Sabtu, 19 Desember 2009

PROF.DR.H. NURCHOLISH MAJID DALAM PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM

PROF.DR.H. NURCHOLISH MAJID
DALAM PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM
DR.H. Ridjaluddin.FN.,M.Ag.

A. Latar Belakang dan Perjalanan Hidup.

Keberadaan Nurcholish Majid dalam wilayah intelektual Indonesia saat ini tidak disangsikan lagi sebagai salah satu pemikir modern dalam wacana pemikiran Islam di Indonesia saat ini, tidak disangksikan lagi sebagai salah satu pemikir modern dalam wacana pemikir modern di Indonesia disatu sisi kehadirannya mampu mendobrak tatanan baru pola pemikiran Islam dengan menghadirkan suasana baru ketika berhadapan dengan teks - teks Islam dan disisi lainnya secara genial ia mampu memadukan gagasan yang ada dalam berbagai tradisi yang berbeda. Nurcholish Madjid dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. seperti ayahnya iapun sekolah di pagi hari dan sore hari di madrasah. ketika memperoleh ijazah SR IV dari, pada saat yang sama ia menyelesaikan sekolah agamanya di madrasah ayahnya, madrsah al Wathoniyah.
Ayahnya inilah yang mengajarkan Nurcholish Madjid, membaca al Qur'an sejak dia berumur 6 tahun. Ia juga yang memberi pengaruh besar pada pendidikan dan pemikiran Nurcholish Madjid. Meskipun pendidikan resmi Abdul Madjid hanya tamatan Sekolah Rakyat, sekolah resmi pertama yang didirikan pemerintah Indonesia, tapi ia memiliki pengetahuan yang luas, fasih dalam bahasa arab dan mengakar dalam tradisi pesantren.
Di dunia sekolah Nurcholish Madjid memperlihatkan grafik prestasi akademik yang luar biasa, khususnya selama belajar di madrasah. Selama tiga tahun lebih Nurcholish Madjid memperoleh nilai tertinggi dan juara kelas di madrasah, sehingga menimbulkan rasa malu dan rasa kagum ayahnya. Hal ini disebabkan kedudukan sang ayah saat itu sebagai pendiri dan pengajar di madrasah tersebut, kemudian memasauki usia ke -14 dia pergi belajar ke pesantren Darul Ulum Rejoso di Jombang, dan temyata di pesantren inipun ia memperoleh prestasi yang mengagumkan.
Selain pengaruh yang dominan dari ayahnya, Gontor adalah unsur lain yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan intelektual Nurcholish Majid. Ia berumur 16 tahun saat masuk Gontor dan selesai ketika berumur 21 tahun. Gontor sangat revolusioner. Kurikulum Gontor menghadirkan perpaduan yang leberal, yakni tradisi belajar klasik dengan gaya modern barat, yang diwujudkan secara baik dalam sistem pengajaran maupun mata pelajarannya. Bahasa dan kepustakaan arab yang merupakan kepustakaan utuh di setiap pesantren ternyata diajarkan juga di Gontor.
Para santri yang belajar di Gontor, tidak hanya diproyeksikan mampu menguasai Arab Klasik, tetapi juga bahasa Inggris, dengan alasan bahwa Inggris merupakan bahasa yang dibutuhkan dalam mencari ilmu untuk masa sekarang. Dengan mengatakan Gontro progresif, tidak kolot, bukan berarti kehidupan di Gontor sangat longgar. Sebaliknya lingkungan belajar di Gontor sarat disiplin dan tertata, tidak seperti pesantren lain pada umumnya.
Pendidikan di Gontor inilah yang menjadi andalan bagi kelanjutan belajar Nurcholish Madjid yang ditempuh sebelumnya dengan ayahnya, sehingga menghasilkan keluasan wawasan yang dijadikan bekal saat pergi ke Jakarta pada tahun 1961. memiliki bakat akademik yang luar biasa, Nurcholis Madjid tanpa ragu dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan mencapai karir yang menjanjikan.
Pada tahun tahun 1961, Nurcholish Madjid pindah ke Jakarta dan kuliah di Fakultas Adab jurusan Bahasa Arab dan Sejarah kebudayaan Islam, IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Dari sini semakin jelas bahwa karirnya akan berkaitan dengan dunia pemikiran Islam. Perlu diketahui bahwa jenjang karir pendidikan tersebut tidak untuk menunjukkan bahwa Nurcholish Madjid sedang menuju kedudukan `alim dalam pengertian tradisional, dan juga tidak berarti Nurcholish Madjid menganggap dirinya sebagai pemeran kecil dalam kegiatan Islam. Seperti diketahui bersama, ketika menjatuhkan pada IAIN dan bukan universitas sekuler, ia memilih jurusan seperti universitas sekuler Nurcholish Madjid memilih apa yang secara substantisal menjadi watak dasar kemanusiaan dari pada mengkaji fiqih maupun teologi.
Perkembangan lebih jauh ditunjukkan bahwa minat Nurcholish Madjid yang luas terlihat di wilayah lainnya, yakni keterlibatannya di HMI. Pergumulan Nurcholish Madjid dalam kegiatan HMI merupakan hal tidak umum sebab mahasiswa teologi jarang bergabung di organisasi kemahasiswaan seperti HMI, yang dianggap memiliki reputuasi besar.
Kepemimpinan Nurcholish Madjid di tingkat nasional dalam organisasi kemahasiswaan seperti HMI, merupakan hal amat penting dalm jalur intelektualisme kehidupannya. Disamping kegiatan di HMI, petualangan internasional adalah bentuk kegiatan lainnya yang selama beberapa puluh tahun telah memberi sumbangan berharga terhadap perkembangan intelektualnya. Kunjungan yang pertama ke Timur Tengah telah membawa Nurcholish Madjid untuk melakukan perjalanan kedua. Ia mendapatkan hadiah untuk makalah yang telah disajikan di Arab Saudi pada kunjungan pertamanya. Hadiah tersebut berupa tiket untuk kembali di tahun berikutnya di akhir tahun 1969, sebagai tamu resmi pemerintah Arab Saudi untuk menunanikan ibadah haji. Pada lawatannya yang kedua ini Nurcholish Madjid tidak hanya pergi ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, dan ia juga pergi ke Irak dimana kemudian ia bertemu Abdurrahman Wahid untuk pertama kalinya. Setibanya di Irak Nurcholish Madjid dipertemukan dengan Abdurrahman Wahid oleh salah satu panitianya. Dalam batas - batas tertentu, Nurcholish Madjid mengalami tingkat perubahan setelah kunjungan pertama ke negeri paman sam, tetapi bukan perubahan yang bersifat mendadak, seperti yang dinyatakan para kritisi selama ini, melainkan perubahan sebagai tanda proses kedalam pola pikir Nurcholish Madjid sekaligus langkah awal dalam membingkai kerangka berpikir yang dimiliki para pembimbing Nurcholish Madjid di Masyumi. Sikap konsisten dan tidak berubahnya pemikiran Nurcholish Madjid sangat jelas jika tulisan-tulisannya yang terbit sebelum maupun sesudah pergi ke Amerika Serikat ditelaah dengan sikap yang objektif. Yang ironis adalah idealisme dan pendirian Nurcholish Madjid mengalami perubahan justru semenjak ia menjadi ketua Umum HMI, yang kemudian mernbuatnya menaruh hormat pada masyarakat Paman Sam. Namun perubahan tersebut berkaitan erat dengan masalah utama pada cara memandang persoalan keadilan sosial dan perwujudannya melalui kemakmuran sosial, sebagaimana ditegaskan melalui pesan-pesan moral A1 Qur'an
Pengalaman masyarakat Amerika Serikat memang tak diragukan lagi telah membekas pada pemikiran Nurcholish Madjid sehingga memperluas kemampuan intelektualnya yang ambivalen. Dan faktor pengalamannya yang frustasi terhadap generasi tua di lingkungan Masyumi dalam memanfaatkan generasi tua di lingkungan Masyumi dalam memanfaatkan kesempatan emas saat pembukaan Parmusi, juga hal lain yang memperlihatkansikap dan pendirian mereka. Semua itu telah membangun medan kesadaran Nurcholish Madjid terhadap kebutuhan masyarakat agar mampu bersikap elastis ketika berhadapan dengan perubahan.
B. Telaah Terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid

Menilai tulisan Nurcholish Madjid sangat penting dilakukan dengan melakukan pemetaan revolusi pemikirannya sejak tulisan pertamanya tahun 1968 diterbitkan hingga sekarang. Ha1 tersebut penting untuk dipertimbangkan bukan karena secara metodologis dianggap tepat atau secara umum dianggap lebih membuahkan hasil lebih baik. Yang paling substansial adalah upaya untuk membongkar proses perkembangan pemikiran Nurcholish Madjid selama dua dasawarsa terakhir. Banyak tulisan mengenai ide-ide Nurcholish Madjid selama dua dasar terakhir berdasarkan pada kesimpulan bahwa Nurcholish Madjid oportunis, berubah-ubah, atau paling baik, misterius. Namun banyak juga yang memberikan respon terhadap Nurcholish Madjid dengan mengatakan bahwa Nurcholish Madjid telah melewati tahapan tahapan yang jelas dan pemikirannya benar-benar telah berubah. Maka sangat wajar untuk menelaah pemikirannya sesuai dengan konteks masa pemikiran tersebut diterbitkan. Akan tetapi sebelum menelaah satu persatu, sangat perlu untuk membuat kategorisasi tulisan tulisan yang dihasilkan Nurcholsh Madjid. Sistematika kategorisasi yang dipakai bertujuan untuk memantau melakukan pembongkaran wacana dari teks yang ditulis Nurcholish Madjid. Dan sistematika kategorisasi atau pengelompokan yang dipakai untuk tulisan Nurcholish Madjid dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pembaruan pemikiran Islam, 2. Islam dan masyarakat modern industrial, 3. Islam dan hubungan antara iman dan iImu pengetahuan.

1. Pembaruan pemikiran Islam.

Tulisan Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi ditulis tahun 1.968 saat Nurcholish Madjid mencapai puncak penghargaan sebagai modernis konservatif. Saat itu ia menjadi Ketua Umum HMI, dan mendapat pujian dari kalangan modrnis sebagai sosok intelektual muda yang memiliki harapan di masa depan dan diunggulkan menjadi pemimpin Modernis terkemuka setelah Moharnmad Natsir ia juga melakukan kamunikasi dengan tokoh-tokoh senior Modernis lainnya, di tahun tahun pertama periode Orde Baru, Nurcholish Madjid banyak menulis di berbagai surat kabar untuk menyerang gagasan para penulis sekular humanistik, sekaligus untuk menyuarakan aspirasi Islam di kalangan masyarakat luas, yang kemudian terangkum di seputar tema "Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi.'.
Bagian pertama tulisan ini mengenai pandangan progresif dalam modernisasi, dan bagian ke dua mengajukan pembelaan apologetik mengenai keharusan masyarakat untuk beriman pada Tuhan. Dari pandangannya tentang kebutuhan terhadap nilai-nilai yang mutlak, Nurcholish maduk beralih ke topik yang ia sebut pemahaman Islam yang benar dan Paripurna. Dengan menolak pendapat para orientalis Barat, Nurcholish Madjid melihat bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan dunia politik. Islam tidak sekadar agama pribadi maupun kesalehan pribadi. Sambil mengajukan pandangannya ia mengutip pendapat Harry J. Benda.

" Pemisahan agama dan politik, adalah merupakan gejala-gejala sementara Islam yang sedang mengalamai kemunduran. Dalam masa kebangkitan Islam, pemisahan agama dan politik tidak dapat bertahan lagi, baik di negara-negara Islam yang merdeka maupun di daerah daerah Islam yang diperintah oleh orang - orang di daerah - daerah Islam yang diperintah oleh orang yang bukan Islam".

Tema-tema humanisme sekuler sekuler atau revolusioner yang menjadi landasan agama baru di paparkan Nurcholish Madjid dengan sangat memuaskan. Kesimpulan Nurcholish Madjid memperoleh pujian dari kaum konservatif. Tetapi yang lebih penting menurut Nurcholish Madjid, umat Islam sendiri harus tampil terlebih dahulu sebagai unsur yang pertama dan yang terpenting, maka untuk maksud ini, sebagai umat Islam, kita harus pandai belajar dari pengalaman orang lain. Kekurangan umat Islam saat ini antara lain adalah kita tidak banyak sanggup memformulasikannya dalam bahasa¬ bahasa yang dimengerti secara umum, dalam ruang dan waktu sekarang. Akibatnya, orang lain banyak yang tidak mengerti dan tidak tahu apa yang kita kehendaki, sehingga jiwa Islam phobia akibat kolonialisme itu membuat mereka sampai sekarang , apriori, tidak mau mengerti ajaran Tuhan yang Maha Esa itu. Kebanyakan dari kita masih terlalu banyak berbicara tentang apa yang seharusnya (normatif, ultimate goal) tetapi tidak atau sedikit saja bicara tentang "apa yang dapat dikerjakan" (operatif) dalam ruang dan waktu tertentu kita. Sehingga Islam yang semestinya menjadi rahmat bagi seluruh alam malahan sering terbalik dirasakan oleh sementara golongan justru sebagai ancaman. Hal itu barangkali wajar kalau dari musuh-musuh Islam, tetapi bagaiman kalau juga datang dari golongan Islam sendiri, sekalipun Islam nominal? Padahal itulah yanga menjadi kenyataan sekarang ini. Adalah tragis sekali, bahwa penentang-penentang Islam justru sebagian besar dari kalangan yang mengaku Islam juga. Meskipun sebabnya sudah jelas, yaitu karena tidak adanya pengertian yang benar tentang Islam, atau boleh juga karena memang dapat dipergunakan oleh musuh-musuh Islam, sadar atau tidak.
Akhirnya Nurcholish Madjid menyimpulkan seluruh penjelasannya tidak lebih sebagai perjuangan untuk kepentingan Islam, agar Islam mendapat peranan lebih besar di masyarakat Indonesia dengan satu penekanan bahwa umat itu sendirim dan bukan lingkungan masyarakat, yang harus berubah. Umat, tegas Nurcholish Madjid, harus menjadi kritis serta reflektif terhadap dirinya dan pada saat yang sama mau belajar dari arah dan tempat di manapun.
Substansi dari segala bentuk pembaruan dan kemajuan perkembangan intelektual, sebagaimana ditekankan Nurcholish Madjid adalah kebebasan intelektual atau kebebasan berfikir. Seringkali ide-ide cemerlang untuk pertama kali tampak asing atau langsung ditolak oleh publik, sehingga jika tanpa kemauan keras untuk membedah ide-ide dan konsep konsep yang digulirkan, sudah pasti ide dan konsep terebut betapapun bagusnya akan cepat ditolak, tetapi peristiwa semcam itu, merupakan hal yang tidak aneh sebab berbagai pengalaman gerakan pembaruan di seluruh dunia mengalami hal serupa. Sebagai bahan tambahan, bahkan kekeliruan sebenarnya dapat menguntungkan kebenaran, karena kekeliruan punakan semakin memprovokasi ungkapan paling jelas dari pemikiran yang paling benar.
Jika kebebasan intelektual hilang, akan mempengaruhi hilangnya wawasan-wawasan dan gagasan yang segar, dan Nurcholish Madjid berpandangan bahwa hal itulah yang menjadi kenyataan Indonesia sekarang. Lebih jauh ia mengatakan bahwa hal itu pulalah yang menimbulkan suasana "kehilangan kekuatan secara psikologis." Dan Islam serta pemikiran Islam sebenarnya memiliki potensi untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini. Bahkan gagasan-gagasan yang sering diagungkan di dunia barat, seperti demokrasi di satu sisi dan sosialisme di sisi lainnya, merupakan tema-tema yang tidak asing di dalam Islam. Tetapi gagasan-gagasan tersebut tidak dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia, karena pemikiran Islam masyarakat Indonesia dalam suasana lamban akibat kurangnya kebebasan intelektual. Sehingga gagasan-gagasan yang diwariskan pemikiran Islam tidak dapat digunakan semata-mata hanya karena para pemikir Islam khawatir pada trauma sosialisme. Nurcholis Madjid memberikan kesimpulan bahwa keberadaan Islam di Indonesia saat ini dalam strategi tidak menguntungkan sebab umat gagal menawarkan inisiatif di pasar-pasar ide:
…………karenanya kemudian umat Islam tidak mampu mengambil inisiatif ¬inisiatif yang selalu direbut oleh orang lain, sehingga posisi strategis di bidang pemikiran dan ide berada dalam tangan mereka, kemudian Islam dikeluarkan darinya. Seberanya penting untuk diketahui, bahwa persis sebagaimana dalam operasi operasi militer, seorang merebut posisi di medan pertempuran kemudian berusaha mempertahankan posisi tersebut agar tida jatuh ke tangan musuh atau orang lain. Dalam hal inilah kita melihat kelemahan umat Islam”.

Oleh karena itu, Nurcholish Madjid berpendapat, Islam tidak terbelenggu dalam upaya memajukan dunia, karena gagasan dan kosep konsep kemanusiaan yang tinggi serta tepat dapat ditemukan dibanyak tempat dan umat Islam harus mencari serta memungutnya kapan dan dimana saja mereka mendapatkannya. Gagasan atau pun inisiatif dari manapun asalnya yang dinilai sesuai oleh tolok ukur nilai-nilai ajaran Islam dapat dan harus diterima juga dilakasanakan, sebab disitulah letak esensi ijtihad.

2. Islam dan Masyarakat Modern Industrial

Agama kata Nurcholish Madjid, memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Ia adalah kebutuhan untuk memperoleh tujuan tertinggi dalam hidup, kebutuhan guna memberi nilai-nilai spiritual pada hidup. Agama dengan demikian adalah tanggapan alamiah kepada kebutuhan-kebutuhan manusia. Hal tersebut memang benar, bahkan untuk masyarakat modern industrial.
"Sifat alamiah agama tidak berarti bahwa agama tidak meresponsi perubahan sosial. Bahkan sebaliknya, menurut Nurcholish Madjid, agama senantiasa harus berkembang dan diartikulasikan untuk selalu relevan dengan kebutuhan-kebutuhan perubahan manusia”

.........dan akhirnya dan inilah yang sering hilang dimasa lalu akibat pertentangan antara dasar-dasar pemikiran religius dan ilmiah-masyarakat agama dan kehidupan individual orang -orang agama harus mempunyai suatu hubungan organis dengsan masyarakat secara keseluruhan dala hal yang berkenaan dengan pikiran, moral dan perasaan. Hal itu berarati bahwa keagamaan harus relevan dengan kehidupan nyata. Dalam hubungannya dengan hal ini, kita sering lupa bahwa dunia ini sebenarnya senantiasa berkembang. Sedangkan dalam setiap perkembangan, tentu berarti terdapat perubahan. Maka Keagamaan harus mampu menampung perubahan masyarakat (social change)

Kesimpulannya, pandangan Nurcholish Madjid menyangkut masa depan agama dalam masyarakat modern sangat optimistik. Berubah adalah suatu keharusan, khususnya dalam cita-cita menjaga agama untuk tetap berarti dan relevan bagi kehidupan pribadi, dan pada saat yang sama manusia akan terus merasa butuh pada agama.
Kapitalisme menurut Nurcholish Madjid, tidak memenuhi apa yang dijanjikan, dan komunisme dengan segala daya pikatnya pun mengandung cacat yang sama. Kemanusiaan, kata Nurcholish Madjid menjadi manusia penuh dilema. Kejatuhan politik bukanlah sumber utama dari masalah-masalah kemanusiaan sekarang, melainkan sekedar salah satu manifestasi dari masalah yang lebih dalam lagi.

3. Islam dan Hubungan Antara Iman dan Ilmu.

Pada tahun 1974 Nurcholish Madjid menerbitkan tulisan panjang dan cukup teliti mengenai tasawuf di Indonesia. Tulisan ini tidak dapat dipungkiri merupakan tulisan yang cukup penting, dan secara keseluruhan berupa contoh penulisan ilmiah yang memuaskan serta penuh penelitian teruji, namun isinya yang terlampau luas tidak memungkinkan didiskusikan secara panjang lebar di sini. Meskipun demikian, masih ada beberapa segi dari tulisan tersebut yang patut di kemukakan dengan singkat. Dalam tulisan ini Nurcholish Madjid tidak menyentuh gagasan pembaruan, sikapnya terhadap tasawuf cukup relevan untuk dibedah, khususnya yang berkaitan dengan penolakannya pada praktek praktek tahayul serta penyimpangan lainnya dalam agama (religion magisme).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar