Selasa, 06 Oktober 2009

PEMBENTUKAN SIFAT SABAR

A. Beberapa Langkah dalam Pembentukan Sifat Sabar

Didalam melakukan kebenaran, lebih-lebih didalam menebarkan kebenaran, manusia akan selalu mendapatkan halangan dan rintangan. Bahkan seringkali halangan dan rintangan itu memuncak atai meningkat menjadi sebuah tantangan atau tindakan permusuhan. Dan tantangan dan permusuhan itu sering pula meningkat dan memuncak menjadi sebuah intimidasi (ancaman), sehingga menimbulkan perkelahian dan pembantaian dan pembunuhan manusia.

Seorang manusia yang telah mengabdikan dirinya untuk menyebarkan kebenaran di permukaan bumi ini atau di tengah-tengh masyarakat manusia yang terdiri berbagai macam corak ragamnya tersebut, haruslah kita bersabar, tabah hati Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa hati adalah ibarat kubah yang diperbuat, ia memiliki pintu-pintu, yang ditegakkan dalam hati itu hal ikhwal, dari masing-masing pintu dan tabah menghadapi segala macam halangan dan rintangan, menghadapi segala tantangan dan permusuhan, bahkan menghadapi pada setiap ancaman yang menghadang atau intimidasi (tekanan-tekanan) dari pihak yang menentang akan kebenaran tersebut.

Oleh karena itu makna dan arti sabar bukanlah menyerah kalah terhadap musuh, akan tetapi hati yang tabah menghadapi musuh sehingga kita akan mencapai kemenangan dan musuh itu dapat dikalahkan.

Jika seorang manusia yang membela dan menyebarkan kebenaran itu lemah hatinya, dengan sedikit saja halangan dan rintangan yang menghadang saja sudah mundur ke belakang dan berhenti untuk membela dan menyebarkan kebenaran itu, maka pada akhirnya kebenaran yang kita bela akan lenyap dari bumi ini. Maka kebathilan dan kemungkaran akan merajalela di permukaan bumi ini, sehingga permukaan bumi ini akan menjadi hutan belantara, yang mana akan berkeliaran hewan liar lagi buas.

Dalam firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30

Yang artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : sungguh Aku hendak menciptakan Khalifah di bumi.”

Maksud ayat tersebut di atas bahwasanya Allah SWT menciptakan manusia di bumi ini adalah menjadi khalifah fil ardhi, menjadi pengatur yang bertanggung jawab, supaya di bumi ini ada kehidupan yang tertib dan teratur aman dan sentosa, supaya bumi ini jangan menjadi hutan belantara. Apabila di muka bumi ini hanya sekedar bisa makan dan minum saja, tak ubahnya seperti binatang, maka artinya manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan (agama) itu menyeleweng dari tugasnya semula. Dan dengan penyelewengan ini derajat dan martabat manusia setaraf dan sejajar dengan binatang yang tak berakal.. Apa bila hal ini terjadi, maka inilah manusia yang dalam hidupnya menjadi merugi Artinya hidup merugi, itu berarti bahwa ia lebih baik tidak hidup dari pada hidup tapi menanggung kerugian. Misalnya saja seorang pedagang merugi, maka sebaiknya dia tidaklah untuk berdagang dari pada dagang tapi merugi terus.

Supaya kehidupan manusia di muka bumi ini tidak merugi, hendaknya kehidupan ini haruslah berisi empat perkara yang dijelaskan dalam surat al-Ashr, yaitu hendaklah beriman dalam melakukan kebajikan, mau membela dan menyebarkan kepada manusia yang lain akankebenaran, dan bertindak dan berlaku sabar atau berketetapan hati dan berlaku tabah atas kebenaran itu. Pernyataan Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Ashr yang artinya sebagai berikut :

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan kebaikan “.

Oleh karena itu, perdalam makna dan hakekat arti sabar ini, agar manusia dapat memetik buahnya untuk memberi nilai hidup dan kehidupannya di dunia ini. Sabda Nabi Muhammad Rasulullah Saw sebagai berikut :

“Keimanan itu dua bahagian, satu bahagian terletak dalam kesabaran dan sebahagian lagi terletak dalam perasaan syukur”.

Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa Sabar ialah ketetapan hati dan tabah dalam menghadapi halangan dan rintangan, menghadapi berbagai macam bahaya atau musibah. Sedang syukur ialah perasaan gembira dan terima kasih kepada Allah SWT apabila menerima kenikmatan (kebahagiaan) dan pemberian-Nya. Maka apabila seorang hamba Allah hanya pandai bersyukur saja sewaktu menerima kenikmatan (kebahagiaan) serta rahmat dari Allah SWT, akan tetapi bila menghadapi bahaya dan kesusahan, musibah tidak berhati sabar, maka orang itu barulah memiliki seperdua keimanan, dalam artian ia belum beriman sepenuhnya.

Menurut Imam Ahmad melalui Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Madarijus Salikin, di dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim bahwa perkataan sabar ini tersebut lebih kurang 90 kali, dan semua itu dapat dibagi dalam 16 macam.

B. Perintah Untuk Berlaku Sabar dalam pembentukan Sifatnya.

Dalam kitab suci al-Qur’an di surat al-Baqarah ayat 45 Allah SWT berfirman

Yang artinya : “Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan sembahyang”.

Maka pertolongan Allah SWT itu akan datang bilamana manusia bermohon dengan melakukan kesabaran, tabah dan berketetapan hati, dan tetap pula di dalam mengerjakan ibadah shalat dengan pengabdian sepenuh hati (secara ikhlas karena Allah SWT).

Dalam surat Ali-Imran ayat 200, Allah SWT berfirman

Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah, dan dan sabarkanlah, dan bersedekahlah, serta bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat kejayaan atau kemenangan.”

Maka untuk mendapatkan kemenangan atau sebuah kejayaan, manusia harus berlaku sabar, kemudian menganjurkan kesabaran itu kepada orang lain, kemudian bersedia bekerja dengan semangat, yang disertai dengan perasaan taqwa kepada yang Maha Pencipta, Allah SWT. Karena bagaimana pun kita semangat dan giatnya bekerja dan berjuang, apabila manusia tidak bersabar dalam pekerjaannya, tidak berketetapan hati dan berlaku tabah, kemenangan sudah dicapainya akan direbut oleh musuhnya. Oleh karena itu setiap orang yang ingin menang, ingin mendapatkan kejayaan, haruslah mendidik diri sendiri (self education) dan temannya untuk bersabar dan bertabah hati, pantang mundur menghadapi tantangan dan bahaya yang menghadang (rawe-rawe rantas malang-malang puntung)

Pada akhirnya dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 127, Allah SWT berfirman ;

Yang artinya sebagai berikut : “Bersabarlah engkau hai Muhammad, dan kesabaranmu itu disertai Allah, janganlah engkau berduka cita atas mereka, dan jangan engkau merasa sempit dada lantaran tipu muslihat mereka”.

Selama manusia bersabar, selama itu Allah SWT beserta manusia. Akan tetapi bila kesabaran itu telah lenyap dan hilang, itulah tandanya Allah SWT tidak beserta kita lagi. Oleh sebab itu perasaan kesabaran itu harus selalu dipertahankan, agar Allah SWT selalu beserta kita dalam perjuangan menegakkan kebenaran dalam menghadapi segala macam tantangan dan rintangan, terhadap intimidasi dari musuh, dan jangan merasa sempit dada menghadapi tipu daya musuh dalam perjuangan.

C. Larangan Allah SWT Untuk lekas Berputus Asa

Kesabaran adalah syarat utama datangnya pertolongan Allah SWT untuk mendapatkan kemenangan dan kejayaan bagi umat manusia di dalam menegakkan kebenaran dan menyebarkannya, maka Allah SWT sangat melarang kepada manusia yang menjadi pembela kebenaran, melepaskan diri dari sifat berputus asa, perasaan rendah hati dan lain sebagainya.

Banyak ayat-ayat suci al-Qur’an yang diturunkan Allah SWT kepada umatnya melalui para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi kebenaran yang mereka bawa, setelah para nabi dan rasul wafat, kebenaran itu sirna di bumi ini sebab orang yang menjadi pengecut, tidak memiliki kesabaran dan ketabahan hati lagi.

Dalam firman Allah SWT di surat Al-Ahqaaf ayat 35

Yang artinya sebagai berikut : “Bersabarlah engkau hai nabi Muhammad sebagai bersabarnya Nabi-nabi Besar Ahlul Azmi sebelum engkau, jangan engkau terburu-buru agar Allah segera mengalahkan musuh-musuhmu itu.”

Dalam perjuangan menegakkan kebenaran itu jangan terburu-buru, hendaknya berhati-hati, sabar dan memohon supaya musuh itu lekas dikalahkan oleh Allah SWT, sebab terburu-buru itu adalah ikhawnas syayatien (teman setan) dan syetan adalah musuh manusia dan terburu-buru itu menunjukkan kelemahan dan kurang kesabaran. Apabila kemenangan itu terlalu mudah mencapainya, kemenangan itu akan pula lenyap sebab manusia yang mendapatkannya kemenangan itu tidak berhati tabah dan belum teruji ketabahannya.

Oleh karena itu berjuanganlah terus, tidak meyia-yiakan waktu kapan kemenangan itu dapat dicapainya. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa : Kewajiban manusia hanya berusaha (ikhtiar), bekerja dengan penuh semangat, tentang keberhasilan suatu pekerjaan hanya berserah diri kepada Allah SWT, dan ingat selalu akan bisikan oleh hatinya untuk dikerjakan dari sebuah ikhtiar. tawakal kepada-Nya.Allah tidak semudahnya memberikan keberhasilan dalam usahanya itu, tetapi manusia harus tabah menghadapi segala macam tantangan, halangan, rintangan, permusuhan, ancaman dan hambatan.

Inilah kesabaran, dan begitu hebat pengaruhnya kesabaran itu dalam perjuangan untuk menegakkan sebuah kebenaran di muka bumi ini. Setiap manusia yang berjuang harus dengan kesadaran, kesabaran dan dilakukan dengan penuh keinsafan.

D. Pujian Allah SWT Terhadap Orang Yang Bersabar

Allah SWT memberikan sanjungan dan pujian-Nya terhadap orang yang berlaku sabar dan tabah hati, dalam firman Allah SWT di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 177 :

Yang artinya : “……dan orang-orang yang sabar di saat kesulitan, kesusahan dan perang; merekalah orang-orang yang benar dan merekalah orang-orang yang taqwa”.

Demikian pula firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 17

Yang artinya : “(Di antara orang-orang yang terpilih ialah) : Orang-orang yang sabar, orang-orang yang benar, orang-orang yang selalu taat, orang-orang yang selalu mohon ampunan di tengah malam”

Bahwa orang yang selalu hidup dalam kelapangan, selalu dalam kecukupan dan tak mengalami kekurangan apa-apa, orang yang selalu hidup dalam keadaan riang, gembira, bahagia, tak pernah mengalami kesulitan dan kesusahan, belum tentu orang itu disayang, dikasihi dan dicintai oleh Allah SWT. Sebab banyak manusia yang durhaka, jahat, kufur hidupnya selalu dalam keadaan kecukupan, tak kekurangan sesuatu apapun, selalu hidup riang gembira tampaknya. Malah sebaliknya jika melihat banyak orang yang baik, orang yang shaleh dan taat, berakhlak mulia dan berjasa hidupnya sering ditimpa musibah (kesulitan), dan ditimpa kekurangan.

Bahkan banyak sekali orang yang shaleh, di antaranya para nabi dan Rasul Allah yang mulia, hidup dalam keadaan miskin, ditimpa berbagai musibah, dan kesulitan, banyak diantara mereka berhari-hari menderita seperti nabi Muhammad Saw menderita di lempar batu, dihina dan dicaci maki ketika beliau berdakwah ke negeri Thaif. Bahkan seorang nabi pun pernah menderita kelaparan tidak makan dan minum dan diganjal perutnya dengan batu.

Nabi Muhammad Saw, nabi Isa As dan nabi Musa As adalah nabi dan Rasulullah yang mulia setiap orang tahu bahwa beliau-beliau itu semenjak kecil sampai wafatnya mengalami berbagai macam penderitaan akan tetapi beliau sabar dan tabah hati menghadapinya. Sedangkan beliau adalah manusia suci yang dicintai Allah SWT.

Akan tetapi janganlah lupa, bahwasanya tidak semua orang yang menderita, tidak semua orang yang kesusahan dan sulit dapat dikatakan orang yang dicintai dan dikasihi Allah. Yang dinamakan orang yang dikasihi dan dicintai Allah ialah orang menderita tetapi sabar menanggung penderitaan itu dan tabah hati menghadapi bahaya dan kesulitan itu.

Apabila seseorang menderita kesulitan, kesusahan dan kelaparan, tetapi orang itu gelisah, berkeluh kesah, bahkan mengomel-omel ke kanan dan ke kiri kanan, merobek baju dan membanting diri,kadang melempiaskan pebnderitaannya itu dengan berbagai perbuatan jahat, mencuri, membunuh dan lain sebagainya. Itulah tanda orang itu tidak termasuk orang yang dicintai dan disayang Allah SWT, malah itulah tanda orang yang dalam kemurkaan Allah SWT, malah itulah tanda orang itu dalam kemurkaan Allah. Penderitaan, kesulitan, kesusahan, kelaparan dan bahaya yang ditimpakan kepada orang itu adalah sebagai siksa dan kutukan Allah kepadanya.

Firman Allah dalam surat Al-Ma’arij ayat 19 – 23 yang artinya :

“ Sesungguhnya manusia dijadikan bersifat loba dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan berkeluh kesah. Bila mendapat keuntungan menjadi bakhil (kikir). Selain orang-orang yang bershalat. Yang terus dengan tetap melakukan shalat”.

Bersabda Rasulullah Saw :

“Mengagumkan keadaan seorang yang benar-benar beriman itu. Apa saja yang terjadi baginya berakibat baik. Keadaan ini tidak berlaku bagi selain orang yang beriman. Bila ia mendapatkan sesuatu yang menggembirakan (untung), dia bersyukur ; dan keuntungan itu berakibat baik bagi dirinya. Dan bila dia ditimpa suatu kesusahan (rugi), dia bersabar, maka kerugian atau kesusahan itu berakibat pula kepadanya”.

Maka penderitaan, kesulitan, dan bahaya yang menimpa seseorang atau sebuah masyarakat kecil yang merupakan rumah tangga atau masyarakat besar yang merupakan satu bangsa atau suatu Negara, mempunyai beberapa corak antara lain :

Yang pertama : Bahwa penderitaan yang ditimpakan sebagai kemurkaan Allah SWT, sebagai laknat atau kutukan Allah SWT. Siksaan ini diturunkan Allah SWT sesudah adanya peringatan yang lain sudah tidak mempan lagi. Bahwa siksaan ini diturunkan Allah ialah agar manusia kembali kepada kebenaran, jangan selalu mengerjakan kemungkaran di atas alam ini.

Pernyataan Allah SWT dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 112 menyatakan yang artinya sebagai berikut :

“Allah adakan perumpamaan, suatu negeri yang aman sentosa, datang kepadanya rezeki yang luas (makmur) dari berbagai tempat, kemudioan rakyatnya kufur dengan nikmat dan pemberian Allah itu, maka Allah rasakan kepada mereka bahaya kelaparan dan ketakutan sebagai akibat perbuatan mereka sendiri.”

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat an-Mukminun ayat 75 menyatakan yang artinya sebagai berikut :

وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَابِهِم مِّن ضُرٍّ لَّلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

“ Sekiranya (orang-orang yang sudah kufur dan jahat itu) Kami selalu beri rahmat dan kami selalu lapangkan hidup mereka, mereka akan berketerusan dalam kedurhakaan saja.”

Yang kedua : Penderitaan yang Allah SWT timpakan, musibah kesulitan dan bahaya yang didatangkan Allah SWT, bukanlah sebagai latihan dan ujian bagi seseorang atau masyarakat, sebab Allah menurunkan satu rahmat besar kepadanya atau kepada mereka. Seorang yang sakit, dan sering menderita penyakit, agar supaya mereka berhati-hati menjaga kesehatan, sehingga dengan berhati-hati itu dia akan hidup sehat untuk seterusnya. Satu masyarakat hidup bertengkar terus menerus bersilang selisih, dan kacau balau, agar mereka memahami benar akan baiknya persatuan, akhirnya bersatu teguh, sehingga menjadi kuat dan maju. Suatu bangsa yang dijajah, ditindas sehingga menjadi melarat dan bodoh, yang akhirnya mereka menyadari untuk ingin merdeka dari belenggu penjajahan, yang kemudian hidup makmur, maju dan bahagia.

Dalam firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 2-3

Yang artinya : “Apakah manusia menyangka akan dibiarkan berkata: Kami telah beriman, padahal mereka belum diuji ? Sesungguhnya Kami telah uji orang-orang yang dahulu, sehingga mengetahui siapa yang beriman dan siapa yang bohong”.

Hanya Allah SWT saja yang tahu dan dapat menentukan siapa yang harus diuji, kapan ujian itu akan dilaksanakan dan ujian macam apa yang paling cocok diberikan oleh Allah SWT. Orang yang beriman adalah orang yang tetap sabar dan tabah hati menghadapi segala macam ujian itu, kapan dan bagaimana juga macamnya ujian itu. Dan orang yang beriman selalu berbaik sangka terhadap Allah dalam hal ini. Walau hidup sulit, dihadapkan kepada banyak bahaya dan rintangan, mereka tetap sabar karena yakin bahwa itu adalah peringatan atau ujian, sebagai peringatan bahwa mereka dalam keadaan bersalah dan berdosa, agar mereka taubat dan minta ampun dan berubah sikap hidup mereka, dengan meninggalkan semua perbuatan yang jelek, dan memperbanyak mengerjakan kebaikan. Sebagai ujian, tandanya Allah akan menurunkan satu rahmat yang lebih penting dan lebih besar.

Bahwa Rasulullah Saw dengan kata-kata yang jelas menunjukkan kekaguman beliau terhadap orang yang beriman. Orang yang beriman bagaimana juga keadaannya, kejadian apa yang menimpa pada dirinya, berakibat selalu baik bagi orang yang beriman. Mendapat rahmat, dia bersyukur, berakibat baik baginya, mendapat kesusahan dia bersabar, berakibat baik juga baginya.

Akan tetapi bagi orang yang tidak beriman kepada Allah SWT, bila mendapat kebaikan atau keuntungan, tidak selalu bersyukur, lupa kepada Tuhannya, akhirnya kebaikan itu berakibat jahat bagi dirinya. Apalagi kalau orang yang tidak beriman itu mendapatkan kesusahan, dia menjadi berkeluh kesah, membanting dirinya, akhirnya mendapat penyakit darah tinggi atau serangan jantung. Jadi segala kejadian berakibat tidak baik bagi orang yang tidak beriman itu.

Hendaknya manusia selalu berikhtiar, berdaya upaya dan berjuang agar manusia tetap menjadi orang yang beriman, dengan mendidik dirinya masing-masing, dan memperdalam keyakinan dan pengetahuannya tentang Tuhan dan agama.

Agama (Islam) adalah satu pegangan hidup yang amat penting bagi manusia yang berakal. Bahwa manusia hidup tanpa agama (Islam) adalah akan hampa saja. Seorang sarjana yang bernama Prof.Paul Ehrenfest, seorang Atheist ( tidak beragama) yang tidak puas dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, tetapi tidak berhasil mendapatkan Tuhan (agama), akhirnya bunuh diri setelah membunuh anak istrinya sendiri. Ia membunuh diri dalam keadaan hidup kaya raya, tinggi dan terhormat (termasyhur). Sebelum membunuh diri, beliau menulis sepucuk surat kepada rekan beliau Prof. Kohntamm yang bunyinya sebagai berikut :

“Mir fehlt Gott vertranen. Riligion ist noting Aber wen sie nicht moglicht ist, der kauneben zugrunde gehen”. Yang artinya : “Yang tidak ada pada saya ialah kepercayaan kepada Tuhan, sedang itu adalah perlu. Seorang mungkin binasa lantaran itu, yakin bila ia tidak beragama”.

Surat itu ditutup dengan do’a : “Moge Gott denen beistchen dich ich jetzt so hefting verletze.” Yang artinya “Mudah-mudahan Tuhan akan menolong kamu, yang aku lukai sekarang ini”.

Penjelasan ini diberikan oleh Prof.Kohnstamm sendiri dalam pembukaan Nutseminarium di Amsterdam tahun 1932

E. Yang Paling Beruntung Bagi Orang Yang Sabar

Banyak orang yang beranggapan bahwa yang paling beruntung adalah orang yang kaya harta, orang yang dalam hidupnya serba kecukupan dan mewah, orang yang punya uang beratus juta dan bahkan milyaran rupiah, memiliki rumah yang mewah dan gedung yang indah, kendaran mobil model baru yang mengkilap. Itulah sebab banyak orang yang berlomba-lomba mencari harta dan kekayaan. Kadang kala mereka lakukan perbuatan yang tidak baik untuk mendapatkan kekayaan. Kadang kala mereka lakukan korupsi, memfitnah sesama manusia untuk mendapatkan kekayaan itu. Dan tak terhitung banyaknya orang yang mendapatkan kekayaan dengan cara korupsi, mencuri dan bahkan merampok.

Tidak semua orang yang kaya secara material hidupnya beruntung dan bahagia.Tidak mungkin seorang manusia yang mempunyai otak dan fikiran, yang mempunyai pengertian dan kesadaran akan merasa beruntung dan berbahagia dengan harta yang tidak halal tersebut. Tidak mungkin seorang yang mendapat kan harta kekayaan dengan jalan mencuri, dan merampok akan merasa bahagia dengan harta yang didapatnya. Apalagi harta yang dimilikinya disertai dengan pembunuhan kejam.

Seorang yang mencuri uang ribuan rupiah, kemudian membelikan hasil curiannya itu makanan dan minuman yang enak dan lezat dan dimakannya bersama istri dan anaknya di rumah. Tak mungkin orang itu merasa enak ketika memakannya, bahwa makanan dan minuman yang tidak halal, bahwa disana ada orang lain yang menangis sedih karena kehilangan hartanya. Barangkali orang itu bias saja merasa kenyang memakan makanan dari hasil curian itu, tetapi tidak mungkin merasa enak, beruntung dan bahagia.. Entahlah kalau seorang yang sudah tidak waras, seseorang yang tak ada akal dan fikiran serta perasaan lagi padanya, orang yang tarafnya sudah jatuh setaraf dengan binatang.

Juga orang yang mendiami gedung indah hasil curian atau korupsi, orang yang pergi bertamsya ke Dunia Fantasi Ancol atau ke tempat hiburan lainnya dengan mobil Mercy hasil curian dan hasil korupsi. Tidaklah mungkin mereka akan merasakan keberuntungan dan kebahagiaan, karena mereka sebagai manusia mempunyai pengertian dan kesadaran tentu mengerti dan sadar benar hasil curian atau korupsi. Di saat mereka menghirup udara sejuk di Villa Indah di Puncak dan Bali, mereka mengerti dan sadar, bahwa gedung dan mobil mewah di sana ada yang merintih dan menderita akibat pencurian atau korupsi yang mereka lakukan tersebut. Kemungkinan orang ini merasakan sejuknya udara dan manisnya gula, akan tetapi tidak mungkin orang ini merasakan keberuntungan, kebahagiaan dan ketenangan atau ketentraman jiwa dalam hidup itu.

Hidup mereka akan selalu dalam (Imam Al-Ghazali menyatakan ) kegelisahan dan kepanikan. Dapat istri ayu, masih ingin istri yang lebih ayu. Dapat mobil atau rumah yang indah, ingin mobil dan rumah yang besar kemudian ingin keuntungan yang lebih besar. Dapat pangkat yang tinggi,ingin pangkat yang lebih tinggi. Begitulah seterusnya, nafsu dan keinginan selalu saja menggoda ketenangan jiwa (mutmainnah), sehingga tidak pernah merasa qanaah dengan apa yang mereka miliki itu. Mereka mungkin mempunyai kebahagiaan dan keberuntungan, tidak mungkin mereka mempunyai ketenangan dan kepuasan dalam hidup di dunia ini.

Bahwa tidak semua orang yang kaya hidup berbahagia dan beruntung. Dan kebalikannya tidak pula semua orang yang hidup miskin dan melarat hidup celaka dan sengsara. Menurut Imam al-Ghazali bahwa : Bahwa nikmat atau pemberian Allah SWT yang terbesar, pemberian orang yang paling berharga bukanlah harta kekayaan, akan tetapi kesabaran. Orang yang sabar akan lebih bahagia dari orang yang kaya, orang yang miskin yang sabar lebih bahagia dari orang yang kaya yang selalu gelisah, panik dan diresahkan nafsu. Kecuali orang yang kaya yang kekayaannya didapat secara halal, tidak bertentangan dengan rasa susila, dan lain-lain.

Dalam firman Allah SWT di surat al-Qashash ayat 79 dan 80 menyatakan:

Yang artinya : “(Pada suatu hari) maka keluarlah Qarun (seorang kaya raya di zaman nabi Musa As dengan kekayaan yang tidak halal) mendapatkan kaumnya mempertontonkan perhiasan dan kekayaannya. Melihat itu berkatalah orang-orang yang ingin kemewahan hidup di dunia: Alangkah bahagianya bila kepada kita diberikan kekayaan sebagai yang diperdapatkan oleh Qarun itu, sesungguhnya Qarun mendapat kekayaan yang amat besar. Sedang orang-orang yang diberi ilmu (agama atau iman) berkata : Celaka kamu, ganjaran Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan tidaklah akan diberikan nikmat pengetahuan atau iman kecuali orang-orang yang sabar”.

Firman Allah SWT, dalam surat al-Baqarah ayat 155 yang artinya :

“Sesungguhnya Kami (Allah) akan mendatangkan sedikit cobaan kepada kamu yang merupakan ketakutan kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, maka gembirakanlah orang-orang yang sabar “

Nabi Muhammad Saw nersabda sebagai berikut, yang artinya : “Tidak ada yang pernah diberikan (Allah) kepada seseorang manusia yang lebih baik dan lebih besar dari[pada kesabaran”

Bersabda pula Rasulullah Saw sebagai berikut : ”Bahwa kesadaran itu adalah sinar atau cahaya”.

Dari beberapa ayat al-Qur’an al-Karim dan beberapa hadits Nabi yang telah kami tulis di atas, dinyatakan dengan tegas, bahwa orang yang beruntung dan berbahagia di muka dunia ini, bukanlah orang yang kaya misalnya kisah Qarun tetapi yang paling beruntung itu ialah orang yang diberi Allah sifat sabar atau kesabaran. Dan pemberian itu terbaik dan paling berharga yang Allah berikan kepada hamba-Nya, bukanlah harta benda yang banyak akan tetapi adalah kesabaran.

Memiliki harta yang banyak, seorang manusia belum tentu dapat merasakan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup, akan tetapi dengan sabar, seorang hamba Allah dapat merasakan ketrentaman dan keberuntungan serta kebahagiaan dan hidup tenang.

Jika diperhatikan berapa banyak orang yang hidupnya sederhana tetapi tidak kaya, malah tidak sedikit jumlahnya orang yang hidup miskin dan melarat, tetapi mereka selalu dalam keadaan bahagia dan gembira, malah sering terdengar gelak tertawa. Mereka berbahagia dengan apa yang menjadi milik mereka. Mereka senang gembira terhadap rumah dan tempat tinggal mereka sekalipun rumahnya gubuk reot. Mereka gembira dengan apa saja yang ada di sekeliling mereka, senang terhadap sawah lading dan tanaman-tanaman. Mereka tidak mempunyai musuh dalam hidup.

Berbeda halnya dengan orang yang kaya raya dengan kekayaan yang tidak halal. Mereka selalu khawatir kalau harta kekayaan itu hilang atau berkurang. Merasa takut terhadap semua orang yang mereka kenal dan yang tidak mereka kenal, takut kalau ada yang mengetahui akan rahasia mereka. Lebih khawatir lagi terhadap alat-alat Negara yang selalu mengintai mereka. Dalam hati mereka selalu saja ada kekhawatiran dan rasa ketakutan. Mereka terbayang selalu polisi yang akan datang menggeledah rumahnya, kemurkaan Allah SWT dan kemarahan para Malaikat.

Akan tetapi alangkah indahnya kesabaran itu, dengan kesabaran orang dapat bergembira dalam kesusahan, dapat tertawa dalam menghadapi bahaya yang menghadang. Bahkan ada diantara para Wali Allah yang begitu tinggi derajat keimanan dan kesabaran mereka,lebih gembira dan senang bila mendapat kesusahan dan musibah, mereka merasa khawatir bila mendapat kegembiraan dan keberuntungan.

Karena pada setiap musibah dan kesedihan yng menimpa mereka, mereka anggap sebagai ujian dari Allah SWT akan keimanannya. Apabila mereka tahan dan tabah hati, berulang kali al-Qur’an dan hadits menyatakan kepada manusia bahwa kesabaran dan ketabahan itu bahwa mereka semakin dicintai Allah SWT, semakin tinggi derajat keimanan mereka, semakin besar ganjaran yang disediakan Allah SWT bagi mereka di kampung akhirat kelak.

Sebaliknya setiap mereka mendapat untung atau kenikmatan, mereka khawatir kalau untung dan nikmat itu melupakan mereka kepada Allah SWT, sebagai kebanyakan orang yang hidup kaya dan penuh dengan kemewahan, kebanyakan orang yang hidup di dalam gedung-gedung yang indah, dan kendaraan yang model baru dan mengkilap itu, menjadi lupa daratan, lupa kepada Allah SWT yang menciptakan manusia, lupa bahwasanya mereka akan meninggalkan dunia ini. Banyak di antara mereka dari orang yang amat halus dan berbudi, menjadi orang yang kasar dan tak punya budi pekerti. Banyak diantara mereka dari orang yang disenangi teman sejawat, menjadi orang yang dibenci dan lain sebagainya.

Karena itu banyak di antara nabi dan Rasul setelah ditawari Allah SWT kekayaan dan harta yang banyak, mereka lebih memilih hidup melarat dan hidup miskin, agar dengan kemelaratan dan kemiskinan itu mereka terlebih sabar, sebab harta atau yang dikaruniakan dan ketabahan itu jauh lebih berharga dari kekayaan.

Ini bukan berarti manusia tidak boleh menggapai kekayaan, tidak sekali-kali tidak. Islam menyuruh pemeluknya mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, akan tetapi dengan 2 syarat : 1. Supaya kekayaan itu didapat dengan secara halal, 2.Harta itu jangan sampai melupakan orang kepada hidup sesudah mati, agar harta itu dipergunakan untuk jalan kebajikan, jangan untuk mengerjakan maksiat dan perbuatan dosa.

Ali bin Abi Thalib menyatakan : “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok pagi”

Imam al-Ghazali menasehatkan kepada kita : Hendaknya manusia menjadi orang yang sabar apabila ditimpa kemiskinan, dan menjadi orang yang syukur kepada Allah apabila mendapat kekayaan. Amin ya Rabbal alamien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar