Sabtu, 19 Desember 2009

UMAR BIN KHATTAB Pembela Islam yang pembrani

UMAR BIN KHATTAB
Pembela Islam yang pembrani
DR.H.Ridjaluddin.FN.,M.Ag


Umar Bin Khattab lahir pada tahun 513 M dari suatu keluarga suku Quraisy. Ayahnya bernama Nufail Bin Abdul Uzza Al Quraisy dan berasal dari suku Bani Adi. Sedang ibunya bernama Hantamah binti Hasyim Bin Mughirah Bin Abdillah. Silsilahnya berhubungan degan Nabi Muhammad SAW pada generasi kedelapan yaitu Fihr.
Selagi muda, Umar Bin Khattab dikenal sebagai seorang pemuda yang gagah perkasa, tegap dan pemberani. Hal itu diperolehnya dari pendidikan suku dan keluarganya. Ayahnya bukan termasuk orang yang kaya, tetapi memiliki kepemimpinan yang kuat, sehingga dikenal sebagai seorang pemimipin yang bijaksana, meskipun watak keluarganya sangat keras dan tegas. Kekerasan dan ketegasan ini menjadi modal baginya untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat Quraisy lainnya di kota Makkah.
Umar Bin Khattab masuk Islam pada usia 27 tahun. Cerita tentang keislaman Umar Bin Khattab ini berawal dari keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad SAW yang dianggap sebagai pemecah belah bangsa Arab dan pencetus peperangan diantara mereka.Ia sangat tidak suka kalau suku bangsa Arab menjadi terpecah belah lantaran dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ia terus tetap berusaha menghalangi siapa saja yang ingin masuk Islam, bahkan tidak segan-segan untuk membunuhnya. Watak keras seperti ini tampaknya merupakan warisan dari tempaan pendidikan orang tua dan sukunya Bani Adi.
Karena gangguan dan siksaan masyarakat kafir Quraisy saat itu semakin menjadi jadi, dan Umar Bin Khattab serta Umar Bin Hisyam terkenal dengan sebutan Abu Jahal, yang mana merupakan dua tokoh masyarakat kaum Quraisy yang sangat ditakuti, maka Rasulullah selalu berdoa kepada Allah agar salah satu diantara keduanya mendapat hidayah dari Allah dan bersama-sama umat Islam menegakkan ajaran agama Islam.
Permohonan Nabi SAW dikabulkan oleh Allah SWT dan akhirnya Umar Bin Khattab masuk Islam. Setelah ia dengan ke-Islama-nya, sikap keras yang selama itu ditunjukan kepada masyarakat muslim mulai melemah bahkan ia selalu bersikap ramah terhadap sesama muslim. Lain halnya bila berhadapan dengan orang bukan muslim, ketegasan dan ketegaran serta kekerasan masih suka ditunjukannya. Hal itu dilakukan untuk membela umat Islam dari gangguan orang-orang kafir dan para musuh Islam lainnya.
Setelah ia menyatakan diri sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW, usaha pertama yang dilakukannya adalah menyebarkan informasi kepada penduduk Makkah.Ia berpidato di masjid untuk menunjukan kepada masyarakat banyak bahwa ia telah menjadi pelindung umat Islam dan pengikut setia Nabi Muhammad SAW.
Karena keberaniannya ini, pernah suatu saat ketika usai berpidato di masjid, ia dicaci maki bahkan sampai terjadinya perkelahian antara Umar Bin Khattab dengan para pemuda kaum Quraisy. Dalam perkelahiannya tersebut hampir saja Umar Bin Khattab terbunuh, karena ia dikeroyok banyak orang. Tetapi nyawa Umar Bin Khattab terselamatkan oleh Al-Ash Bin Wail (salah seorang tokoh masyarakat kaum Quraisy). Umar Bin Khattab diselamatkan karena ia adalah tokoh masyarakat kaum Quraisy. Bila ia terbunuh, maka sudah pasti sukunya akan balas dendam dan terjadinya pertumpahan darah yang tidak bisa dihindarkan. Hal inilah yang menjadi alasan utama Al-Ash Bin Wail dalam menyelamatkan nyawa Umar Bin Khattab.
Setelah peristiwa itu, Umar Bin Khattab bukan malah jera akan tetapi ia malah semakin menjadi jadi dan menantang orang-orang yang ingin menyakiti Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.Ia menjadi pengawal sebanyak 20 umat Islam yang akan hijrah ke Madinah. Itulah gambaran singkat mengenai peran Umar Bin Khattab pada periode Makkah.

PERAN UMAR BIN KHATTAB DI MADINAH

Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa Umar Bin Khattab terkenal keberanian, ketegasan dan ketelitiannya. Sikap dan kepribadian ini terbawa tidak hanya pada periode Makkah saja, tetapi juga pada periode Madinah bahkan menjadi seorang khalifah.
Pada periode Madinah, Umar Bin Khattab memainkan peranan yang cukup penting dalam proses penyebaran Islam, baik lewat jalan diplomasi maupun melalui jalan peperangan.Ia selalu berada disisi Rasulullah saat-saat peperangan terjadi. Tidak hanya itu, beliau dikenal dikalangan umat Islam bahkan di hadapan Nabi SAW sendiri sebagai salah satu seorang sahabat yang kritis.Ia sering kali memprotes kebijakan Nabi Saw yang dianggap tidak rasional, misalnya saja pada perjanjian Hudaibiyah yang menurut logikanya hanya merugikan umat Islam. Karena yang diinginkan saat itu adalah datang ke kota Makkah dan menaklukannya, tetapi tidak diterima oleh Rasulullah dan para sahabat lainnya.
Selain peristiwa itu, terdapat pula peristiwa lain yaitu ketika Abdullah Bin Ubay Bin Salul meninggal, Umar Bin Khattab menyarankan kepada rasulullah agar tidak dishalatkan. Menurut pendapatnya, ia seharusnya dikubur saja, karena Abdullah dikenal sebagai tokoh munafik yang sering kali mengganggu gerakan dakwah Islam. Tetapi Rasulullah tidak melakukan itu sampai turun wahyu surat 9 ayat 84 yang membenarkan sikap dan perkataan Umar Bin Khattab.
Sikap kritis ini adalah bukti Umar Bin Khattab atas perkembangan umat Islam, sehingga ia menjadi tokoh yang sangat dikagumi karena ijtihad dan pemikirannya yang cukup rasional. Hal penting yang tidak kalah menariknya dari peran yang dimainkan Umar Bin Khattab ketika beliau berada di Madinah adalah keberhasilannya dalam memenangkan pertarungan politik mengenai pengganti Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin umat Islam.Ia begitu berani menentang kaum Ashar dengan argumentasinya yang sangat rasional dengan menyatakan bahwa kepemimpinannya adalah hak prerogatif orang-orang kaum Quraisy yakni kelompok Muhajirin. Sebelum itu, kelompok kaum Ashar tetap berkeyakinan bahwa jabatan itu harus jatuh ketangan kaum Anshar , karena berkat bantuan mereka Islam menjadi besar dan tersebar di seluruh jazirah Arabia. Namun karena ketegasan dan kepiawaiannya dalam masalah politik, akhirnya Umar Bin Khattab memenangkan pertarungannya tersebut dan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah. Usahanya ini ternyata membuahkan hasil, karena Sa'ad Bin Ubadah dan para pengikut lainnya mengikuti jejak Umar Bin Khattab dan menyatakan bai'at kepada Abu bakar.
Sejak Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, Umar Bin Khattab adalah sekretaris pribadi khalifah. Pengangkatan ini lebih disebabkan karena profesionalisme dan kepribadian Umar Bin Khattab pada periode Madinah.

C. PROSES PENGANGKATAN UMAR BIN KHATTAB SEBAGAI KHALIFAH
Berbeda dengan proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar terpilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang cukup panjang, hingga akhirnya ia terpilih sebagai khalifah yang sah. Sementara Umar Bin Khattab diangkat melalui penunjukan yang dilakukan khalifah Abu Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses pemilihan seperti pada masanya, maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil, sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat.
Ketika Abu Bakar jatuh sakit pada musim panas tahun 634 M dan selama 15 hari tidak kunjung sembuh, ia memanggil para sahabat besar dan mengemukakan keinginannya. Beliau menginginkan sebelum meninggal, kekuasaa sudah berada ditangan pengganti yang benar.Ia melihat bahwa saat ini orang yang paling tepat untuk menggantikan kedudukannya sebagai khalifah adalah Umar Bin Khattab. Untuk itu, ia berusaha untuk mengumpulkan massa di depan rumahnya dan berpidato mengenai calon penggantinya kelak. Beliau berkata :
"Apakah kalian akan menerima orang yang saya calonkan sebagai pengganti saya kelak? Saya bersumpah untuk melakukan yang terbaik dalam menentukan masalah ini. Karena itu saya melihat bahwa Umar Bin Khattab adalah orang yang paling tepat untuk menggantikan saya. Dengarkanlah saya dan ikuti keinginan saya". Kemudian massa yang berkumpul dirumahnya menjawab, "Kami telah mendengar khalifah dan kami semua akan menaati tuan".
Setelah itu, Abu bakar memanggil Usman Bin Affan kerumahnya untuk mendengarkan pendapatnya mengenai usulan khalifah yang akan menunjuk Umar Bin Khattab menjadi penggantinya. Setelah mendengar penjelasan khalifah, Usman sangat setuju dengan pendapat khalifah mengenai penunjukan Umar bin Khattab sebagai penggantinya kelak. Karena menurut Usman Bin Affan, Umar adalah orang yang sangat tegas dan bijaksana. Tidak lama kemudian setelah proses penyaringan pendapat tersebut, khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin tangga1; 23 Agustus 624 M dalam usia 63 tahun. Kemudian jenazahnya dishalatkan bersama-sama yang dipimpin oleh Umar Bin Khattab. Jenazah Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian dimakamkan di rumah Siti Aisyah berdampingan dengan makam Nabi Muhammad SAW.
Dengan meninggalnya khalifah Abu Bakar, maka pemerintahan dipegang oleh khalifah baru yaitu Umar Bin Khattab. Perpindahan kekuasaan ini terjadi karena Umar Bin Khattab secara aklamasi telah mendapat persetujuan dari para sahabat besar dan umat Islam lainnya, sehingga ketika Abu Bakar wafat maka secara otomatis kepemimpinan itu jatuh ke tangan khalifah Umar Bin Khattab.

D. PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

Dalam waktu 10 tahun masa kepemimpinan Umar Bin Khattab, banyak usaha yang dilakukannya untuk memperluas wilayah Islam dan kejayaan Islam, diantaranya adalah perluasan wilayah dari Syiria hingga Mesir.

1. Penaklukan Syiria dan Palestina
Sebelum masuk ke wilayah kekuasaan Islam, Syiria dan Palestina berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan, karena masyarakatnya selalu dibebani dengan berbagai pungutan dan pajak yang harus mereka bayar kepada pemerintahan kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Hal itu tentu saja membuat rakyatnya menderita, tidak hanya menderita lahir tetapi juga batin.
Selain itu, mereka juga dipaksa untuk mengikuti aliran agama yang tidak sepaham dengan mazhab yang dianut oleh kebanyakan masyarakat Syiria dan Palestina. Para penguasa Byzantium memaksakan kehendaknya agar masyarakat yang berada di wilayah kekuasaannya mengikuti mazhab kristen Nestroit yang menganut ajaran Trinitas. Sedangkan mayoritas masyarakat Syiria dan Palestina menganut mazhab Jacobit yang menganut paham monofisit yaitu percaya kepada Tuhan Yang Esa.
Keadaan tersebut tentu saja membuat masyarakat Syiria dan Palestina menanti kehadiran sang pembela yang akan membebaskan mereka dari cengkraman penjajah Byzantium tersebut. Untuk itulah pengiriman pasukan ke Syiria dan Palestina sangat diperlukan, sehingga kedua kota tersebut dapat ditaklukan pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab.
Setelah kemenangan umat Islam dalam pertempuran Yarmuk pada tahun 13 H, Abu Ubaidah Bin Jarrah mencoba menaklukan beberapa wilayah di Syiria dan Palestina. Setahun kemudian yaitu pada tahun 14 H, Damaskus dapat dikuasai. Pada tahun 16 H, tentara Islam dibawah pimpinan Amr Bin Ash dapat menaklukan tentara Romawi di Ajnadin. Secara berturut-turut beberapa kota disekitar Syiria dan Palestina juga dikuasai, seperti Baitul Maqdis dikuasai umat Islam pada tahun 18 H. dengan jatuhnya Baitul Maqdis, maka seluruh wilayah Syiria dan Palestina berada di bawah wilayah kekuasaan Islam.

2. Penaklukan Irak dan Persia
Setelah Syiria dan Palestina dapat dikuasai, maka khalifah Umar Bin Khattab melanjutkan usahanya untuk memperluas pengaruh Islam ke Irak dan Persia. Sebenarnya Irak sudah dapat dikuasai oleh tentara Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar di bawah komando panglima Khalid Bin Walid. Akan tetapi ketika pasukan Khalid meninggalkan Irak dan membantu pasukan Islam lainnya di Syiria, kesempatan itu dipergunakan oleh orang-orang Persia untuk mengusir umat Islam keluar dari Irak di bawah pimpinan panglima Rustum. Oleh karena itu, Umar Bin Khattab mengirim Sa'ad Bin Abi Waqqash untuk menundukan kembali Irak dan Persia. Setelah melalui peperangan yang dahsyat, akhirnya Irak dan Persia dapat dikuasai kembali pada tahun 21 H, dalam perang Nahawand dan Qadisia kemudian juga ditaklukan.
Jatuhnya Qadisia, merupakan pertanda kemenangan besar bagi tentara Islam karena kota ini merupakan pusat terakhir tentara Yazdazird, Kisra Persia. Sejak saat itu, perkembangan Islam menjadi di Persia menjadi semakin maju karena memadukannya dengan ajaran Islam yang telah mereka anut.

3. Penaklukan Mesir
Ternyata beban berat yang harus dipikul akibat penjajahan bangsa Romawi Timur tidak hanya menimpa penduduk Syiria dan Palestina, juga menimpa penduduk Mesir. Mereka merasa tersiksa karena tekanan pemerintahan Byzantium yang mengharuskan seluruh penduduk Mesir membayar pajak melampaui batas kemampuannya, selain dari perbenturan antara ideologi agama yang dianut penguasa dengan yang dianut masyarakatnya.
Karena mereka tidak tahan atas perlakuan semena-mena dan tidak manusiawi seperti itulah kemudian mereka meminta bantuan kepada penguasa muslim di Madinah. Untuk itu pada tahun ke-18 H atau 639 M, khalifah Umar Bin Khattab memerintahkan pasukan muslim yang sedang berada di Palestina untuk melanjutkan perjalanannya ke Mesir. Pasukan itu berada di bawah komando Amr Bin `Ash yang memimpin 4000 tentara. Amr Bin `Ash dan pasukannya memasuki wilayah Mesir melalui selat Wadi al-`Arish. Setelah menaklukan beberapa kota kecil, akhirnya ia menaklukan kota Fushthat setelah mengadakan pengepungan terhadap kota tersebut selama kurang lebih 7 bulan. Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab, wilayah kekuasaan Islam telah meluas mulai dari sungai Eufrat sebelah Barat hingga sungai Jihun di sebelah Timur, sebelah Selatan laut Hindia dan bagian Utara negeri Armenia. Dengan demikian, wilayah kekuasaan Islam saat itu telah mencapai wilayah Eropa Timur.
Selain perkembangan politik perluasan wilayah kekuasaan, terdapat perkembangan lain terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin khattab. Di antara perkembangan dan kemajuan yang dicapai adalah sebagai berikut:

a) Pembagian daerah kekuasaan
Khalifah Umar Bin Khatttab telah membagi daerah islam menjadi beberapa wilayah atau propinsi. Masing-masing propinsi berada di bawah kekuasaan seorang gubernur, seperti Khufah berada dibawah kekuasaan Sa'ad Bin Abi Waqqash. Basrah dibawah kekuasaan Athbah Bin Khazwan, dan Fusthath dibawah kekuasaan Amr Bin `Ash.
b) Membentuk dewan-dewan, seperti:
l. Baitul Ma'al (Pembendaharaan Negara) yang bertugas mengatur masuk keluarnya uang, sehingga keuangan negara dapat terkontrol.
2. Dewan Angkatan Perang, yang bertugas menulis nama-nama tentara dan mengatur pemberian gaji mereka.
c) Menetapkan tahun hijriah sebagai tahun umat islam.
d) Membangun masjid-masjid, seperti Masjid Al-Haram, Masjid Nabawi, Masjid Al-Aqsha, Masjid Amr Bin `Ash.
Demikianlah perkembangan islam yang terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab. Banyak jasa yang diberikannya untuk kemajuan islam clan kesejahteraan umat, sehingga masa-masa kepemimpinannya dikenal dalam sejarah islam sebagai masa-masa yang paling aman, tenram, dan sejahtera.
Masyarakatnya begitu makmur, keamanan terjamin dan sebagainya. Hal itu berasal dari karakteristik pribadinya dan dukungan dari masyarakat luas atas berbagai usaha yang dilakukannya.
Dan pada akhirnya Umar Bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk, seorang budak pada saat ia akan memimpin shalat. Pembunuhan ini konon di latar belakangi dendam pribadi Abu Lukluk terhadap Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H / 644 M. Setelah wafatnya Umar Bin Khattab maka jabatan khalifah dipegang oleh Usman Bin Affan.
DAFTAR PUSTAKA
1. DRS. Murodi, MA "Risalah Kebudayaan Islam" PT Karya Toha Putra. Semarang
2. Muhammad Husain Haekal "Umar Bin Khattab" PT Pustaka Litera Antar Nusa". Jakarta, Mei 2003.

MUHAMMAD RASYID RIDHA Seorang Syaikh Reformis Besar Islam

MUHAMMAD RASYID RIDHA
Seorang Syaikh Reformis Besar Islam
DR.H.Ridjaluddin.FN.,M.Ag

A. Riwayat Hidupnya

Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 di al- Qalamun, suatu desa dekat Libanon yang letaknya tidak jauh dari Tripoli (Suria). Seorang Syaikh reformis besar, Muhammad Rasyid Ridha, siapa yang tidak mengenal matahari di tengah siang benderang? Riwayat hidup reformis ini termasuk riwayat-riwayat hidup yang sangat mengesankan perasaan saya dan menggantungkan hati saya untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang siapa dia. Yah, tokoh yang satu ini terasa beda dari tokoh-tokoh yang lainnya. Berbagai pengalaman di dunia membuat jalan Rasyid menjadi terang, ia cari kebenaran dengan dalilnya, bekerja keras demi menyampaikan dakwah risalah Islamiyah, memberantas bid’ah (perbuatan yang menyesatkan) dan menyebarkan apa yang dianggapnya haq. Ia terus belajar dan bepergian untuk mencari orang yang kelak dapat menerangi cakrawala ma’rifah dengan dalilnya. Setelah berada di perguruan ia bertarung dengan berbagai pengalaman, akhirnya kondisinya pun menjadi stabil. Berkat taufiq dan hidayah Allah, ia berjalan di atas jalan orang-orang yang shalih, membawa panji salaf sebagai penyebar, pengajar, pembela dan pendebatnya. Maka lahirlah di tangannya generasi intelektual yang mengikuti jejaknya dan berkomitmen dengan manhaj salaf. Siapa Muhanuaad Rasyid Ridha?Beliau adalah Muhamrnad Rasyid bin Al Ridha bin Syamsuddin bin Baha’uddin al-Qalmuni, al-Husaini. Nasabnya sampai kepada Alu al-Bayt (Ahli Bayt) . Beliau dilahirkan pada tanggal 27-5-1282 H di sebuah desa bernama Qalmun, sebelah selatan kota Tharablas (Tripoli), Syam ia mulai menuntut ilmu dengan menghafal al-Qur’an, mempelajari khat dan ilmu berhitung.

Kemudian belajar di madrasah ar-Rasyidiyyah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa Turki. Tetapi tak berapa lama, ia tinggalkan tempat itu untuk meneruskan studinya di sekolah nasional Islam (al-Wathaniyyah al-Islamiyyah) yang didirikan dan diajarkan gurunya, Husain al-Jisr.Ia mengenyam belajar di sekolah ini selama 7 tahun yang kemudian merubah perjalanan kehidupannya dan mulailah rihlah Tasawufnya.

BersamaTarekat Syadziliyyah; beliau mulai mempelajari tasawuf ketika gurunya, Husain a1-Jisr membacakan kepadanya sebagian buku-buku tasawuf, di antaranya beberapa pasal dari kitab al-Futuuhaat al-Makkiyyah dan beberapa pasal dari kitab karya al-Fariyaq. Pernah ia membaca wird as-Sahari dari buku Tasawaf itu, dan saat membaca bait berikut:
“Dan derai air mata telah mendahuluiku akibat rasa takut terhadapMu
Beliau berhenti dan menolak untuk membacanya karena merasa air matanya tidaklah berderai saat itu. Penolakannya ini semata karena merasa malu berdusta kepada Allah sebab kenyataannya air matanya belum dan tidak berderai ketika membaca bait itu. Setelah beliau menggali dan memperdalam ilmu dan ushuluddin, sadarlah ia bahwa membaca wirid tersebut termasuk bid’ah. Karena itu, ia pun meninggalkannya dan lebih memilih untuk membaca dan mempelajari al-Qur’an. Beliau juga sempat belajar dengan gurunya yang lain, Abu al-Mahasin al-Qawiqji hingga berhasil mendapatkan ijazah (semacam rekomendasi sah sebagai murid yang berhak membaca buku gurunya-red) untuk kitab Dalal’il al-Khairat. Setelah mempelajarinya, semakin nyata baginya bahwa kebanyakan isi buku tersebut mengandung kedustaan terhadap Nabi Saw, maka beliaupun meninggalkannya. la kemudian beranjak membaca dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang berisi shalawat kepada Nabi Saw yang kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan (valid). Bersama Tarekat Naqsyabandiyyah. Mengenai hal ini, Syaikh Rasyid menyebutkan bahwa yang membuatnya gandrung mempelajar tasawuf adalah pesona kitab Ihya Ulumud ad-Diin karya Imam al-Ghazali.
Kemudian beliau meminta kepada gurunya dalam tarekat Syadziliyyah, Muhammad al-Qawiqji untuk memperkenankannya untuk tetap menjalankan tarekat Syadziliyyah secara formalitas saja namun sang guru berkeberatan seraya berkata,
“Wahai anakku, aku bukan orang yang tepat untuk mengabulkan permintaanmu itu. Permadani ini telah dilipat dan para penganutnya telah berlalu”.
Syaikh Rasyid juga menyebutkan, ada temannya yang bernama Muhammad al-Husaini berhasil menjadi seorang sufi terselubung dalam tarekat Naqsyabandiyyah.Ia beranggapan dirinya telah mencapai tingkat mursyid sempurna. Karena itu, Rasyid lalu mengikuti tarekat Naqsyabandiyyah ini melalui bimbingan temannya itu, beliau akhirnya banyak menghabiskan usianya dalam tarekat ini. Mengenai hal ini, beliau bertutur, Di sela-sela itu, aku melihat banyak sekali perkara-perkara rohani yang terjadi di luar kebiasaan, dan banyak kejadian itu, aku berupaya menafsirkannya namun sebagiannya tak berhasil aku ungkap. Beliau melanjutkan, akan tetapi buah cita rasa yang tidak lazim ini tidak sama sekali menunjukkan bahwa seluruh sarananya adalah disyari’atkan atau sebagiannya yang bernuansa bid’ah dibolehkan seperti yang kemudian aku teliti lagi.Rasyid menyebut kegiatannya menjalani wirid harian dalam tarekat Naqsyabandiyyah adalah dengan cara mengucapkan nama Al1ah di dalam hati, tanpa ucapan lisan sebanyak 5000 kali seraya membelalakkan kedua mata, menahan nafas sekuat daya dan mengikat hati dengan hati sang guru.
Di kemudian hari jelas baginya semua itu, ia menyebut wirid itu sebagai perbuatan bid’ah bahkan dapat mencapai kesyirikan terselubung ketika seseorang mengikat hatinya dengan hati sang guru. Sebab dalam tuntutan tauhid, seorang hamba di dalam setiap ibadahnya harus menuju Allah semata, dengan lurus total dan tidak condong serta berserah diri kepada-Nya dalam agama. Mengenai pengalamannya bersama aliran tasawuf ini, Syaikh Rasyid kemudian menyebut banyak hal, di antaranya, beliau mengatakan, Kesimpulannya, saya dulu berkeyakinan bahwa Thariqat (Tarekat/Jalan), Ma’rifah, Penyucian jiwa dan mengetahui rahasia-rahasianya adalah dibolehkan secara syari’at, tidak terlarang sama sekali dan dapat berguna seraya berharap mencapai ma’rifat Allah, tanpa melakukannya tidak akan mencapai sasaran.

B. Mendapat Hidayah, Beralih dari Tasawuf Ke Pemahaman Salaf
Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai Sufi,beliau menuturkan pengalamannya, Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang tersembunyi dan paling tersembu nyi dari misteri-misteri dan rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan Tasawuf dan telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan buih- buihnya yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan berakhir ke tepian damai, pemahaman salaf ash-Shalih dan tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengan nya adalah kesesatan yang nyata.Beliau banyak terpengaruh oleh majalah al-Urwahal-Wutsqa dan artikel-artikel para ulama dan sastrawan. Terlebih, pengaruh gurunya, Jamaluddin al-Afghani danMuhammad Abduh. Beliau benar-benar terpengaruh sekali sehingga seakan gurunya lah yang telah menggerakkan akal dan pikirannya untuk membuang jauh jauh seluruh bid’ah dan menggabungkan antara ilmu agama dan modern serta mengupayakan tegak kokohnya umat dalam upaya menggapai kemenangan.
Dan yang lebih banyak mempengaruhinya lagi adalah beliau buku-buku karya Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal itu, menciptakan gerak dan aktifitasnya setelah sebelumnya tenggelam dalam kubangan kemalasan, kehilangan kesadaran dan terjerumus ke dalam berbagai bida ah dan kesesatan seperti yang ada pada aliran tasawuf.

C. Mengingkari Penganut Tarekat-Tarekat Sufi
Kejadian pertama di mana secara terang-terangan beliau mengingkari tarekat-tarekat sufi itu adalah saat suatu hari, seusai shalat Jumn at, salah satu keluarga penganut tarekat Sufi mengadakan acara yang disebut Rasyid sebagai pertemuan dengan Maulawiyyah.
Mengenai hal ini, Rasyid mengisahkan, bahwa tatkala sudah tiba waktu pertemuan, para guru Sufi yang sering disebut Darawisy Maulawiyyah berkumpul di majlis mereka, di depan mereka duduk sang guru resmi di situ, hadir para bocah-bocah berwajah tampan dan mulus, berpakaian putih cemerlang layaknya jilbab para pengantin. Mereka menari-nari mengikuti irama musik, berputar-putar dengan sangat cepat seraya bersorak-sorai, jarak mereka beriringan, tidak saling berbenturan, mengulurkan lengan-lengan dan memiringkan pundak-pundak. Satu demi satu dari mereka melewati sang guru seraya merunduk.
Pemandangan itu sungguh mengganggu dan melukai perasaan Rasyid, ia tidak menyangka kondisi kaum muslimin sampai sekian jauh terperosok ke dalam bid’ah dan khurafat. Betapa tega mempermainkan keyakinan manusia dan meracuni akal pikiran mereka yang benar-benar menyakiti perasaannya adalah anggapan mereka bahwa permainan bid’ah itu adalah sebagai bentuk ibadah dalam mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan mendengar dan menyaksikan pemandangan itu mereka anggap sebagai ibadah yang disyari’atkan.
Rasyid tidak hanya bertopang dagu menyaksikan hal itu, ia terpanggil untuk mengemban kewajiban sesuai dengan bacaan yang selama ini ia dapatkan dan referensi Salaf baik melalui kitab-kitab mau pun majalah-majalahnya, ia mengisahkan, aku katakan kepada mereka, Apa ini ? Salah seorang menjawab, Ini dzikir tarekat maulana Jalaluddin ar-Rumi, penyandang kedudukan terhormat, mendengar itu aku tidak dapat menahan diri lagi. Aku langsung berdiri di ruang utama seraya berteriak sekencang-kencangnya, yang kira-kira bunyinya, wahai manusia dan kaum muslimin, ini perbuatan munkar tidak boleh dilihat apalagi mendiamkannya sebab sama artinya menyetujui dan melegitimasi para pelakunya. Padahal Allah berfirman, mereka menjadikan agama mereka sebagai ejekan dan mainan, sungguh aku telah menjalankan kewajibanku karena itu keluarlah kalian semoga Allah merahmati. Kemudian, Rasyid pun cepat-cepat keluar menuju kota, teriakan Salafinya itu berbuah juga, sekali pun baru diikuti segelintir orang tetapi gaungnya masih terus bergema di tengah masyarakat, ada pihak yang mendukung dan ada pula yang menentangnya.
Sekalipun banyak dari kalangan guru Sufi yang menentang dan mengingkari tindakan Rasyid, namun anak muda ini bertekad akan terus menempuh caranya dalam memperbaiki masyarakat dari kesesatan-kesesatan dan bid’ah bid’ah tersebut. Ironisnya, justru di antara yang menentangnya itu adalah gurunya sendiri, yang dulu beliau pernah mendalami tarekat Syadzili padanya, Syaikh Husain al-Jisr. Sang guru beranggapan, tidak boleh mengganggu para Sufi dan aktifitas bid’ahnya, siapa pun orangnya. Saat itu, gurunya itu berkata kepadanya, aku nasehati kamu agar tidak mengganggu para ahli tarekat, Rasyid menjawab dengan nada mengingkari, apakah para ahli tarekat itu memiliki hukum-hukum syari’at sendiri selain hukum-hukum umum untuk seluruh umat Islam.? la menjawab, tidak! Tetapi mereka memiliki niat yang tidak sama dengan niat sembarang orang, mereka juga memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan orang-orang. Rasyid menjawab, Dosa yang dilakukan para ahli tarekat itu lebih besar daripada dosa pelaku maksiat biasa sebab mereka (para ahli tarekat) telah menganggap mendengarkan kemungkaran dan tarian yang dilakukan bocah-bocah tampan dan mulus itu sebagai bentuk ibadah yang disyari’atkan sehingga mereka itu telah membuat syari’at agama untuk diri mereka yang tidak pemah diperkenankan Allah sama sekali. Tetapi saya tidak pemah tidak mengingkari suatu kemungkaran yang terjadi di hadapan mata saya, sekali pun hujjah Rasyid sangat kuat dalam membantah gurunya, hanya saja sang guru tetap berpegang pada pendiriannya karena menganggap ia memiliki kehormatan dan kemuliaan.
Perbedaan pendapat di antara murid dan sang guru itu terus berlanjut, bahkan semakin tajam saat Rasyid berhijrah ke Mesir apalagi melalui majalahnya, al-Manar, Rasyid sangat mengingkari perbuatan para ahli tarekat Sufi itu. Sebab ia sudah melihat sendiri betapa kemungkaran dan bid’ah yang terjadi dalam berbagai kegiatan spritual tarekat-tarekat sufi itu seperti perayaan maulid. Sementara itu, sang guru, al-Jisr gigih pula membantah pendapat Rasyid, yang kemudian dibalas pula oleh Rasyid melalui majalahnya.
Setelah banyak membaca dan mendapatkan ilmu dari bacaannya terhadap buku-buku karya Syaikhul Islam, lbnu Taimiyyah dan muridnya, Ibn al-Qayyim, ditambah buku karya Ibn Hajar az-Zawaajir An Iqtiraaf a1-Kabaa’ir, Rasyid terus menentang tindakan para penyembah kuburan (Quburiyyun) dari kalangan aliran tasawuf dan lainnya. la pun telah mengkaji secara seksama buku karangan al-Alusi, Jalaa’l al-Ainain Fii Muhaakamati al-Ahmadiin. Buku ini menyadarkannya mengenai penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan aliran tasawuf dan betapa jernihnya dakwah Syaikhul Islam, ia menyadari bahwa ucapan-ucapan al-Haitsami dan ulama tasawuf (kaum Sufi) lainnya tidak lain hanya terbit dari hawa nafsu dan bualan kaum Sufi semata. Semoga Allah, merahmati Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, sang reformis besar atas apa yang telah dipersembahkan dan dilakukannya dalam menasehati dan membongkar kedok kaum Sufi. Semoga Allah menerima taubatnya dan memaafkan ketergelincirannya. Wa Shallallahu ala Sayyidina Muhammad, Wa Alihi Wa Shahbihi Wa Sallam.

PROF.DR.H. NURCHOLISH MAJID DALAM PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM

PROF.DR.H. NURCHOLISH MAJID
DALAM PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM
DR.H. Ridjaluddin.FN.,M.Ag.

A. Latar Belakang dan Perjalanan Hidup.

Keberadaan Nurcholish Majid dalam wilayah intelektual Indonesia saat ini tidak disangsikan lagi sebagai salah satu pemikir modern dalam wacana pemikiran Islam di Indonesia saat ini, tidak disangksikan lagi sebagai salah satu pemikir modern dalam wacana pemikir modern di Indonesia disatu sisi kehadirannya mampu mendobrak tatanan baru pola pemikiran Islam dengan menghadirkan suasana baru ketika berhadapan dengan teks - teks Islam dan disisi lainnya secara genial ia mampu memadukan gagasan yang ada dalam berbagai tradisi yang berbeda. Nurcholish Madjid dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. seperti ayahnya iapun sekolah di pagi hari dan sore hari di madrasah. ketika memperoleh ijazah SR IV dari, pada saat yang sama ia menyelesaikan sekolah agamanya di madrasah ayahnya, madrsah al Wathoniyah.
Ayahnya inilah yang mengajarkan Nurcholish Madjid, membaca al Qur'an sejak dia berumur 6 tahun. Ia juga yang memberi pengaruh besar pada pendidikan dan pemikiran Nurcholish Madjid. Meskipun pendidikan resmi Abdul Madjid hanya tamatan Sekolah Rakyat, sekolah resmi pertama yang didirikan pemerintah Indonesia, tapi ia memiliki pengetahuan yang luas, fasih dalam bahasa arab dan mengakar dalam tradisi pesantren.
Di dunia sekolah Nurcholish Madjid memperlihatkan grafik prestasi akademik yang luar biasa, khususnya selama belajar di madrasah. Selama tiga tahun lebih Nurcholish Madjid memperoleh nilai tertinggi dan juara kelas di madrasah, sehingga menimbulkan rasa malu dan rasa kagum ayahnya. Hal ini disebabkan kedudukan sang ayah saat itu sebagai pendiri dan pengajar di madrasah tersebut, kemudian memasauki usia ke -14 dia pergi belajar ke pesantren Darul Ulum Rejoso di Jombang, dan temyata di pesantren inipun ia memperoleh prestasi yang mengagumkan.
Selain pengaruh yang dominan dari ayahnya, Gontor adalah unsur lain yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan intelektual Nurcholish Majid. Ia berumur 16 tahun saat masuk Gontor dan selesai ketika berumur 21 tahun. Gontor sangat revolusioner. Kurikulum Gontor menghadirkan perpaduan yang leberal, yakni tradisi belajar klasik dengan gaya modern barat, yang diwujudkan secara baik dalam sistem pengajaran maupun mata pelajarannya. Bahasa dan kepustakaan arab yang merupakan kepustakaan utuh di setiap pesantren ternyata diajarkan juga di Gontor.
Para santri yang belajar di Gontor, tidak hanya diproyeksikan mampu menguasai Arab Klasik, tetapi juga bahasa Inggris, dengan alasan bahwa Inggris merupakan bahasa yang dibutuhkan dalam mencari ilmu untuk masa sekarang. Dengan mengatakan Gontro progresif, tidak kolot, bukan berarti kehidupan di Gontor sangat longgar. Sebaliknya lingkungan belajar di Gontor sarat disiplin dan tertata, tidak seperti pesantren lain pada umumnya.
Pendidikan di Gontor inilah yang menjadi andalan bagi kelanjutan belajar Nurcholish Madjid yang ditempuh sebelumnya dengan ayahnya, sehingga menghasilkan keluasan wawasan yang dijadikan bekal saat pergi ke Jakarta pada tahun 1961. memiliki bakat akademik yang luar biasa, Nurcholis Madjid tanpa ragu dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan mencapai karir yang menjanjikan.
Pada tahun tahun 1961, Nurcholish Madjid pindah ke Jakarta dan kuliah di Fakultas Adab jurusan Bahasa Arab dan Sejarah kebudayaan Islam, IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Dari sini semakin jelas bahwa karirnya akan berkaitan dengan dunia pemikiran Islam. Perlu diketahui bahwa jenjang karir pendidikan tersebut tidak untuk menunjukkan bahwa Nurcholish Madjid sedang menuju kedudukan `alim dalam pengertian tradisional, dan juga tidak berarti Nurcholish Madjid menganggap dirinya sebagai pemeran kecil dalam kegiatan Islam. Seperti diketahui bersama, ketika menjatuhkan pada IAIN dan bukan universitas sekuler, ia memilih jurusan seperti universitas sekuler Nurcholish Madjid memilih apa yang secara substantisal menjadi watak dasar kemanusiaan dari pada mengkaji fiqih maupun teologi.
Perkembangan lebih jauh ditunjukkan bahwa minat Nurcholish Madjid yang luas terlihat di wilayah lainnya, yakni keterlibatannya di HMI. Pergumulan Nurcholish Madjid dalam kegiatan HMI merupakan hal tidak umum sebab mahasiswa teologi jarang bergabung di organisasi kemahasiswaan seperti HMI, yang dianggap memiliki reputuasi besar.
Kepemimpinan Nurcholish Madjid di tingkat nasional dalam organisasi kemahasiswaan seperti HMI, merupakan hal amat penting dalm jalur intelektualisme kehidupannya. Disamping kegiatan di HMI, petualangan internasional adalah bentuk kegiatan lainnya yang selama beberapa puluh tahun telah memberi sumbangan berharga terhadap perkembangan intelektualnya. Kunjungan yang pertama ke Timur Tengah telah membawa Nurcholish Madjid untuk melakukan perjalanan kedua. Ia mendapatkan hadiah untuk makalah yang telah disajikan di Arab Saudi pada kunjungan pertamanya. Hadiah tersebut berupa tiket untuk kembali di tahun berikutnya di akhir tahun 1969, sebagai tamu resmi pemerintah Arab Saudi untuk menunanikan ibadah haji. Pada lawatannya yang kedua ini Nurcholish Madjid tidak hanya pergi ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, dan ia juga pergi ke Irak dimana kemudian ia bertemu Abdurrahman Wahid untuk pertama kalinya. Setibanya di Irak Nurcholish Madjid dipertemukan dengan Abdurrahman Wahid oleh salah satu panitianya. Dalam batas - batas tertentu, Nurcholish Madjid mengalami tingkat perubahan setelah kunjungan pertama ke negeri paman sam, tetapi bukan perubahan yang bersifat mendadak, seperti yang dinyatakan para kritisi selama ini, melainkan perubahan sebagai tanda proses kedalam pola pikir Nurcholish Madjid sekaligus langkah awal dalam membingkai kerangka berpikir yang dimiliki para pembimbing Nurcholish Madjid di Masyumi. Sikap konsisten dan tidak berubahnya pemikiran Nurcholish Madjid sangat jelas jika tulisan-tulisannya yang terbit sebelum maupun sesudah pergi ke Amerika Serikat ditelaah dengan sikap yang objektif. Yang ironis adalah idealisme dan pendirian Nurcholish Madjid mengalami perubahan justru semenjak ia menjadi ketua Umum HMI, yang kemudian mernbuatnya menaruh hormat pada masyarakat Paman Sam. Namun perubahan tersebut berkaitan erat dengan masalah utama pada cara memandang persoalan keadilan sosial dan perwujudannya melalui kemakmuran sosial, sebagaimana ditegaskan melalui pesan-pesan moral A1 Qur'an
Pengalaman masyarakat Amerika Serikat memang tak diragukan lagi telah membekas pada pemikiran Nurcholish Madjid sehingga memperluas kemampuan intelektualnya yang ambivalen. Dan faktor pengalamannya yang frustasi terhadap generasi tua di lingkungan Masyumi dalam memanfaatkan generasi tua di lingkungan Masyumi dalam memanfaatkan kesempatan emas saat pembukaan Parmusi, juga hal lain yang memperlihatkansikap dan pendirian mereka. Semua itu telah membangun medan kesadaran Nurcholish Madjid terhadap kebutuhan masyarakat agar mampu bersikap elastis ketika berhadapan dengan perubahan.
B. Telaah Terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid

Menilai tulisan Nurcholish Madjid sangat penting dilakukan dengan melakukan pemetaan revolusi pemikirannya sejak tulisan pertamanya tahun 1968 diterbitkan hingga sekarang. Ha1 tersebut penting untuk dipertimbangkan bukan karena secara metodologis dianggap tepat atau secara umum dianggap lebih membuahkan hasil lebih baik. Yang paling substansial adalah upaya untuk membongkar proses perkembangan pemikiran Nurcholish Madjid selama dua dasawarsa terakhir. Banyak tulisan mengenai ide-ide Nurcholish Madjid selama dua dasar terakhir berdasarkan pada kesimpulan bahwa Nurcholish Madjid oportunis, berubah-ubah, atau paling baik, misterius. Namun banyak juga yang memberikan respon terhadap Nurcholish Madjid dengan mengatakan bahwa Nurcholish Madjid telah melewati tahapan tahapan yang jelas dan pemikirannya benar-benar telah berubah. Maka sangat wajar untuk menelaah pemikirannya sesuai dengan konteks masa pemikiran tersebut diterbitkan. Akan tetapi sebelum menelaah satu persatu, sangat perlu untuk membuat kategorisasi tulisan tulisan yang dihasilkan Nurcholsh Madjid. Sistematika kategorisasi yang dipakai bertujuan untuk memantau melakukan pembongkaran wacana dari teks yang ditulis Nurcholish Madjid. Dan sistematika kategorisasi atau pengelompokan yang dipakai untuk tulisan Nurcholish Madjid dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pembaruan pemikiran Islam, 2. Islam dan masyarakat modern industrial, 3. Islam dan hubungan antara iman dan iImu pengetahuan.

1. Pembaruan pemikiran Islam.

Tulisan Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi ditulis tahun 1.968 saat Nurcholish Madjid mencapai puncak penghargaan sebagai modernis konservatif. Saat itu ia menjadi Ketua Umum HMI, dan mendapat pujian dari kalangan modrnis sebagai sosok intelektual muda yang memiliki harapan di masa depan dan diunggulkan menjadi pemimpin Modernis terkemuka setelah Moharnmad Natsir ia juga melakukan kamunikasi dengan tokoh-tokoh senior Modernis lainnya, di tahun tahun pertama periode Orde Baru, Nurcholish Madjid banyak menulis di berbagai surat kabar untuk menyerang gagasan para penulis sekular humanistik, sekaligus untuk menyuarakan aspirasi Islam di kalangan masyarakat luas, yang kemudian terangkum di seputar tema "Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi.'.
Bagian pertama tulisan ini mengenai pandangan progresif dalam modernisasi, dan bagian ke dua mengajukan pembelaan apologetik mengenai keharusan masyarakat untuk beriman pada Tuhan. Dari pandangannya tentang kebutuhan terhadap nilai-nilai yang mutlak, Nurcholish maduk beralih ke topik yang ia sebut pemahaman Islam yang benar dan Paripurna. Dengan menolak pendapat para orientalis Barat, Nurcholish Madjid melihat bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan dunia politik. Islam tidak sekadar agama pribadi maupun kesalehan pribadi. Sambil mengajukan pandangannya ia mengutip pendapat Harry J. Benda.

" Pemisahan agama dan politik, adalah merupakan gejala-gejala sementara Islam yang sedang mengalamai kemunduran. Dalam masa kebangkitan Islam, pemisahan agama dan politik tidak dapat bertahan lagi, baik di negara-negara Islam yang merdeka maupun di daerah daerah Islam yang diperintah oleh orang - orang di daerah - daerah Islam yang diperintah oleh orang yang bukan Islam".

Tema-tema humanisme sekuler sekuler atau revolusioner yang menjadi landasan agama baru di paparkan Nurcholish Madjid dengan sangat memuaskan. Kesimpulan Nurcholish Madjid memperoleh pujian dari kaum konservatif. Tetapi yang lebih penting menurut Nurcholish Madjid, umat Islam sendiri harus tampil terlebih dahulu sebagai unsur yang pertama dan yang terpenting, maka untuk maksud ini, sebagai umat Islam, kita harus pandai belajar dari pengalaman orang lain. Kekurangan umat Islam saat ini antara lain adalah kita tidak banyak sanggup memformulasikannya dalam bahasa¬ bahasa yang dimengerti secara umum, dalam ruang dan waktu sekarang. Akibatnya, orang lain banyak yang tidak mengerti dan tidak tahu apa yang kita kehendaki, sehingga jiwa Islam phobia akibat kolonialisme itu membuat mereka sampai sekarang , apriori, tidak mau mengerti ajaran Tuhan yang Maha Esa itu. Kebanyakan dari kita masih terlalu banyak berbicara tentang apa yang seharusnya (normatif, ultimate goal) tetapi tidak atau sedikit saja bicara tentang "apa yang dapat dikerjakan" (operatif) dalam ruang dan waktu tertentu kita. Sehingga Islam yang semestinya menjadi rahmat bagi seluruh alam malahan sering terbalik dirasakan oleh sementara golongan justru sebagai ancaman. Hal itu barangkali wajar kalau dari musuh-musuh Islam, tetapi bagaiman kalau juga datang dari golongan Islam sendiri, sekalipun Islam nominal? Padahal itulah yanga menjadi kenyataan sekarang ini. Adalah tragis sekali, bahwa penentang-penentang Islam justru sebagian besar dari kalangan yang mengaku Islam juga. Meskipun sebabnya sudah jelas, yaitu karena tidak adanya pengertian yang benar tentang Islam, atau boleh juga karena memang dapat dipergunakan oleh musuh-musuh Islam, sadar atau tidak.
Akhirnya Nurcholish Madjid menyimpulkan seluruh penjelasannya tidak lebih sebagai perjuangan untuk kepentingan Islam, agar Islam mendapat peranan lebih besar di masyarakat Indonesia dengan satu penekanan bahwa umat itu sendirim dan bukan lingkungan masyarakat, yang harus berubah. Umat, tegas Nurcholish Madjid, harus menjadi kritis serta reflektif terhadap dirinya dan pada saat yang sama mau belajar dari arah dan tempat di manapun.
Substansi dari segala bentuk pembaruan dan kemajuan perkembangan intelektual, sebagaimana ditekankan Nurcholish Madjid adalah kebebasan intelektual atau kebebasan berfikir. Seringkali ide-ide cemerlang untuk pertama kali tampak asing atau langsung ditolak oleh publik, sehingga jika tanpa kemauan keras untuk membedah ide-ide dan konsep konsep yang digulirkan, sudah pasti ide dan konsep terebut betapapun bagusnya akan cepat ditolak, tetapi peristiwa semcam itu, merupakan hal yang tidak aneh sebab berbagai pengalaman gerakan pembaruan di seluruh dunia mengalami hal serupa. Sebagai bahan tambahan, bahkan kekeliruan sebenarnya dapat menguntungkan kebenaran, karena kekeliruan punakan semakin memprovokasi ungkapan paling jelas dari pemikiran yang paling benar.
Jika kebebasan intelektual hilang, akan mempengaruhi hilangnya wawasan-wawasan dan gagasan yang segar, dan Nurcholish Madjid berpandangan bahwa hal itulah yang menjadi kenyataan Indonesia sekarang. Lebih jauh ia mengatakan bahwa hal itu pulalah yang menimbulkan suasana "kehilangan kekuatan secara psikologis." Dan Islam serta pemikiran Islam sebenarnya memiliki potensi untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini. Bahkan gagasan-gagasan yang sering diagungkan di dunia barat, seperti demokrasi di satu sisi dan sosialisme di sisi lainnya, merupakan tema-tema yang tidak asing di dalam Islam. Tetapi gagasan-gagasan tersebut tidak dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia, karena pemikiran Islam masyarakat Indonesia dalam suasana lamban akibat kurangnya kebebasan intelektual. Sehingga gagasan-gagasan yang diwariskan pemikiran Islam tidak dapat digunakan semata-mata hanya karena para pemikir Islam khawatir pada trauma sosialisme. Nurcholis Madjid memberikan kesimpulan bahwa keberadaan Islam di Indonesia saat ini dalam strategi tidak menguntungkan sebab umat gagal menawarkan inisiatif di pasar-pasar ide:
…………karenanya kemudian umat Islam tidak mampu mengambil inisiatif ¬inisiatif yang selalu direbut oleh orang lain, sehingga posisi strategis di bidang pemikiran dan ide berada dalam tangan mereka, kemudian Islam dikeluarkan darinya. Seberanya penting untuk diketahui, bahwa persis sebagaimana dalam operasi operasi militer, seorang merebut posisi di medan pertempuran kemudian berusaha mempertahankan posisi tersebut agar tida jatuh ke tangan musuh atau orang lain. Dalam hal inilah kita melihat kelemahan umat Islam”.

Oleh karena itu, Nurcholish Madjid berpendapat, Islam tidak terbelenggu dalam upaya memajukan dunia, karena gagasan dan kosep konsep kemanusiaan yang tinggi serta tepat dapat ditemukan dibanyak tempat dan umat Islam harus mencari serta memungutnya kapan dan dimana saja mereka mendapatkannya. Gagasan atau pun inisiatif dari manapun asalnya yang dinilai sesuai oleh tolok ukur nilai-nilai ajaran Islam dapat dan harus diterima juga dilakasanakan, sebab disitulah letak esensi ijtihad.

2. Islam dan Masyarakat Modern Industrial

Agama kata Nurcholish Madjid, memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Ia adalah kebutuhan untuk memperoleh tujuan tertinggi dalam hidup, kebutuhan guna memberi nilai-nilai spiritual pada hidup. Agama dengan demikian adalah tanggapan alamiah kepada kebutuhan-kebutuhan manusia. Hal tersebut memang benar, bahkan untuk masyarakat modern industrial.
"Sifat alamiah agama tidak berarti bahwa agama tidak meresponsi perubahan sosial. Bahkan sebaliknya, menurut Nurcholish Madjid, agama senantiasa harus berkembang dan diartikulasikan untuk selalu relevan dengan kebutuhan-kebutuhan perubahan manusia”

.........dan akhirnya dan inilah yang sering hilang dimasa lalu akibat pertentangan antara dasar-dasar pemikiran religius dan ilmiah-masyarakat agama dan kehidupan individual orang -orang agama harus mempunyai suatu hubungan organis dengsan masyarakat secara keseluruhan dala hal yang berkenaan dengan pikiran, moral dan perasaan. Hal itu berarati bahwa keagamaan harus relevan dengan kehidupan nyata. Dalam hubungannya dengan hal ini, kita sering lupa bahwa dunia ini sebenarnya senantiasa berkembang. Sedangkan dalam setiap perkembangan, tentu berarti terdapat perubahan. Maka Keagamaan harus mampu menampung perubahan masyarakat (social change)

Kesimpulannya, pandangan Nurcholish Madjid menyangkut masa depan agama dalam masyarakat modern sangat optimistik. Berubah adalah suatu keharusan, khususnya dalam cita-cita menjaga agama untuk tetap berarti dan relevan bagi kehidupan pribadi, dan pada saat yang sama manusia akan terus merasa butuh pada agama.
Kapitalisme menurut Nurcholish Madjid, tidak memenuhi apa yang dijanjikan, dan komunisme dengan segala daya pikatnya pun mengandung cacat yang sama. Kemanusiaan, kata Nurcholish Madjid menjadi manusia penuh dilema. Kejatuhan politik bukanlah sumber utama dari masalah-masalah kemanusiaan sekarang, melainkan sekedar salah satu manifestasi dari masalah yang lebih dalam lagi.

3. Islam dan Hubungan Antara Iman dan Ilmu.

Pada tahun 1974 Nurcholish Madjid menerbitkan tulisan panjang dan cukup teliti mengenai tasawuf di Indonesia. Tulisan ini tidak dapat dipungkiri merupakan tulisan yang cukup penting, dan secara keseluruhan berupa contoh penulisan ilmiah yang memuaskan serta penuh penelitian teruji, namun isinya yang terlampau luas tidak memungkinkan didiskusikan secara panjang lebar di sini. Meskipun demikian, masih ada beberapa segi dari tulisan tersebut yang patut di kemukakan dengan singkat. Dalam tulisan ini Nurcholish Madjid tidak menyentuh gagasan pembaruan, sikapnya terhadap tasawuf cukup relevan untuk dibedah, khususnya yang berkaitan dengan penolakannya pada praktek praktek tahayul serta penyimpangan lainnya dalam agama (religion magisme).

AMIEN RAIS TOKOH GERAKAN REFORMASI

AMIEN RAIS
TOKOH GERAKAN REFORMASI
DR.H.Ridjaluddin.F.N.,M.Ag

A. Kelahiran dan Ketokohannya
Mohamad Amien Rais demikian nama lengkapnya, seorang tokoh gerakan reformasi pada masa rezim Presiden Soeharto yang dilahirkan di kota Solo, Jawa Tengah pada tanggal 26 April 1944, dari sebuah keluarga yang sangat taat dalam menjalankan syariat agama Islam. Ayahnya bernama Suhud Rais, siswa lulusan Perguruan Mu'allimin Muhammadiyah dan semasa hidupnya bekerja sebagai karyawan di kantor Departemen Agama RI. Ibunda Amien Rais bernama Sudalmiyah, adalah siswi alumni Hogere Inlandsche Kweekschool (HIK) Muhammadiyah, kemudian menjadi aktivis gerakan ‘Aisyiyah dan ia pernah menjabat sebagai ketua ‘Aisyiyah di Surakarta cukup lama yaitu selama dua puluh tahun.

Ibunda Amien Rais, Sudalmiyah juga sangat dikenal sebagai seorang guru yang ulet dan rajin. Ia mengajar di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) Negeri dan Sekolah Bidan ‘Aisyiyah di Surakarta. Karena prestasinya yang cukup menonjol di dunia pendidikan, pada tahun 1985, ia mendapat gelar sebagai Ibu Teladan se-Jawa Tengah. Sudalmiyah juga aktif dipartai politik Masyumi ketika masa jayanya pada tahun 1950-an. Kakek Amien Rais dilahirkan dari keluarga yang sangat kental Muhammdiyahnya.

Amien Rais merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Kakaknya adalah Fatimah, dan empat adiknya adalah abdul Rozak, Achmad Dahlan, Siti ‘Aisyah, dan Asyiah. Mereka tumbuh dan dibesarkan di kampung Kepatihan Kulon (Solo). Sejak kecil mereka sudah dilatih disiplin oleh sang ibu. Bila Amien kecil melanggar, sang ibu tidak segan-segan menghukumnya. Mereka harus bangun puku104.00 WIB setiap paginya.

Caranya dengan meletakkan jam weker di dekat tempat tidur. Dan ketika bangun, mereka diminta untuk mengucapkan "ashalatu khairu minan naum" dengan suara keras sehingga terdengar sang ibu. Sang ibu biasanya memberikan imbalan berupa uang 50 sen. Uang tersebut lalu mereka tabung, untuk dibelikan baju baru menjelang lebaran idul fitri. Walaupun tegas, tetapi sang ibu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Anak ¬anaknya dibiarkan tumbuh secara alami, sesuai dengan bakat dan minatnya masing¬ masing. Hanya saja, pesan sang ibu yang tak pernah putus adalah mengingatkan mereka bahwa hakikat hidup adalah ibadah. Yang terus diingat Amien, ketika ibunya berkata, "Ingat Amien, berkemah pun ibadah."

Da1am berbagai kesempatan, Amien Rais secara terus terang mengakui bahwa ibunyalah yang sangat mempengaruhi karakternya yang lugas tanpa basa-basi. Sampai kini Amien masih menempatkan ibunya sebagai konsultannya dan tempat pelipur lara. Manakala ia menghadapi situasi atau persoalan pelik, ruwet ia selalu pulang ke Solo menemui sang ibu untuk meminta pendapatnya, atau sekadar untuk menghindari kejaran wartawan yang pantang ia tolak. Setiap lebaran Idul Fitri ia beserta saudaranya juga berkumpul di rumah sang ibu. Menurut Amien, hingga usia 80-an, ketegasan dan kejernihan berpikir ibunya masih tetap seperti dulu. Ibunda Amien Rais wafat hari jumat, 14 September 2001 di Solo Jawa Tengah, dalam usia 89 tahun.

Sewaktu masih duduk di bangku SD, Amien kecil bercita-cita ingin menjadi walikota. Cita-cita ini sangat dipengaruhi oleh kekagumannya pada Mochammad Saleh yang menjabat wali kota Solo waktu itu. Mochammad Saleh adalah seorang muslim yang sangat taat.Ia sering memberikan pengajian di Balai Muhammadiyah Solo. Wali kota asal Madura ini sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. Namun setelah SMA, cita-cita Amien berubah, Ia ingin jadi duta besar. Mungkin cita-cita ini yang ikut mempengaruhinya untuk memilih jurusan hubungan internasional ketika memasuki perguruan tinggi.

Prinsip yang menjadi pegangannya diakuinya sangat sederhana, yaitu mencari ridho dan ampunan Allah. Untuk mencapainya orang harus berbicara dan berbuat apa adanya. "You are what you are," katanya suatu ketika.Ia membagi kebahagiaan menjadi tiga jenis, Yaitu kebahagiaan spiritual, kebahagiaan intelektual, kebahagiaan psikologis. Kebahagiaan spiritual diperoleh dengan cara menjalani hidup sesuai dengan rel agama. Kebahagiaan intelektual diperoleh dengan cara memberikan kontribusi pemikiran kepada masyarakat. Sedangkan kebahagiaan psikologis didapatnya bila ia bisa berbuat atau menolong orang lain (attaawun bainan naasi).

B. Riwayat Pendidikan Amien Rais
Pendidikan Amien Rais, mulai dari TK sampai SMA, semuanya dijalani di sekolah Muhammadiyah, dikota kelahirannya, Solo Jawa Tengah. Menurut Amien, karena kecintaan sang ibu pada sekolah Muhammdiyah, maka seandainya ketika itu sudah ada perguruan tinggi Muhammadiyah, pasti ibunya akan memintanya untuk kuliah di situ. Sekolah Dasar diselesaikan tahun 1956, kemudian melanjutkan di SMP pada tahun 1959 dan ke jenjang yang lebih tinggi di SMA pada tahun 1962. Di samping sekolah umum, ia juga mengikuti pendidikan agama di Pesantren Mamba'ul Ulum (pernah jadi PGAN, sekarang MAN)dan ia juga pernah nyantri di Pesantren A1 Islam (kini bukan Pesantren lagi) yang keduanya terdapat di Solo (Hasan Muarif Anbari….(et all) .

Setelah lulus SMA Muhammadiyah Solo (selesai 1959), ibunya menginginkan Amien melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi agama melanjutkan ke Al¬-Azhar, Mesir. Sementara ayahnya lebih memilih Universitas Gajah Mada (UGM). Amien tampaknya lebih cocok dengan pilihan sang ayah.Ia kemudian diterima di dua fakultas, yaitu Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dan Politik UGM jurusan Hubungan Internasional. Ia lalu berkonsultasi dengan sang ayah, mana fakultas yang lebih baik untuk dipilih. Sang ayah menyerahkan kembali pada Amien untuk memilihnya. Akhirnya ia memilih Fisipol, mungkin untuk tidak mengecewakan harapan sang ibu, Amien juga kemudian mendaftarkan diri sebagai mahasiswa fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kuliah paralel ini dijalaninya sampai munculnya larangan kuliah ganda oleh pemerintah.

Tahun 1968 Amien menyelesaikan studinya di UGM dengan tugas akhir berjudul: “Mengapa Politik Luar Negeri Israel Berorientasi Pro Barat”. Ia lulus dengan nilai A. Kemudian ia melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat yang diselesaikan tahun 1974 dengan gelar MA. Tesisnya adalah mengenai politik luar negeri Anwar Sadat yang waktu itu sangat dekat dengan Moskow. Itu sebabnya Amien juga harus mendalami masalah komunisme, Uni Soviet, dan Eropa Timur. Minatnya yang sangat besar pada masalah Timur Tengah tetap tumbuh.

Setelah pulang ke tanah air sebentar, ia kembali ke Amerika lagi untuk mengikuti program di University of Chicago, AS dengan mengambil bidang studi Timur Tengah.Ia berhasil meraih gelar Doktor pada tahun 1981, dengan disertasi berjudul The Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise and Resurgence (Ikhwanul Muslim di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan, dan Kebangkitannya Kembali). Penelitian untuk menyusun disertasinya dilakukan di Mesir dalam waktu sekitar satu tahun. Selama berada di Mesir, waktunya dimanfaatkan juga untuk menjadi mahasiswa luar biasa di Departemen Bahasa University AI Azhar, Kairo. Tesis ini semakin memperkokoh kedudukannya dalam lingkup cendikiawan muslim Indonesia.

Di UGM ia mengasuh mata kuliah Teori Politik Internasional dan sejarah dan diplomasi di Timur Tengah. Ia juga dipercaya juga mengajar mata kuliah Teori-teori Sosialisme. Yang paling menyenangkan adalah mata kuliah Teori Politik Internasional. Di Fakultas Pasca Sarjana UGM ia dipercaya memegang mata kuliah teori Revolusi dan Teori Politik. Mengelola Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK). Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) adalah lembaga pengkajian dan penelitian di bawah Yayasan Mulia Bangsa Yogyakarta. Salah satu raison d'etre kelahiran PPSK adalah keprihatinan masih terbatasnya hasil-hasil pengkajian yang menyangkut masalah-masalah strategis dan kebijakan yang berorientasi pada masyarakat lemah.

Lembaga pengkajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran meliputi: Pertama, identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Kedua, analisa yang akurat mengenai berbagai kecenderungan global dibidang sosial budaya, agama, ekonomi, politik, dan iptek, serta dampaknya pada bangsa Indonesia. Ketiga, usulan pemecahan terhadap persoalan bangsa berdasarkan telah strategis dan kebijakan yang realistis dan matang. Berbagai produk pemikirannya dipublikasikan lewat majalah Prospektif, yang terbit tiga bulan sekali.

Menurut Dawam Rahardjo, PPSK memiliki peran yang besar dalam membidani lahirnya ICMI. Di kantor inilah pertama kali konsep ICMI digodok, kemudian dibawa ke Wisma Muhammdiyah di Tawangmangu, Solo untuk disempurnakan, setalah itu baru dibawa ke Malang. Sejumlah tokoh penting bergabung di lembaga ini, di antaranya: Moeljoto Djojomartono, Soedjatmoko, Ahmad Baiquni, Kuntowijoyo, Bambang Sudibyo, Umar Anggara Jenie, Ichlasul Amal, Yahya A. Muhaimin, Affan Gafar, A. Syafi'I Maarif, dan Amien Rais yang dipercaya untuk memimpinnya. Masyarakat ilmiah mengenal dan sangat memperhitungkan lembaga ini, selain karena produk-produk pemikirannya, juga karena kredibilitas keilmuan dan reputasi tokoh-tokohnya.

Namun masyarakat luas baru mengetahuinya setelah terjadi dua peristiwa. Pertama, meninggalnya Dr. Soedjatmoko, seorang yang di kenal luas memiliki reputasi internasional. Beliau pernah menjadi Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, juga pernah menjadi Rektor pertama Universitas PBB di Tokyo. Almarhum meninggal saat berceramah di depan teman-temannya di PPSK, sehingga hampir semua media massa di tanah air memberitakan peristiwa kematiannya. Kedua, pertemuan antara Arifin Panigoro dan kawan-kawan dengan kelompok PPSK yang diselenggarakan di Hotel Radison, Yogyakarta, 5 februari 1998.

Pertemuan ini kemudian dikenal dengan istilah "kasus Radison" dan menjadi polemik panjang yang mewarnai media massa waktu itu, karena oleh rezim Presiden Soeharto dituduh sebagai upaya "makar" terhadap pemerintahan Orde Baru. Sebetulnya acara tersebut merupakan acara rutin dan bersifat akademis dengan tema reformasi yang meliputi reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi hukum. Beberapa orang yang hadir dalam pertemuan itu sempat diminta keterangan oleh pihak berwajib, bahkan Arifin Panigoro sempat menjadi tersangka.

Sejak muda belia Amien Rais sudah terlibat dalam berbagai gerakan organisasi dan gerakan politik. Kecintaannya pada organisasi diawali dari keterlibatannya di kegiatan pandu Hizbul Wathon Muhamadiyah.Ia dipercaya oleh teman-temannya untuk memimpin sebuah regu yang terdiri dari tujuh orang yang diberi nama regu Rajawali. Regu yang dipimpinnya selalu memenangkan berbagai perlombaan, seperti lomba tali-temali, morse, membuat jembatan, sampai pada lomba masak-memasak. Di sinilah Amien kecil mulai menyadari kekuatan kebersamaan dan makna kepemimpinan. Ketika menjadi mahasiswa, ia termasuk salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). la juga pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan pernah dipercaya untuk menduduki jabatan sekretaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI) HMI Yogyakarta.

Di samping kecenderungannya dan hobbynya berorganisasi, Amien Rais juga sudah mulai aktif menulis artikel sejak muda belia. Dawam Rahardjo menuturkan: "Ketika mahasiswa, Amien Rais telah menjadi penulis kolom yang tajam dan produktif. Oleh tabloid mingguan Mahasiswa Indonesia yang terbit di Bandung bersama-sama dengan Harian Kami di Jakarta, Koran mahasiswa yang sangat legendaris di awal Orde Baru, Amien pernah dianugrahi Zainal Zakse Award."

Amien Rais menikah pada tanggal 9 februari 1969, dengan seorang gadis yang dikenalnya sejak mereka masih sama-sama kanak-kanak, Kusnariyati Sri Rahayu. Selama sepuluh tahun pernikahannya ia belum dikaruniai anak, meskipun ia sudah berkonsultasi dengan banyak dokter spesialis kandungan di Solo, Yogya, bahkan ketika berada di Chicago.

Sampai suatu saat mereka berdua mendapat kesempatan naik haji ke Makkah. Di depan Ka'bah mereka berdua memanjatkan doa, memohon kepada Allah agar memenuhi keinginan mereka akan keturunan. Waktu itu mereka sedang melakukan penelitian di Mesir. Setelah kembali ke Kairo, dua bulan lebih sang istri tidak dikunjungi tamu rutin. Bahkan ada yang aneh: perutnya terasa gatal-gatal. Akhirnya mereka sepakat pergi ke dokter kandungan.

Dan hasilnya positif, sang istri dinyatakan hamil. Bagi mereka berdua, kejadian itu merupakan mukjizat dan karunia Allah SWT semata. Setelah anak yang pertama lahir, selanjutnya setiap dua tahun sang istri hamil lagi. Kini mereka sudh dikaruniai lima orang anak, tiga putra dan dua putri. Nama-nama mereka diambil dari Al Qur'an dan dikaitkan dengan kenangan dan peristiwa yang menyertai kelahirannya. Yang pertama diberi nama Ahmad Hanafi, kemudian Hanum Salsabiela, Ahmad Mumtaz, Tasnim Fauzia, dan yang terakhir Ahmad Baihaqi.

Kusnariyati adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Untuk mengisi kesibukannya, ia mendirikan taman kanak-Kanak (TK) di sebelah rumahnya, TK ini kemudian menjadi besar dan terkenal. Ia juga membuka kedai sederhana yang diminati banyak mahasiswa. Dilihat dari penampilannya yang sederhana, termasuk gaya bicara yang sederhana, ia tidak beda dengan ibu rumah tangga lainnya. Tetapi di mata Amien Rais, ia adalah wanita luar biasa.

Keberanian dan ketegaran yang dimiliki Amien Rais ternyata tidak lepas dari peran sang istri. Suatu saat ketika diinterview seorang wartawan Jepang, saya melihat dengan nada bangga Amien Rais mengatakan, "Istri saya merupakan wanita terbaik se Asia Tenggara." Komentar tersebut mungkin terasa berlebihan bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi Amien Rais. Ia pernah menceritakan kepada saya bahwa ketika studi di Chicago, karena beratnya beban kuliah yang dihadapi, hampir saja ia putus asa. Untung ada sang istri yang terus menerus memompa semangatnya.

Ada cerita cukup menarik tahun 1972 selagi kuliah di Amerika Serikat. Amien sering menjejalkan enam kaset lagu-lagu langgam jawa gubahan dalang kondang almarhum ki Narto Sabdo bersama kesembilan kaset dagelan (almarhum) Basiyo diantara buku-buku di kopernya. Istrinya, Ny Kusnariyati menyiapkan bekal kaset itu untuk pengobat rindu di perantauan.

" Kalau sedang sumpek, kangen tanah air, rindu keluarga di rumah, saya memutar kaset-kaset itu berulang-ulang. Justru di negeri orang itu saya jatuh cinta membangun hubungan batin dengan gamelan, lagu langgam jawa," tutur Amien Rais.

Kegemarannya dengan langgam jawa itulah yang mendorongnya merekam sendiri suara dan menyanyikan lagu-lagu yang disukainya. Lagu-lagu itu kemudian dikemas dalam album VCD berjudul Campur Sari Reformasi.

VCD ini berisi vedio klip tayangan Amien Rais dan Ny Kusnasriyati menyanyikan lima lagu gubahan Ki Narto Sabdo dalam irama yang sekarang diistilahkan "Campursari". Ketika rekaman dimulai, mengambil tempat di rumahnya, di Solo, Amien mengaku menghadapi kesulitan. Sebuah lagu, Mbok Ya Mesem (Tersenyumlah) direkam berulang¬ ulang sampai dua setengah jam lamanya.

C. Prof.DR.Amien Rais,Ini Saatnya Menjadi Presiden
Amien Rais kelahiran Surakarta Jawa Tengah, 26 April 1944 adalah salah seorang tokoh kunci pergerakan reformasi di tanah air ini. Dia begitu berani ikut menggalakkan arus gerakan reformasi untuk berhadap-hadapan dengan rezim yang sedang berkuasa. Amien lalu didaulat menjadi Tokoh Gerakan Reformasi.

la juga salah seorang yang berani mencalonkan diri jadi Presiden pada detik-detik akhir masa berkuasanya Pak Harto. Pada SU-MPR 1999, ia nyaris menjadi presiden, setelah laporan pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak. Poros tengah yang dimotorinya (beberapa partai Islam berkolaborasi dengan Golkar) telah menyepakati akan mencalonkannya jadi presiden. Namun ia telah memegang prinsip telah menjagokan Gus Dur (Abdurrakhman Wahid) yang akhirnya terpilih jadi Presiden RI yang ke-4.

Ketika itu, ia benar-benar menjadi king maker pentas politik nasional, kendati perolehan suara Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan dan yang dipimpinnya pada Pemilu 1999 hanya tujuh persen. Namun mantan Ketua Umum Muhammdiyah ini berhasil terpilih menjadi Ketua MPR. Kini, partainya menargetkan posisi ketiga pemenang pemilu 2004, Dengan itu, cukup untuk mengantarkannya untuk menjadi presiden. Namanya memang jauh lebih besar dibanding partai yang dipimpinnya itu. Beberapa menempatkannya di urutan pertama calon presiden, termasuk poling Tokoh Indonesia DotCom. Banyak pihak memperkirakan inilah saatnya Amien Rais menjadi presiden RI. Jika tidak kesempatan itu akan sulit diraihnya lagi.

Suasana "kontes" tahun 1999 berbeda dengan 2004. Maka jauh sebelum 2004, Amien Rais sudah membentuk tim sukses dalam sebuah lembaga The Amien Rais Centre. Sebagai Tokoh Gerakan Reformasi, Amien merasa bertangung jawab untuk melanjutkan proses reformasi yang sementara ini dinilai banyak kalangan telah berhenti bahkan gagal total. Dengan otoritas baru kelak sebagai presiden, Amien merumuskan 17 langkah membangun Indonesia untuk mencapai tujuan reformasi total.

Istrinya Kusnariyati Sri Rahayu aktif mendukung Amien. Keduanya terjun bersama ke berbagai daerah menumpang pesawat jet dan helikopter untuk kampanye menyapa setiap konstituen PAN. Dia adalah sarjana politik lulusan Fisip UGM Yogyakarta tahun 1968 dengan tugas akhir "Mengapa Politik Luar Negeri Israel Pro Barat", lulus dengan nilai A. Setamat itu Amien melanjutkan kuliah ke Notre Dame Catholic University, Indiana, AS, tahun 1974. Di tahun 1981 dia menyempatkan diri menimba ilmu di Al Azhar University, Cairo, Mesir. Namun tak lama kemudian di tahun 1984 kembali dia memasuki wilayah AS untuk meraih gelar doctor atau Ph.D dalam ilmu politik di Chicago University, Chicago, AS. Pendidikan postdoctoral degree kembali dia jalani di Amerika tahun 1988¬1989, di George Washington University, AS.

Politik dan Islam ibarat dua sisi sekeping mata uang dalam diri Amien Rais . Politik disiplin ilmumya dan ajaran Islam bidang kajian yang selalu menarik perhatiannya. Empat karya penelitian ilmiahnya membuktikan hal itu. Yaitu, "Prospek perdamaian Timur Tengah", dan "Kepentingan Nasional Indonesia dan Perkembangan Timur Tengah 1990-an" ketiganya diterbitkan oleh Litbang Departemen Luar Negeri. Satu lagi, " Zionisme: Arti dan Fungsi" diterbitkan oleh Fisipol UGM Yogyakarta.

Amien juga menerbitkan tak kurang 22 judul buku sejak tahun 1983 hingga 1999. Semuanya tak beranjak jauh dari politik dan Islam. Warna yang sama tampak pula dalam kiprah perjalanan karirnya selama ini. Amien Rais adalah dosen ilmu poltik serta aktivis di berbagai organisasi Islam seperti di Muhammdiyah dan ICMI. Sebelum terjun kedunia politik praktis Amien adalah Guru Besar di UGM mengajar mata kuliah Teori Politik Internasional, Sejarah dan Diplomasi di Timur Tengah, dan teori-teori sosialisme, serta mata kuliah Teori Revolusi dan Teori politik di Fakultas Pasca Sarjana UGM.
Amien Rais seorang tokoh nasional berjiwa kebangsaan yang berlatar belakang sekaligus memiliki kedalaman religi Islam yang taat. Dia seorang cendikiawan muslim yang berjiwa kebangsaaan. Seorang yang sejak kecil diasuh dalam keluarga Muhammadiyah yang taat. Dia seorang tokoh yang berkompeten hadir dalam eksistensi kebangsaan sekaligus kompeten dalam eksistensi keislaman. Sehingga adalah pantas jika dia dijagokan sebagai calon presiden terkuat untuk bersaing dengan calon-calon lainnya. Sebuah bangsa berpenduduk mayoritas Islam berpandangan kebangsaan sangat plural seperti Indonesia sangat membutuhkan kehadiran sosok pemimpin seperti Amien Rais.


DAFTAR BACAAN

Bratton, Michael dan Nicolas Van de Walle, "Popular Protest and Political Reform in Africa", Comparative Politics, Juli, 1992.

Benello, C. George, From the Ground Up: Essays on Grassroots and Workplace Democracy, Black Rose Books Ltd., 1992.

Quigley, Kevin F.F., "Towards Consolidating Democracy: The Paradoxical Role of Democracy Groups in Thailand", Democratization 3 (3), 1996.

Rais, M.Amien, Demokrasi dan Proses Politik, Jakarta: LP3ES.

--------------, Refleksi Amien Rais: Dari Persoalan Semut Sampai Gajah, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

--------------, Membangun Kekuatan di Atas Keberagaman, Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 1998.

--------------Demi Pendidikan Politik Saya siap jadi calon Presiden,Penerbit Titian Ilahi Press, Cetakan Pertama Nopember 1997/Rajab 1418, Cetakan ke dua 1997.

----------------, Mengenal Partai Amanat Nasional (PAN), 1998

--------------, 17 Langkah Amien Rais membangun Indonesia, bagian dari pidato Ketua MPR RI Amien Rais pada penutupan ST MPR tahun 2003, 8 Agustus 2003.

--------------,Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid Sosial. Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Bandung: Zaman Wacana Mulia. 1998.

--------------, Suksesi dan Keajaiban Kekuasaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997.

EI Saadawi, Nawal, Perempuan di Titik Nol, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1992.

Soetrisno, Loekman, dkk. (ed.), Menuju Masyarakat Madani: Strategi & Agenda Reformasi, Yogyakarta: P3PK UGM, 1998.

Antlov, Hans, "Federation-of-Intent in Indonesia, 1945-49", seminar Internasional "Towards Structural Reforms for Democratization in Indonesia: Problems and Prospects" yang dilaksanakan LIPI dan Ford Foundation, Jakarta, 12-14 Agustus 1998.

Auvinen, Juha Y, "IMF Intervention and Political Protest in the Third World: A Conventional Wisdom Refined", Third World Quarterly 17 (3), 1996.

Bassiouni, Cherif, "Toward a Universal Declaration on the Basic Principles of Democracy: From Principles to Realisation", dalam Democracy, Jenewa: Inter-Parliamentary Union, 1998.

Beetham, David, "Democracy: Key Principles, Institutions and Problems", dalam Democracy, Jenewa:Inter-Parliamentary Union. Benello, C. George, From the Ground Up: Essays on Grassroots and Workplace Democracy, Black Rose Books Ltd., 1992.

Bermeo, Nancy, "Democracy and the Lessons of Dictatorship", Comparative Politics, vol. 24, no. 3, 1992.

Bobbio, Norberto, The Future of Democracy: A Defence of the Rules of the Game, Cambridge: Polity Press, 1987.

Bogdanor, Vernon, "The June 1989 European Elections and the Institutions of the Community", Quarterly Journal of Comparative Politics, vol. 24(2), 1989.

‘AISYAH UMMUL-MU'MININ IBUNDA ORANG-ORANG MUKMIN

‘AISYAH UMMUL-MU'MININ
IBUNDA ORANG-ORANG MUKMIN

A. Riwayat Hidup ‘Aisyah r.a.
Aisyah adalah istri nabi yang paling dicintai oleh beliau diantara istri-istrinya. Ayah Aisyah adalah Abu Bakar Shiddiq yang dikatakan oleh Rasulullah , Tidaklah aku mengajak seseorang masuk Islam melainkan dia memandangnya keliru, merenungkannya, dan menyangsikannya. Akan tetapi, tidak demikiun dengan Abu Bakar bin Quhafah. Dia tidak menangguhkan dan meragukan Islam tatkala aku menceritakan kepadanya ", Abu Bakar merupakan sahabat Rasulullah tatkala berada dalam gua dan teman yang menyertainya saat berhijrah. Allah Ta'ala berfirman,

".,..sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkatu kepadu temannya, `Janganlah kamu berduka citA, sesungguhnya Allah beserta kita" ( QS. at-Taubah : 40).

Ibunda ‘Aisyah bernama Ummi Rauman binti Amir. Dia adalah seorang istri yang utama, ibu yang baik, dan wanita yang bijaksana. Rasulullah bersabda tentang dia;

"Barang siapa yang ingin melihat wanita yang masuk ke dalam kelompok bidadari, lihatlah Ummi Rauman"

Saudara laki-laki ‘Aisyah bernama Abdurrahman bin Abu Bakar, ketika Mu'awiyah bin Abi Sufyan memintanya agar berbaiat kepada anaknya yang bernama Yazid, dia berkata, "Apakah ini Herakliusme, sehingga apabila kaisar yang satu mati akan diganti dengan kaisar yang lain'? Demi Allah, kami tidak akan pernah melakukannya."

Setelah menolak berbaiat kepada Yazid, Mu'awiyah mengirimnya uang 100.000 dirham. Abdurrahman bin Abu Bakar menolaknya dan mengembalikannya. Dia berkata, '`Apakah aku harus menjual agamaku dengan dunia?" Dia pergi ke Makkah dan meninggal di sana tanpa berbaiat kepada Yazid bin Mu'awiyah. Saudara perempuan ‘Aisyah bernama Asma, pemilik dua ikatan. Dialah wanita yang berdiri bersama putranya yang bernama Abdullah ibnuz-Zubair dan mengikatkan diri dengan pinggang anaknya dalam menghadapi keputusan yang biadab. Anaknya berkata, "Hai ibu, aku khawatir jika Bani Umayah berhasil mendapatkanku, mereka akan merusak jasadku." Asma berkata, " Hai anakku, domba yang sudah disembelih itu tidak merasa sakit saat dikuliti. Jika kami berada dalam kebenaran, berjalanlah di atas berkah Allah, Jika kami berada dalam kebatilan, kamu merupakan hamba yang seburuk¬buruknya. Binasalah dirimu dan teman-temanmu.

‘Aisyah dilahirkan di Makkah al-Mukarramah, salah satu wilayah yang diberkati di antara bumi Allah. Ayahnya adalah salah seorang pedagang besar di Makkah. Perdagangan telah memberikan harta yang banyak sehingga dia hidup dalam kenikmatan dan kesenangan. Ayahnya adalah seorang laki-laki pemurah dan suka berbuat baik kepada anak-anak dan keluarganya. Dia dermawan, tetapi tidak berlebihan. Dia penyayang tetapi tidak lemah. Dia memiliki sifat kesatria, proporsional, perhitungan, dan perfeksions. Istrinya memperoleh sifat-sifat itu dari suaminya, sehingga sang istri menjalani kehidupan ini di atas jalur suaminya. Karenanya, dia membesarkan kedua anaknya dengan perkara yang utama dan pendidikan yang sempurna, yang akan berpengaruh besar terhadap kehidupan ‘Aisyah Ummul¬ Mu'minin pada masa yang akan datang.

‘Aisyah hidup bersama ayahnya pada tahap pertama dakwah Islam. Pada tahap inilah, Allah membukakan kalbu ayahnya untuk memeluk Islam dan mengikuti apa yang diserukan Muhammad kepadanya. Dia menyerahkan seluruh hartanya untuk membela agama ini dan mempertahankan para pengikutnya guna melawan hati yang membatu dan jiwa yang sesat. ‘Aisyah tumbuh dalam suasana yang penuh dengan keganjilan dan tarik menarik antara penyembahan kepada berhala dan penghambaan kepada Yang Maha Esa.

Karenanya, sejak dini, ‘Aisyah telah memahami karakter pribadi, keburukan hati, dan kegelapan pandangan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Yang Maha Esa, yang menjadi tempat bergantung, dan yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Allah telah menganugerahinya dengan segala hal yang didambakan wanita dalam kehidupan ini, yaitu tubuh yang mulus, wajah yang cantik, kemudaan yang mempesona, dan kepintaran. Semua itulah yang membuat salah seorang tokoh Makkah, yaitu al-Muth'in bin Adiy, tampil melamar ‘Aisyah untuk anaknya yang bernama Jubair, padahal ‘Aisyah belum melampaui masa kanak¬kanak.

Akan tetapi, Allah merencanakan suatu kebaikan. Dia menyimpan untuknya apa yang didambakan oleh setiap gadis dalam kehidupan ini. Dia menyiapkannya untuk menjadi istri Rasulullah Bagaimana ini terjadi? Apakan ada beberapa faktor yang menyebabkan Rasulullah melamar ‘Aisyah? Sumber-sumber sejarah yang terpercaya menegaskan bahwa setelah Khadijah, istri Rasulullah meninggal, beliau hidup sendirian dalam kesedihan dan kesepian karena perpisahan.

Para sahabat mengetahui adanya pengaruh tersebut menimpa nabi mereka. Mereka jatuh kasihan atas kesendirian beliau dan mengharapkan beliau beristri lagi. Mungkin dengan berkeluarga dapat menghibur kesepiannya dan meringankan beberapa beban penderitaannya karena ditinggal pergi untuk selamanya oleh Ummul-Mu'minin. Walaupun demikian, tidak ada seorang sahabatpun yang berani menyentuh masalah pernikahan ini. Jika kaum pria mengalami beberapa kesulitan dan kendala dalam menangani masalah seperti ini, kaum wanita justru mampu memecahkan masalah seperti ini sebab mereka memiliki cara tersendiri.

Dengan perasaan kewanitaan, mereka dapat mengetahui dan menyingkap hakikat pria. Khaulah binti Hakim as Salamiah berusaha untuk bertandang ke rumah Rasulullah. Dia membuka apa yang tidak dapat dibuka oleh kaum pria. Khaulah berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, aku melihat engkau dirasuki kehampaan karena kepergian Khadijah." Beliau menjawab, "Benar. Dia adalah ibu bagi keluarga dan pengatur rumah tangga." (Mausu'ah Ali an-Nabiy). Khaulah menyarankan agar beliau menikah. Beliau bertanya kepada Khaulah dengan nada mencela, "Siapa yang dapat menggantikan Khadijah? "Khaulah menjawab dengan spontan, seolah-olah dia menunggu pertanyaan itu dan dia telah menyiapkan jawabamnya, "Ya Rasulullah, engkau dapat menikahi gadis atau janda." Beliau bertanya, "Siapa yang gadis dan siapa yang janda? "Khaulah menjawab, "Yang gadis adalah Aisyah binti Abu Bakar, sedangkan yang janda adalah Saudah binti Zam'ah. Saudah telah beriman kepadamu dan mengikutimu dengan benar."

Rasulullah diam ‘Aisyah telah diketahuinya sejak usia dini. Dia menempatkan ‘Aisyah sebagai anak perempuan yang mahal. Beliau menyaksikannya berkembang di depan mata matanya sendiri, mulai dari masa kanak-kanak yang lucu, lalu berkembang menjadi berpikir, sejalan dengan kemampuan berbahasa dan keberanian dalam kalbu. harena demikian membanggakannya. Rasulullah sempat berpesan kepada ibunya.,

"Hai Ummu Raunah, Ajarilah ‘Aisyah dengan kebaikan dan jagalah dia demi aku. " Jika suatu waktu beliau melihat ‘Aisyah tampak ngambek, beliau menegur ibunya dengan halus, "Hai Rauman, bukankah aku telah berpesan kepadamu bahwa engkau harus menjaganya demi aku. "Akhirnya, Rasulullah memberi tahu kapada Khaulah bahwa dia akan melamar ‘Aisyah.

Khaulah binti Hakim berkata bahwa ia pergi menemui Ummu Rauman seraya berkata, "hai ummu Rauman, kebaikan apakah yang telah dimasukkun Allah ke rumahmu? Ummu Rauman bertanya "Memangnya mengapa?" Dia berkata,'"Rasulullah mengenang Aisyah". Ummu Rauman berkata, "tunggulah, sebentar lagi Abu Bakar datang".

Tidak lama kemudian datanglah Abu Bakar. Dia menceritakan hal itu kapadanya. Abu Bakar berkata, "Apakah dia pantas untuknya, padahal dia merupakan anak saudaranya? "Khaulah kembali kepada Rasulullah. Seraya menyampaikan apa yang dipersoalkan oleh Abu Bakar. Rasulullah. Menjawabnya, "Aku bukanlah saudara dia dan dia bukan saudaraku. Anaknya itu layak untukku ".Setelah itu, Abu Bakar beranjak pergi kerumah al-Muth'im bin Adiy. Dia berkata, "bagaimana menurut pendapatmu tentang anak gadis ini (maksudnya, ‘Aisyah yang telah dilamar oleh al-Muth'im untuk putranya)?"

Istri Muth'im berkata, "boleh jadi jika kita menikahkan anak ini dengan anakmu, niscaya anakmu akan mempengaruhi anakku sehingga dia masuk kedalam agama yang kamu anut". Abu Bakar memandang Muth'im lalu berkata, "Menurut pendapat anda sendiri bagaimana?" Dia menjawab, "Aku sependapat dengan istriku". Abu Bakar bangkit tanpa memiliki ganjalan apapun dalam dirinya. Dia berkata kepada Khaulah binti Hakim, "Katakanlah kepada Rasulullah. Bahwa dia diminta datang". Rasulullah datang, lalu mengikrarkan akad untuk memperistri ‘Aisyah dan memberinya mahar sebanyak 400 dirham.

Hal itu dilakukan di Makkah pada bulan Syawal, tiga tahun sebelum hijriah. Saat itu, Aisyah berumur enam tahun. Riwayat lain mengemukakan bahwa ‘Aisyah berusia tujuh tahun. Rasulullah merasa bahagia setelah melamar ‘Aisyah. Dia sering kerumah sahabatnya dalam waktu yang berdekatan. Masuklah manusia kedalam agama Allah dengan berduyun-duyun. Rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam dipenuhi oleh kaum muslimin yang mengikuti agama yang diserukan oleh Muhammad.

Tatkala gangguan kaum musyrikin terhadap kelompok Islam semakin menyakitkan dan keras, Rasulullah menyuruh mereka berhijrah ke Yatsrib, setelah sebelumnya mereka berhijrah ke Habsyi. Kaum musyrikin mengintai gerak-gerik kaum muslimin. Mereka melihat kaum muslimin membawa bayi dan ak-anak mereka kerumah al-Aus dan Khazraj. Mereka mengetahui bahwa rumah itu sebagai tempat perlindungan. Kaummusyrikin mengkhawatir kan Rasulullah akan masuk kesana. Karena itu, mereka berkumpul di Darun Nadwah, tidak ada seorangpun diantara pemilik pendapat dan pandangan yang tertinggal. Mereka sepakat untuk membunuh Muhammad, tetapi mereka berselisih mengenai caranya. Jibril menemui Rasulullah dan mengabarkan rencana kaum musyrikin. Rasulullah membulatkan tekadnya untuk berhijrah karena kaum Anshar yang berbaiat kepadanya akan melindungi dan membantunya. Rasulullah pergi kerumah Abu Bakar.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ummul Mu'minin "Rasulullah tidak pernah lupa untuk berkunjung kerumah Abu Bakar pada pagi atau sore hari. Akan tetapi, pada hari beliau diizinkan untuk berhijrah dan pergi meninggalkan Makkah dari tengah-tengah kaumnya, Rasulullah menemui kami pada saat yang tidak biasa dilakukannya. Tatkala Abu Bakar melihatnya, dia bergumam, Rasulullah tidak pernah datang pada saat seperti ini kecuali ada urusan mendadak. Setelah masuk, Abu Bakar duduk di ujung dipannya dan mempersilakan beliau duduk. Pada saat itu, di rumahnya hanya ada aku dan saudaraku, Asma'. Rasulullah bersabda suruhlah keluar orang yang ada dirumahmu. Dia menjawab, `Ya Rasulullah, orang itu hanyalah dua anak perempuanku, demi ayah dan ibuku'. Beliau bersabda. 'sesungguhnya Allah telah mengizinkan aku untuk berangkat dan berhijrah

Abu bakar berkata, `Ya Rasulullah, anda membutuhkan teman?' Beliau bersabda, `Ya, seorang teman. 'Demi Allah sebelum hari itu, aku tidak pernah tahu bahwa seseorang menangis karena bahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu.' Abu Bakar berkata, "Hai Nabi Allah, aku mempunyai dua binatang kendaraan yang telah aku persiapkan untuk menghadapi hal semacam ini. "Keduanya mempekerjakan Abdullah bin Uraiqath sebagai penunjuk jalan. Rasulullah dan sahabatnya berhijrah ke Madinah, sedangkan Aisyah tetap tinggal bersama ibu dan saudaranya. Mereka menanti kabar dan berdo'a kepada Allah agar Dia mengantarkan kedua orang yang berhijrah itu ketempat yang aman, sehingga keduanya tidak mungkin disusul.

Hari-hari berlalu terasa lambat dan berat, seolah-olah ia tidak beranjak dan bergerak. Yang menjadi topik pembicaraan keluarga ini hanyalah soal hijrah dan bergabung dengan manusia yang paling dicintai. Belum lama Rasulullah dan Abu Bakar menetap di Madinah, beliau mengutus Said bin Haritsah bersama Abu Rafi', budaknya, untuk pergi ke Makkah. Beliau membekali kedua utusan ini dengan dua unta dan uang 1500 dirham yang diperoleh dari Abu Bakar agar mengirim keluarganya, yaitu Ummu Rauman, ‘Aisyah dan saudaranya yang bernama Asma'.

Tidak lama kemudian, kafilah pun berangkat meninggalkan Makkah bersama Zaid bin Haritsah, Ummu Aiman dan anak Zaid yang bernama Usamah. Adapun Abu Rafi' diikuti oleh Ummu Kulsum dan Saudah binti Zamah. Abdullah bin Abu Bakar diikuti oleh Ummu Rauman dan kedua saudara perempuannya. Thalhah bin Ubaidillah ikut bersama mereka. Akhirnya, tibalah mereka di Madinah lalu tinggal di rumah Bani al Harits bin al-Khazraj. Aisyah menjadi dekat dengan Rasulullah setelah beliau selesai membangun Masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, beliau berencana serumah dengan ‘Aisyah. Dimanakah Aisyah sekarang? Apakah ia mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa yang menggembirakan ini? Ataukah, dia hanya seorang anak kecil yang belum memahami persoalan ini?

Sumber-sumber yang kami miliki menegaskan bahwa saat ‘Aisyah sedang bermain dengan dua sahabat perempuannya dibawah pohon kurma, datanglah ibunya yang memintanya berhenti. Dia membawa ‘Aisyah hingga sampai ke sumur. Dia membersihkan wajah Aisyah dengan air dan membuka ikat rambutnya. Ibunya menemui Rasulullah. Ternyata disana telah banyak kaum wanita Anshar. Mereka mengungkapkan kebaikan dan keberkahan. Dia memberi salam kepada kaum wanita yang ada. Mereka mempersiapkan segala kepentingan ‘Aisyah. Rasulullah berkeluarga dengan Aisyah di rumah tempat Rasulullah wafat. Aisyah merupakan istri Nabi yang paling banyak beroleh perhatian dan cinta dari beliau.

B.Aisyah yang Mencintai dan Dicintai
‘Aisyah hidup dirumah kenabian dengan mencintai Rasulullah saw, dekat dengan dirinya dan dirindukan hatinya. Beliau tidak meninggalkannya hingga dia kembali serta tidak kembali sebelum dia datang. Kalbunya dipenuhi kerinduan dan kasih sayang. Kaum muslimin mengetahui cinta Rasulullah kepada ‘Aisyah. Jika salah seorang diantara mereka hendak memberikan sebuah hadiah kepada Rasulullah dia menunggu hingga beliau berada di rumah ‘Aisyah. Jika sudah tiba barulah diberikan. Istri-istri Nabi lainnya mengetahui apa yang telah dan akan terjadi dirumah ‘Aisyah. Akhirnya, mereka hendak menyaingi Aisyah untuk mendapatkan itu dan bersama-sama meraihnya, namun mereka tidak mampu.

Para istri Rasulullah mengutus Ummu Salamah mereka berkata, "Masyarakat memilih waktu pemberian hadiah untuk Nabi pada saat beliau berada di rumah ‘Aisyah. Kami juga menginginkan kebaikan sebagaimana Aisyah. Katakanlah kepada Rasulullah beliau menyuruh masyarakat memberikan hadiah kepadanya dimana saja beliau tengah berada atau menginap". Pesan itu disampaikan kepada Rasulullah namun beliau mengabaikannya dan tidak melontarkan sepatah katapun. Istri-istri beliau menanyakan hasilnya kepada Ummu Salamah. Dia menjawab, "Beliau tidak mengatakan sepatah katapun kepadaku". Mereka berkata, "Berkatalah kepadanya, mudah-mudahan dia menyampaikan sesuatu kepadamu". Ummu Salamah kembali menemui Rasulullah dan menyampaikan pesan mereka. Beliau bersabda "Hai Ummu Salamah, janganlah kamu menggangguku mengenai persoalan Aisyah. Demi Allah, tidaklah wahyu diturunkan saat aku berada dibalik selimut salah seorang diantara kalian kecuali saat aku bersama ‘Aisyah", Ummu Salamah berkata' "Ya Rasulullah, aku bertobat kepada Allah dari hal demikian."

Istri-istri nabi mengetahui hasil yang dibawa oleh duta mereka dan apa yang dikatakan oleh Rasulullah. Akan tetapi, mereka tidak puas selama tuntutannya tidak dipenuhi. Diutuslah Fatimah az-Zahra. Putri Rasulullah dengan harapan beliau mau mendengarkannya. Berangkatlah Fatimah kerumah ayahandanya. Dia menjumpainya tengah berbaring bersama Aisyah dibalik pakaiannya. Fatimah meminta izin untuk bertemu dan mengizinkannya. Fatimah berkata, "Ya Rasulullah istri-istrimu mengutusku untuk meminta keadilamnu dalam memperlakukan anak perempuan Abu Quhafah". ‘Aisyah diam. Rasulullah bersabda "Hai anakku, apakah engkau tidak menyukai apa yang aku sukai?" Fatimah menjawab, "Tentu saja."

Nabi bersabda, "Aku mencintai wanita ini." Setelah mendengar hal itu dari Rasulullah, Fatimah bangkit lalu pergi menemui istri-istri Nabi. Dia melaporkan apa yang dikatakan oleh Rasulullah. Mereka berkata, "Engkau tidak mendapatkan apapun untuk kami. Temuilah kembali Rasulullah dan katakanlah kepadanya, `istri-istrimu minta diperlakukan adil seperti anak perempuan Abu Quhafah.' Fatimah berkata, "Demi Allah, aku tidak akan pernah berkata kepadanya tentang ‘Aisyah.'

Apakah istri-istri nabi merasa puas dengan apa yang terjadi dan rela terhadap pembagian yang diberikan Allah kepada mereka? Sesungguhnya mereka tidak berputus asa untuk tetap menuntut. Seolah ¬olah mereka bertekad untuk terus menuntut apa yang mereka pandang sebagai haknya sebelum Rasulullah memenuhinya. Siapakah wanita yang mereka pilih untuk menyampaikan pandangannya pada kali ini ? Apakah mereka akan menemui Rasulullah beramai-ramai? Apakah meraka akan mengutus laki-laki untuk menemuinya? Apakah mereka akan menunggu hingga Rasulullah datang kerumah masing-masing, lalu setiap orang menyampaikan persoalannya kepada beliau?

Rasa penasaran mereka tidak pernah padam. Zainab binti Jahsy Ummul Mu'minin berkata, "aku akan pergi menemui beliau dan mengutarakan persoalan kita serta apa yang membuat kita marah." Mereka menyetujui Zainab. Pergilah Zainab kekamar Aisyah dimana Rasulullah tengah duduk. Setelah diizinkan, dia pun masuk. Zainab berkata "Ya Rasulullah, istri-istrimu mengutusku untuk menghadapmu guna meminta keadilanmu mengenai perlakuan terhadap anak perempuan Abu Quhafah."

Demikianlah tabiat wanita. Allah Ta'ala menciptakan wanita dengan bertabiat demikian. Diantara tabiat itu ialah kecemburuan yang me1upakan salah satu sifat wanita yang tidak dapat dilepas dari dirinya, meskipun dia ingin menghilangkannya. Karena itu kaum laki-laki harus memperhitungkan aspek kecemburuan ini saat mereka memperlakukan wanita.

C. ‘Aisyah dan Ilmu Pengetahuan
Ummul Mu’minin ‘Aisyah merupakan pemegang panji ilmu dan pengetahuan, mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi pada saat dia hidup, sangat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi pada saat dia hidup, sangat mengetahui berbagai urusan rumah tangganya serta apa yang harus dilakukannya dan mengapa tidak boleh demikian. ‘Aisyah dibesarkan dirumah ayahnya yang merupakan manusia yang paling mengetahui nasab orang Arab dan sejarahnya. Dia memahami aneka persoalan agamanya dan mempelajari prinsip-prinsip Islam di sekolah Rasulullah. Dia menerima landasan-landasan etika dan akhlak melalui orang yang telah di didik oleh Tuhannya dan Dia membaguskan pendidikannya itu. Dia memujinva melalui ayat-Nya yang muhkam.

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. " (QS al- ¬Qalam:4).

‘Aisyah hidup dirumah kenabian dimana wahyu diturunkan dan Al-Qur'an dibaca dimalam dan siang hari. Karena itu, Aisyah memperolah kadar pemahaman yang besar tentang Islam, prinsip-prinsipnya, serta mengetahui berbagai jenis ilmu pengetahuan dan bagian-bagainnya. Urwah berkata kepada ‘Aisyah, "Hai Ummul Mu'minin, aku tidak kagum terhadap pemahamanmu sebab engkau adalah istri Rasulullah dan anak perempuan Abu Bakar Siddiq. Aku juga tidak kagum atas pengetahuanmu ihwal puisi dan sejarah manusia sebab engkau anak perempuan Abu Bakar yang merupakan manusia paling pandai. Akan tetapi, aku kagum atas kemampuanmu dalam memahami ilmu kedokteran. Bagaimana mungkin dan dari mana?

Az-Zuhri berkata, "jika ilmu ‘Aisyah dijumlahkan, ilmu istri-istri nabi yang lainnya disatukan, dan ilmu seluruh kaum wanita juga disatukan, niscaya ilmu Aisyahlah yang paling banyak." Dalam riwayat lain dikatakan, "yang paling utama".

D. Peran Wanita Menurut Ummul Mu'minin
Siapakah wanita muslim dalam pandangan ‘Aisyah? Pekerjaan apakah yang cocok untuknya? Apakah dia adalah seorang wanita yang meninggalkan rumahnya dan anak-anaknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan umum? Ataukah wanita yang terus belajar guna meraih ijazah tertinggi dan gelar keilmuan terbesar dengan melupakan fungsinya yang mendasar dan misinya dalam kehidupan? Ataukah dia adalah seorang wanita yang berpangku tangan dirumahnya tanpa memikirkan pekerjaan dan tidak ikut andil dalam kehidupan serta memberikan beban urusan rumah tangga dan anak-anak kepada suaminya? Dalam pandangan Ummul-Mu'minin, wanita ideal bukanlah yang ini dan bukan pula yang itu, namun wanita yang mengetahui hakikat posisinya, yang menjalankan berbagai beban fungsinya dan yang ikut serta dalam memecahkan persoalan kehidupan bersama suaminya.

‘Aisyah berkata, "alat pemintal ditangan wanita lebih baik daripada tombak ditangan orang yang berjuang dijalan Allah." Dia melihat dampak alat pemintal yang ada ditangan wanita. Maka dia berkata kepada wanita, "Bergembiralah dengan apa yang disiapkan Allah untukmu. Jika kalian, hai kaum wanita, melihat sebagian perkara yang disediakan Allah untukmu niscaya kalian takkan berhenti menenun siang dan malam. Tidaklah seorang wanita menenun untuk pakaian suaminya, dirinya dan anak-anaknya, melainkan Allah akan memberikan cahaya untuk setiap kekuatannya sehingga cahaya itu memenuhi alat tenunnya.

Jika telah penuh, Allah memberinya rumah disurga yang lebih luas dari pada timur dan barat. Dari setiap kain yang dibuatnya, dia akan memperolah imbalan berupa 120.000 kota. Apa saja yang ada dimuka bumi akan melantunkan tasbih yang menurut pandangan Allah setara dengan suara jeritan yang keluar dari alat tenun sehingga suaranya sampai ke Arsy dan bergemuruh seperti suara lebah. Menurut Allah, pemintalan itu, setara dengan kedudukan yang besar.

Ummul-Mu'minin ditanya tentang wanita yang paling utama. Dia menjawab, "wanita yang tidak mengenal ucapan buruk, tidak mencari-cari jalan untuk menipu laki-laki, hatinya hanya terfokus pada dandanan untuk suaminya dan senantiasa memelihara keluarganya."

E. Sebab Sebab Turunnya Ayat
Imam Ahmad berkata bahwa para ulama menceritakan bahwa ‘Aisyah, istri nabi berkata "apabila hendak bepergian, Rasulullah mengundi diantara istri-istrinya. Barangsiapa yang namanya keluar, Rasulullah berangkat bersama istri tersebut." ‘Aisyah melanjutkan, "Beliau mengundi diantara kami untuk menentukan siapa yang berhak ikut dalam perang bersamanya. Ternyata keluarlah namaku sehingga akupun berangkat bersama Rasulullah. Hal itu terjadi setelah turun ayat hijab. Aku tetap berada dalam sedupku, baik saat dalam perjalanan maupun ketika singgah.

Setelah Rasulullah selesai berperang, kafilah pun berangkat. Kami sudah dekat ke Madinah. Pada malam hari, diumumkan waktu keberangkatan. Ketika ada pemberitahuan, aku beranjak dan berjalan hingga keluar dari lingkungan pasukan. Setelah menyelesaikan urusan, aku menuju sekedup. Saat meraba dada, ternyata kalung yang terbuat dari batu safir telah terputus. Aku kembali untuk mencari kalungku. Pencarian itu membuatku tertahan. Beberapa orang yang bertugas mengangkat sekedupku datang lalu menaikkannya ke atas unta yang tadi kutunggangi. Mereka mengira bahwa aku berada didalamnya.

Pada saat itu, tubuh wanita ringan-ringan, tidak berat dan tidak ditumbuhi lemak. Mereka hanya makan sedikit saja. Karena itu, petugas tidak merasakan keganjilan terhadap beratnya sekedup. Saat itu, aku adalah seorang gadis muda. Mereka membangkitkan untanya, lalu berjalanlah. Aku menemukan kalung setelah semua pasukan berangkat. Aku datang ke tempat perhatian mereka, namun tidak ada seorang pun yang memanggilku atau menjawab seruanku. Aku menuju ketempatku semula dengan harapan orang orang akan merasa kehilangan diriku lalu mereka kembali mencariku. Ketika aku duduk disana, kedua mataku diserang kantuk lalu tertidur.

Shafwan bin Mu'aththal as-Sulami adz-Dzakwani tertinggal dari pasukan. Dia menyusul pada malam hari dan tiba di tempatku pada pagi hari. Dia melihat sosok manusia yang sedang tidur. Tatkala menghampiriku, dia dapat mengenaliku. Dia pernah melihatku sebelum turunnya ayat hijab. Saat mengenaliku dia berkata, `inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun.' Sehingga membangunkanku. Saat itu pun aku menutup wajahku dengan jilbabku.

Demi Allah, dia tidak melontarkan sepatah katapun kepadaku dan aku tidak mendengar sepatah kata pun dari dia kecuali ucapan istirja'. Dia menderumkan untanya seraya menginjak kakinya sehingga aku dapat naik melalui kakinya yang depan. Berangkatlah al-Mu'aththal sambil menuntun unta yang aku tunggangi sehingga kami dapat menyusul pasukan yang tengah berteduh disiang hari.

Celakalah orang yang menuduhku dengan tuduhan yang bukan bukan. Orang memiliki andil terbesar dalam masalah ini ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. Setelah tiba di Madinah, aku sakit selama sebulan. Sementara iha, orang ¬orang tenggelam dalam cerita yang diciptakan oleh pembuat kebohongan. Aku sendiri tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu, Yang membuatku sakit adalah bahwa aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah yang biasa aku rasakan jika aku sakit.

Rasulullah hanya masuk, mengucapkan salam, kemudian bertanya, `Bagaimana keadaan mu?' Itulah yang membuatku gamang. Aku tidak merasa adanya keburukan hingga aku keluar rumah, setelah sembuh, bersama Ummi Misthah ke tempat yang menuju arah al-Manashi, yaitu tempat kami buang air. Kami tidak keluar kecuali pada malam hari. Hal ini dilakukan sebelum kami membuat kamar kecil dekat rumah. Itulah kebiasaan kami orang arab dalam hal buang air di tempat terbuka, sehingga kami merasa tidak nyaman dalam menggunakan kamar kecil yang ada di dekat rumah.

Berangkatlah aku dan anak perempuan Abu Ruhm bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, alias Ummi Misthah bin Atsatsah bin Ibad bin Abdul Muthalib. Setelah kami selesai dengan urusan kami, kami pulang ke runah. Tiba-tiba, Ummi Misthah terjatuh karena terbelit pakaiannya, lalu dia mengumpat, `celakalah si Misthah!' Aku berkata kepadanya, `Alangkah buruknya ucapanmu! Engkau mencaci orang yang pernah ikut perang badar'.

Dia bertanya, hai junjunganku, apakah engkau tidak mendengar apa yang diucapkan Misthah? Aku bertanya, `Memangnya dia berkata apa?' Dia lalu menceritakan kepadaku berita yang beredar dikalangan para pembuat kebohongan. Hal ini membuat sakitku bertambah parah. Ketika tiba dirumah, Rasulullah menemuiku. Dia memberi salam dan bertanya, Bagaimana keadaanmu?' Aku berkata kepada beliau `Apakah engkau mengizinkan jika aku pergi kerumah orang tuaku?' Saat itu, aku ingin memperoleh kepastian tentang berita itu dari orang tuaku. Rasulullah mengizinkanku.

Aku tiba dirumah orang tuaku. Aku bertanya kepada ibu, `Wahai ibuku, apakah yang dikatakan oleh orang-orang mengenai diriku?' Dia berkata, `Hai anakku, tabahkan hatimu. Demi Allah, jarang sekali wanita cantik dan memiliki suami yang mencintainya melainkan banyaklah yang iri kepadanya.' Aku berkata, `Subhanallah. Apakah orang-orang telah menceritakan hal itu?' Pada saat itu aku menangis sampai pagi. Air mataku terus mengalir dan rasa kantukpun hilang. Pada pagi hari, aku pun tetap menangis. Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid tatkala wahyu tidak kunjung turun. Beliau hendak bertanya dan meminta saran dari kedua orang ini ihwal menceraikan istrinya.

Usamah bin Zaid rnenyarankan kepada Rasulullah sesuai dengan kebebasan diri istri beliau dan selaras dengan rasa dirinya kepada keluarga nabi. Dia berkata, `Ya Rasulullah, yang kami ketahui tentang keluargamu hanyalah kebaikan semata.' Adapun Ali bin Abi Thalib berkata, `Ya Rasulullah, Allah tidak menyulitkanmu. Wanita selain dia masih banyak. Jika engkau bertanya kepada pembantu itu niscaya dia memberimu kabar yang benar.' Rasulullah lalu memanggil Barirah, Beliau bersabda "Hai Barirah, apakah kamu pernah melihat sesuatu yang meragukanmu tentang Aisyah?' Barirah berkata, `Demi Zat yang telah mengutusmu dengan hak, tidak ada sesuatu tentang dia yang aku lihat, kemudian aku menyembunyikannya. Aisyah tidak lebih dari seorang gadis belia yang tertidur di samping adonan roti keluarganya, lalu datanglah anak kambing memakan adonan itu.'

Pada hari itu, Rasulullah bangkit dan meminta bukti kepada Abdullah bin Ubay bin Salul. Beliau berdiri di mimbar lalu bersabda, `Hai kaum muslimin, siapakah yang mau menyampaikan bukti atas tuduhan seseorang yang telah menyakiti keluargaku. Demi Allah, aku tahu tentang istriku hanyalah kebaikan semata. Orang-orang telah menceritakan seorang pria yang aku ketahui sebagai orang baik-baik. Dia tidak pernah menemui istriku kecuali bersamaku.' Sa'ad bin Mu'adz al Anshari berkata, `Ya Rasulullah, aku akan membantumu dalam menghadapi orang itu. Jika dia termasuk kabilah Aus, kami akan memenggal lehernya. Jika dia merupakan saudara kami, yaitu dari golongan orang Khazraj, berilah perintah, kami akan melaksanakannya.'

Berdiri pula Sa'ad bin Ubadah, pemuda kaum Khazraj. Dia adalah seorang laki-laki shaleh, tetapi kadang-kadang dikuasai oleh harga dirinya. Dia berkata, `Demi Allah, kamu dusta! Kamu tidak akan membunuhmya dan tidak akan sanggup membunuhnya. Jika dari kelompokmu, kamu takkan tega membunuhnya.' Usaid bin Hidhir, anak paman Sa'ad bin Mu'adz, berkata kepada Sa'ad bin Ubadah, `Demi Allah, kamu yang dusta. Sungguh, kami akan membunuhnya. Sesungguhnya kamu adalah orang munafik yang hendak membela orang munafik.' Timbullah pertengkaran sengit antara Aus dan Khazraj yang nyaris membuat mereka baku bunuh, padahal Rasulullah berdiri di mimbar. Rasulullah terus-menerus meredakan mereka hingga mereka diam, demikian pula Rasulullah.

Pada hari itu, aku menangis. Air mataku terus mengalir dan mataku tidak mau mengantuk. Kedua orang tuaku menduga bahwa tangisanku akan membelah jantungku. Tatkala keduanya duduk disisiku, sementara aku tnenangis, tiba-tiba ada seorang wanita Anshar meminta izin masuk. Aku mengizinkannya. Dia pun menangis bersamaku. Tatkala keadaan kami demikian, masuklah Rasulullah. Beliau memberi salam lalu duduk. Beliau tidak pernah duduk disisiku semenjak tersiarnya berita itu. Sudah sebulan tidak turun sedikit pun wahyu mengenai diriku.

Saat duduk, Rasulullah membaca syahadat, lalu bersabda, Amma ba'du. Hai ‘Aisyah, aku memperoleh berita tentangmu demikian dan demikian. Jika engkau bebas, Allah akan menyatakan kebebasanmu. Jika engkau melakukan dosa, memohon ampunlah kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya, sebab, jika seorang hamba mengakui dosanya dan bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Setelah Rasulullah menyelesaikan pembicaraannya, air mataku mengalir tanpa terasa. Aku berkata kepada ayahku, `Jawabkan pertanyaan Rasulullah untukku!' Abu Bakar berkata, `Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasululiah.' Aku berkata kepada ibuku, 'Jawabkan perkataan Rasulullah untukku.'

Dia berkata,'Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakana kepada Rasulullah.' Akhirnya, aku berkata, `Aku adalah seorang gadis muda usia. Aku tidak banyak membaca Al-Qur'an. Demi Allah, aku yakin bahwa engkau telah mendengar cerita ini hingga mengendap dalam dirimu dan membenarkannya. Jika aku mengatakan kepada engkau bahwa aku tidak melakukannya dan Allah mengetahui bahwa aku tidak melakukannya, niscaya engkau takkan membenarkanku. Jika aku mengakui sesuatu yang diketahui Allah bahwa aku tidak melakukannya niscaya engkau membenarkan aku. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan antara aku dan engkau melainkan seperti yang dikemukakan Yusuf,

'Kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertalongan-Nya terhadap apa yang kalian ceriterakan. (QS Yusuf: ayat l8).

Aku beranjak pindah lalu berbaring di tempat tidurku. Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah dan bahwa Allah akan membenarkan kebebasanku. Akan tetapi, Demi Allah, aku tidak mengira akan diturunkan wahyu tentang diriku. Urusanku terlampau sepele untuk dituturkan Allah dalam suatu topik. Yang aku harapkan adalah Rasulullah bermimpi tentang sesuatu dimana Allah membebaskanku. Demi Allah, belum lagi Rasulullah meninggalkan tempat duduknya dan tidak ada seorang pun dari penghuni rumah ini yang keluar rumah, tiba-tiba Allah menurunkan wahyu kepada nabi-Nya. Beliau tampak kepayahan sebagaimana lazimnya saat menerima wahyu, hingga keringatnya berjatuhan bagaikan mutiara dimusim dingin karena beratnya firman yang diturunkan kepadanya.

Sirnalah hal itu dari Rasulullah lalu tertawa. Kata yang pertama kali dilontarkan oleh beliau adalah, “Hai ‘Aisyah, bergembiralah. Sesungguhnya Allah ia telah membebaskanmu.” Ibuku berkata, `Hampirilah dia.' Aku berkata, `Demi Allah, aku tidak menghampirinya dan tidak memuji kecuali kepada Allah. Dialah yang telah menurunkan ayat yang membebas kanku.

`Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu ialah dari golonganmu juga.... '

Setelah Allah menurunkan ayat yang membebaskanku, Abu Bakar yang selama ini membiayai Misthah Ibn Usamah karena dia sebagai orang miskin dan kerabat berkata 'Demi Allah, aku takkan memberinya biaya apapun setelah dia menuduh ‘Aisyah yang bukan-bukan.' Allah lalu menurunkan ayat,

`Dan janganlah orang-orang yang memiliki kelebihan dan kelapangan diantara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (mereka), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah dijalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin diampuni Allah? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' (QS An-Nur:22)

Abu Bakar berkata, `Tentu saja. Demi Allah, aku benar-benar ingin diampuni Allah.'Abu Bakar kembali memberi infak yang selama ini diberikan kepada Misthah. Abu Bakar berkata, `Demi Allah, kami tidak aka menghentikannya.' (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).