut perang badar'.

Dia bertanya, hai junjunganku, apakah engkau tidak mendengar apa yang diucapkan Misthah? Aku bertanya, `Memangnya dia berkata apa?' Dia lalu menceritakan kepadaku berita yang beredar dikalangan para pembuat kebohongan. Hal ini membuat sakitku bertambah parah. Ketika tiba dirumah, Rasulullah menemuiku. Dia memberi salam dan bertanya, Bagaimana keadaanmu?' Aku berkata kepada beliau `Apakah engkau mengizinkan jika aku pergi kerumah orang tuaku?' Saat itu, aku ingin memperoleh kepastian tentang berita itu dari orang tuaku. Rasulullah mengizinkanku.

Aku tiba dirumah orang tuaku. Aku bertanya kepada ibu, `Wahai ibuku, apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai diriku?' Dia berkata, `Hai anakku, tabahkan hatimu. Demi Allah, jarang sekali wanita cantik dan memiliki suami yang mencintainya melainkan banyaklah yang iri kepadanya.' Aku berkata, `Subhanallah. Apakah orang-orang telah menceritakan hal itu?' Pada saat itu aku menangis sampai pagi. Air mataku terus mengalir dan rasa kantukpun hilang. Pada pagi hari, aku pun tetap menangis. Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid tatkala wahyu tidak kunjung turun. Beliau hendak bertanya dan meminta saran dari kedua orang ini ihwal menceraikan istrinya.

Usamah bin Zaid rnenyarankan kepada Rasulullah sesuai dengan kebebasan diri istri beliau dan selaras dengan rasa dirinya kepada keluarga nabi. Dia berkata, `Ya Rasulullah, yang kami ketahui tentang keluargamu hanyalah kebaikan semata.' Adapun Ali bin Abi Thalib berkata, `Ya Rasulullah, Allah tidak menyulitkanmu. Wanita selain dia masih banyak. Jika engkau bertanya kepada pembantu itu niscaya dia memberimu kabar yang benar.' Rasulullah lalu memanggil Barirah, Beliau bersabda "Hai Barirah, apakah kamu pernah melihat sesuatu yang meragukanmu tentang Aisyah?' Barirah berkata, `Demi Zat yang telah mengutusmu dengan hak, tidak ada sesuatu tentang dia yang aku lihat, kemudian aku menyembunyikannya. Aisyah tidak lebih dari seorang gadis belia yang tertidur di samping adonan roti keluarganya, lalu datanglah anak kambing memakan adonan itu.'

Pada hari itu, Rasulullah bangkit dan meminta bukti kepada Abdullah bin Ubay bin Salul. Beliau berdiri di mimbar lalu bersabda, `Hai kaum muslimin, siapakah yang mau menyampaikan bukti atas tuduhan seseorang yang telah menyakiti keluargaku. Demi Allah, aku tahu tentang istriku hanyalah kebaikan semata. Orang-orang telah menceritakan seorang pria yang aku ketahui sebagai orang baik-baik. Dia tidak pernah menemui istriku kecuali bersamaku.' Sa'ad bin Mu'adz al Anshari berkata, `Ya Rasulullah, aku akan membantumu dalam menghadapi orang itu. Jika dia termasuk kabilah Aus, kami akan memenggal lehernya. Jika dia merupakan saudara kami, yaitu dari golongan orang Khazraj, berilah perintah, kami akan melaksanakannya.'

Berdiri pula Sa'ad bin Ubadah, pemuda kaum Khazraj. Dia adalah seorang laki-laki shaleh, tetapi kadang-kadang dikuasai oleh harga dirinya. Dia berkata, `Demi Allah, kamu dusta! Kamu tidak akan membunuhmya dan tidak akan sanggup membunuhnya. Jika dari kelompokmu, kamu takkan tega membunuhnya.' Usaid bin Hidhir, anak paman Sa'ad bin Mu'adz, berkata kepada Sa'ad bin Ubadah, `Demi Allah, kamu yang dusta. Sungguh, kami akan membunuhnya. Sesungguhnya kamu adalah orang munafik yang hendak membela orang munafik.' Timbullah pertengkaran sengit antara Aus dan Khazraj yang nyaris membuat mereka baku bunuh, padahal Rasulullah berdiri di mimbar. Rasulullah terus-menerus meredakan mereka hingga mereka diam, demikian pula Rasulullah.

Pada hari itu, aku menangis. Air mataku terus mengalir dan mataku tidak mau mengantuk. Kedua orang tuaku menduga bahwa tangisanku akan membelah jantungku. Tatkala keduanya duduk disisiku, sementara aku tnenangis, tiba-tiba ada seorang wanita Anshar meminta izin masuk. Aku mengizinkannya. Dia pun menangis bersamaku. Tatkala keadaan kami demikian, masuklah Rasulullah. Beliau memberi salam lalu duduk. Beliau tidak pernah duduk disisiku semenjak tersiarnya berita itu. Sudah sebulan tidak turun sedikit pun wahyu mengenai diriku.

Saat duduk, Rasulullah membaca syahadat, lalu bersabda, Amma ba'du. Hai ‘Aisyah, aku memperoleh berita tentangmu demikian dan demikian. Jika engkau bebas, Allah akan menyatakan kebebasanmu. Jika engkau melakukan dosa, memohon ampunlah kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya, sebab, jika seorang hamba mengakui dosanya dan bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Setelah Rasulullah menyelesaikan pembicaraannya, air mataku mengalir tanpa terasa. Aku berkata kepada ayahku, `Jawabkan pertanyaan Rasulullah untukku!' Abu Bakar berkata, `Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasululiah.' Aku berkata kepada ibuku, 'Jawabkan perkataan Rasulullah untukku.'

Dia berkata,'Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakana kepada Rasulullah.' Akhirnya, aku berkata, `Aku adalah seorang gadis muda usia. Aku tidak banyak membaca Al-Qur'an. Demi Allah, aku yakin bahwa engkau telah mendengar cerita ini hingga mengendap dalam dirimu dan membenarkannya. Jika aku mengatakan kepada engkau bahwa aku tidak melakukannya dan Allah mengetahui bahwa aku tidak melakukannya, niscaya engkau takkan membenarkanku. Jika aku mengakui sesuatu yang diketahui Allah bahwa aku tidak melakukannya niscaya engkau membenarkan aku. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan antara aku dan engkau melainkan seperti yang dikemukakan Yusuf,

'Kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertalongan-Nya terhadap apa yang kalian ceriterakan. (QS Yusuf: ayat l8).

Aku beranjak pindah lalu berbaring di tempat tidurku. Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah dan bahwa Allah akan membenarkan kebebasanku. Akan tetapi, Demi Allah, aku tidak mengira akan diturunkan wahyu tentang diriku. Urusanku terlampau sepele untuk dituturkan Allah dalam suatu topik. Yang aku harapkan adalah Rasulullah bermimpi tentang sesuatu dimana Allah membebaskanku. Demi Allah, belum lagi Rasulullah meninggalkan tempat duduknya dan tidak ada seorang pun dari penghuni rumah ini yang keluar rumah, tiba-tiba Allah menurunkan wahyu kepada nabi-Nya. Beliau tampak kepayahan sebagaimana lazimnya saat menerima wahyu, hingga keringatnya berjatuhan bagaikan mutiara dimusim dingin karena beratnya firman yang diturunkan kepadanya.

Sirnalah hal itu dari Rasulullah lalu tertawa. Kata yang pertama kali dilontarkan oleh beliau adalah, “Hai ‘Aisyah, bergembiralah. Sesungguhnya Allah ia telah membebaskanmu.” Ibuku berkata, `Hampirilah dia.' Aku berkata, `Demi Allah, aku tidak menghampirinya dan tidak memuji kecuali kepada Allah. Dialah yang telah menurunkan ayat yang membebas kanku.

`Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu ialah dari golonganmu juga.... '

Setelah Allah menurunkan ayat yang membebaskanku, Abu Bakar yang selama ini membiayai Misthah Ibn Usamah karena dia sebagai orang miskin dan kerabat berkata 'Demi Allah, aku takkan memberinya biaya apapun setelah dia menuduh ‘Aisyah yang bukan-bukan.' Allah lalu menurunkan ayat,

`Dan janganlah orang-orang yang memiliki kelebihan dan kelapangan diantara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (mereka), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah dijalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin diampuni Allah? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' (QS An-Nur:22)

Abu Bakar berkata, `Tentu saja. Demi Allah, aku benar-benar ingin diampuni Allah.'Abu Bakar kembali memberi infak yang selama ini diberikan kepada Misthah. Abu Bakar berkata, `Demi Allah, kami tidak aka menghentikannya.' (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar