Sabtu, 13 Februari 2010

KISAH SEGELAS AIR MINUM

KISAH SEGELAS AIR MINUM
Dr.H.Ridjaluddin.F.N.,M.Ag
Harun Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah terbaik umat Islam pada masa Bani Abbasiyah. Ia seorang pemimpin yang adil, bijaksana dan disegani baik oleh kawan, maupun lawan. Ia senang dengan ilmu dan dekat kepada ulama. Seringkali ia meminta nasehat pada para ulama di selaruh penjuru Daulat Abbasiyah. Suatu ketika ia merasakan nasehat-nasehat yang diberikan oleh para ulama terkesan klise dan tidak menyentuh. Maka didatangkanlah seorang zahid (orang yang menjaga diri dari keduniaan) ke istana kerajaan untuk diminta nasehat yang bisa meningkatkan kecintaan kepada Allah dan bisa mengendalikan nafsu keduniaannya.
Harun Al-Rasyid berkata, "Berikanlah nasehat terbaik untukku!". Sang Zahid menjawab, "Bukankah sudah banyak sekali nasehat yang pernah Baginda terima dari para ulama maupun ayat-ayat dan hadits Nabi. Harun Al-Rasyid menjawab. "memang sudah banyak nasehat yang aku terima, tapi belum ada nasehat yang bisa menyentuh hatiku agar aku bisa lebih baik dalam beribadah dan menjaga amanah sebagai khalifah". "Baik, kalau begitu", timpal sang zahid, "ambilkan segelas air putih untuk kita minum bersama!" Spontan Khalifah memerintahkan pengawal untuk mengambil dua gelas air minum untuk khalifah dan sang zahid. Segera Harun Al-Rasyid berkata, "marilah kita minum!" Zahid menjawab, "tunggu dulu, saya mau bertanya terlebih dahulu". "Silahkan guru bertanya!", tegas khalifah. Zahid itu bertanya, "wahai khalifah, andaikan baginda sedang berjalan jauh di padang pasir yang tandus dan panas, sementara Baginda tidak membawa air minum, sehingga tenggorokan Baginda sangat kering karena kehausan. Bila tidak segera mendapat minum, baginda akan langsung meninggal dunia. Kemudian lewatlah seorang musafir yang membawa setengah gelas air minum. Dalam keadaan seperti itu, apa yang Tuan berikan sebagai ganti air minum yang sedikit itu?" Khalifah menjawab, "akan saya berikan separuh wilayah kekuasaan saya sebagai ganti air minum tersebut, demi keselamatan saya". Zahid itu menimpali, "baiklah, jawaban Tuan benar sekali!".
Sekarang marilah kita minum bersama. Khalifah dan guru sufi itu pun minum bersama. Setelah minum air setengah gelas, segera sang zahid bertanya kembali, "wahai khalifah, bagaimana jika air yang telah Tuan minum tadi bukannya menghilangkan haus, tapi justeru menyebabkan baginda sakit perut yang sangat parah dan bila tidak segera diobati, baginda akan segera meninggal dunia? Dalam keadaan mendesak tersebut ada seorang tabib yang kebetulan lewat dan membawa setengah gelas air obat, tapi obat itu hanya sedikit dan sulit sekali didapatkan, sehingga tabib itu enggan untuk memberikan kepada Tuan, kecuali Tuan mau membelinya dengan harga yang tinggi. Dengan apakah Baginda akan membeli obat tersebut?" Sang Khalifah menjawab, "walaupun dengan separuh lagi kekuasaan saya, akan saya beli obat itu demi kesembuhan saya!" Guru itupun menjawab, "benar sekali jawaban Tuan". "Kalau begitu, marilah kita minum setengah gelas lagi air ini, ajak sang zahid kepada khalifah.
Khalifah Harun Al-Rasyid kemudian terdiam sejenak dan lalu bertanya, "dari tadi saya menunggu nasehat terbaik untukku! Mana nasehat itu?" Sang guru itu kemudian mengatakan bahwa sebenarnya harga semua kekuasaan Baginda hanyalah segelas air minum. Tidak lebih. Bukankah ini adalah nasehat yang terbaik buat Baginda?

MENGATASI CINTA
Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang penuh dengan tipuan belaka, dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkuk. Para sahabat bertanya: "Apakah saat itu jumlah kami sedikit?" Rasulullah bersabda: "Tidak bahkan pada saat itu jumlah kamu amat sangat banyak, tetapi seperti air buih didalam air bah karena kamu tertimpa penyakit wahn." Sahabat bertanya: 'Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Penyakit wahn itu adalah kecintaan yang amat sangat kepada dunia dan takut akan kematian. Cinta dunia merupakan sumber utama segala kesalahan" Runtuhnya kemuliaan sumber dari segala fitnah, dan semua kesalahan adalah karena kita cinta kepada dunia. Pada Rasul tidak ada cinta dunia kecuali cinta terhadap Allah, cinta terhadap kemuliaan.

Rasulullah merupakan contoh seorang pemimpin yang dicintai sampai ke lubuk hati yang paling dalam. Rasul adalah contoh seorang suami yang benar-benar menjadi suri tauladan dan kebanggaan bagi keluarganya. Rasul juga contoh seorang pengusaha yang dititipin dunia, tapi tidak diperbudak oleh dunia yang dimilikinya. Kalau orang sudah mencintai sesuatu .maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya.

Orang yang sudah cinta terhadap dunia, akan sombong, dengki, serakah dan berusaha dengan segala cara untuk mencapai segala keinginannya, oleh karena itu yakinlah bahwa dunia itu total milik Allah. Segala sesuatu yang kita miliki baik sedikit maupun banyak semuanya milik Allah. Dalam mencari rizki janganlah mempergunakan kelicikan karena dengan kelicikan atau tidak dengan kelicikan datangnya tetap dari Allah.

ZUHUD
Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya : Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.

Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal itu karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak dari pada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-bernar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan, dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.

Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi cuntoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah

Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-ha1 yang bersifat dunia, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.

Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.

Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan . Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri. Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulail:ah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikaii sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempergaruhi kepribadiannya ? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.

Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan halaman parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa merugi, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.

Seharusnya begitulah sikap kita akan duiua ini. Punya harta melimpah, deposito jutaan rupiah, mobil. keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa Semuanva biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja ? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis sama sekalipun, silahkan saja; persoalannya kita hanya dititipi. Rasulullah Saw dalam hal ini beliau bersabda,

"Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti dari pada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR Ahmad).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar